Sabtu, 22 September 2012

Antara Idealisme dan Kebohongan

Hati saya berbisik, "Kalau kita yang berkiprah di dunia pendidikan saja harus mengabaikan kejujuran dalam meraih sebuah prestasi dan prestise, bagaimana dengan yang lainnya?" Sebuah instansi pendidikan yang seharusnya mengajarkan nilai-nilai kejujuran dan sportifitas nampaknya banyak juga yang culas. Dan itu tidak berdiri sendiri. Boleh jadi kita (termasuk saya di dalamnya) jadi ikut-ikutan berbohong. Astaghfirullah....

Coba kita tengok ketika penerimaan peserta didik baru, terutama ditingkat SLTP, SLTA dan seterusnya, saya sering mendengar ada beberapa sekolah negeri yang mematok harga sekian juta agar seorang anak diterima sebagai siswa di sekolah tersebut. Seperti yang saya dengar pengakuan dari teman saya yang dimintai tolong untuk mendaftarkan saudaranya untuk masuk sebuah sekolah SLTP Negeri ternyata ia harus mengeluarkan kocek sebesar 9 juta. Itu di luar administrasi sekolah. Itu hanya uang pelicin agar ia jadi prioritas untuk lolos. Barangkali memang ada juga beberapa sekolah yang masih jujur dan tidak mata duitan. Mudah-mudahan kita doakan agar mereka tetap istiqomah. Dan mereka yang melakukan praktik kotor semoga disadarkan. Mereka harus ingat, pendidikan adalah pondasi bagi anak untuk melangkah di masa depannya. Janganlah sebuah bangunan gedung (baca: cita-cita tinggi anak) di bangun dengan fondasi yang demikian rapuh.

Belum lagi pengalaman saya mengikuti proses akreditasi sebuah sekolah. Rasanya kekotoran, kebohongan, manipulasi begitu terasa. Apalagi kalau saya mendengar dari senior-senior saya yang sudah banyak pengalaman di beberapa sekolah mereka banyak bercerita bahwa yang namanya akreditasi agar nilainya bagus dan tidak banyak dikomentari cukuplah dengan menyediakan "amplop" yang tebal semua urusan beres. Hadeeuuh.... Selama persiapan akreditasi pun rata-rata sudah TST ternyata banyak sekali data yang dimanipulasi. Yang tadinya memang tidak ada, demi memenuhi syarat yang diajukan oleh pihak dinas dan bisa meraih nilai A maka bagaimana pun caranya akan ditempuh walaupun tidak jujur. Astaghfirullah...

Saya berpikir, bagaimana ya nasib bangsa ini kalau insan yang mengelola pendidikannya sudah tidak memegang mulianya kejujuran dan indahnya kebenaran. Wadduh... Gelaaap... Gelaaap.
Mari kita yang masih punya nurani, ayo kita perjuangkan kebenaran dan kejujuran. Apa artinya setiap hari kita mengajari mereka akan nilai-nilai kebaikan sementara kita mencontohkan yang sebaliknya?

Mari merenung dan berdo'a semoga Allah menjadikan kita manusia-manusia yang istiqomah memegang nilai kebenaran seperti yang diajarkan oleh Allah dan Rasul-Nya.

Wallahu a'lam...

Minggu, 16 September 2012

Take Action!

Ternyata mereka yang sekarang ini terlihat sukses dan menurut kita luar biasa dalam pencapaian hidupnya adalah mereka yang pendekatan kepada Allah-nya sangat masif. Saya jadi merasa malu dengan diri saya sendiri. Orang boleh saja memanggil saya ustadz atau apapun panggilan yang "memuliakan", pertanyaannya sudah pantaskah saya disebut dengan sebutan itu? Saya rasa masih jauh dari kepantasan itu. Akan tetapi karena terlanjur banyak yang memanggil dengan panggilan itu, tugas saya saat ini adalah menjadikan panggilan itu sebagai motivasi untuk memantaskan diri menjadi orang yang punya sifat dan akhlak yang baik, lebih mendekatkan diri kepada Allah, dan istiqomah dalam melaksanakan kewajiban-kewajiban dari Allah dan sunnah-sunnah Rasulullah SAW.

Selama ini saya seringkali terlena dengan pencapaian yang ada, padahal pencapaian-pencapaian itu belum seberapa. Artinya, apa yang saya capai dengan usia yang sudah kepala tiga ini menurut saya semestinya bisa mencapai lebih dari apa yang saya capai saat ini. Coba perhatikan, banyak mereka yang dalam usia kurang dari 30 tahun yang sudah menjadi motivator, inspirator, dosen, dekan, pengusaha properti dan lain sebagainya. 

Tapi, mau diapakan lagi, kita tidak akan bisa memutar kembali waktu yang telah kita lewati. Yang harus saya dan kita semua lakukan saat ini adalah segera menyadari untuk melakukan yang terbaik yang bisa kita lakukan saat ini. Jangan pernah menunda kembali hal-hal yang bisa kita lakukan, take action!! Ide sekecil apapun, eksekusilah!! Karena boleh jadi sebuah ide baru yang kita anggap kecil pada awalnya, ternyata kalau ia kita lakukan dengan serius boleh jadi ternyata ia tidak sekecil yang kita pikir. Jangan mengukur dampak sebuah ide hanya dari diri kita sendiri apalagi ide tersebut belum kita coba eksekusi. Tapi cobalah dulu lakukan dengan sepenuh hati dan jiwa kita, dan lihatlah apa yang terjadi...

Intinya, selalulah bertanya kepada diri kita, dalam usia yang sudah seperti sekarang ini, seberapa banyakkah kita berbuat sesuatu yang bermanfaat untuk orang lain? Sudahkah kita menjadi orang yang bermanfaat untuk sebanyak-banyak manusia? Berapa banyak orang yang sudah kita bantu? Berapa banyakkah orang yang sudah tersenyum karena bantuan dan kebaikan kita? Semoga pertanyaan-pertanyaan ini menjadi semacam pelecut dan menjadi titik balik kita untuk berubah ke arah yang lebih baik. Tidak melulu berpikir untuk kebaikan diri sendiri atau keluarga semata, tapi mulailah berpikir untuk orang-orang yang berada di luar diri dan keluarga kita, di luar lingkaran dalam hidup kita.

Insya Allah kalau itu sudah mampu kita laksanakan, kita akan merasa betapa indah hidup ini. Indah karena kita sangat dekat dengan Allah, dan indah karena kita sangat dekat dan bermanfaat buat sebanyak-banyak makhluk Allah. Hablum minallah dan hablum minan naas... 

Wallahu a'lam...

Sabtu, 01 September 2012

Pahami Psikologis Anak

Tidak ada orang tua yang rela kalau anaknya dimarahi orang tanpa sebab yang jelas. Begitu juga yang terjadi pada saya juga istri saya. Malam kemarin istri saya cerita kalau anak kami, Ihsan, cerita kalau hari itu di sekolah ada yang membuat dia trauma yang membuat dia pada hari ini tidak mau berangkat sekolah. Ceritanya, hari Jum'at ada teman sekelasnya Ihsan, sebut saja namanya Bayu membawa HP ibunya ke sekolah tanpa sepengetahuan ibunya. Ibunya datang ke sekolah, masuk ke kelas anaknya sambil marah-marah bahkan memukulnya. Nah, dalam keadaan itu, Ihsan datang dan entah ekspresi apa yang ditunjukkan Ihsan tiba-tiba Ibunya Bayu tersebut marah-marah juga sama Ihsan, katanya sambil melotot, bertanya anaknya siapa dan tinggal dimana, malah kata Ihsan sampai mengancam mau memukul Ihsan kalau tidak menjawab pertanyaannya. 

Memang selama ini Ihsan tidak pernah mendengar kata-kata kasar, baik dari kami orang tuanya juga dari orang-orang di sekitarnya, baik itu guru, teman-teman maupun tetangga. Mungkin ia agak sok saat ia tidak punya maksud apa-apa tapi kemudian ia dimarahi begitu saja.

Ada beberapa hikmah dan pelajaran yang bisa diambil dari kejadian ini. Pertama; Perhatian pihak sekolah dalam hal ini pendidik dan tenaga kependidikan sangat diperlukan, karena bagaimanapun mereka adalah penanggung jawab penuh selama ada di sekolah. Kedua; Orang tua hendaknya memahami psikologi seorang anak, walaupun secara sederhana, mesti setiap orang bisa merasakan dan tahu apa yang sepatutnya dilakukan kepada anak-anak, baik kepada anak sendiri maupun kepada anak orang lain. Ketiga; Seseorang harus tahu keadaan dan waktu yang tepat untuk memberi sanksi yang tepat kepada anak. Selain itu sanksi yang diberikan pun harus yang mendidik. Gitu kira-kira.... hehe...