Minggu, 31 Maret 2013

April Mop: Hari Dimana Umat Islam Dibantai

Maret akan segera usai. Bulan April menjelang. Ada suatu kebiasaan jahiliah yang patut kita waspadai bersama sebagai seorang Muslim; 1 April sebagai hari April Mop. April Mop sendiri adalah hari di mana orang-orang diperbolehkan menipu dan berbohong kepada orang lain. Tapi tahukah Anda apakah April Mop itu sebenarnya?

Sejarah April Mop

Sebenarnya, April Mop adalah sebuah perayaan hari kemenangan atas dibunuhnya ribuan umat Islam Spanyol oleh tentara salib yang dilakukan lewat cara-cara penipuan. Sebab itulah, mereka merayakan April Mop dengan cara melegalkan penipuan dan kebohongan walau dibungkus dengan dalih sekadar hiburan atau keisengan belaka.

Biasanya orang akan menjawab bahwa April Mop—yang hanya berlaku pada tanggal 1 April—adalah hari di mana kita boleh dan sah-sah saja menipu teman, orangtua, saudara, atau lainnya, dan sang target tidak boleh marah atau emosi ketika sadar bahwa dirinya telah menjadi sasaran April Mop. Biasanya sang target, jika sudah sadar kena April Mop, maka dirinya juga akan tertawa atau minimal mengumpat sebal, tentu saja bukan marah sungguhan.

Walaupun belum sepopuler perayaan tahun baru atau Valentine’s Day, budaya April Mop dalam dua dekade terakhir memperlihatkan kecenderungan yang makin akrab di masyarakat perkotaan kita. Terutama di kalangan anak muda. Bukan mustahil pula, ke depan juga akan meluas ke masyarakat yang tinggal di pedesaan. Ironisnya, masyarakat dengan mudah meniru kebudayaan Barat ini tanpa mengkritisinya terlebih dahulu, apakah budaya itu baik atau tidak, bermanfaat atau sebaliknya.

Perayaan April Mop berawal dari suatu tragedi besar yang sangat menyedihkan dan memilukan? April Mop, atau The April’s Fool Day, berawal dari satu episode sejarah Muslim Spanyol di tahun 1487 M, atau bertepatan dengan 892 H.

Sejak dibebaskan Islam pada abad ke-8 M oleh Panglima Thariq bin Ziyad, Spanyol berangsur-angsur tumbuh menjadi satu negeri yang makmur. Pasukan Islam tidak saja berhenti di Spanyol, namun terus melakukan pembebasan di negeri-negeri sekitar menuju Perancis. Perancis Selatan dengan mudah dibebaskan. Kota Carcassone, Nimes, Bordeaux, Lyon, Poitou, Tours, dan sebagainya jatuh. Walaupun sangat kuat, pasukan Islam masih memberikan toleransi kepada suku Goth dan Navaro di daerah sebelah barat yang berupa pegunungan. Islam telah menerangi Spanyol.

Karena sikap para penguasa Islam yang begitu baik dan rendah hati, banyak orang-orang Spanyol yang kemudian dengan tulus dan ikhlas memeluk Islam. Muslim Spanyol bukan saja beragama Islam, namun sungguh-sungguh mempraktikkan kehidupan secara Islami. Tidak saja membaca Al-Qur’an, namun bertingkah-laku berdasarkan Al-Qur’an. Mereka selalu berkata tidak untuk musik, bir, pergaulan bebas, dan segala hal yang dilarang Islam. Keadaan tenteram seperti itu berlangsung hampir enam abad lamanya.

Selama itu pula kaum kafir yang masih ada di sekeliling Spanyol tanpa kenal lelah terus berupaya membersihkan Islam dari Spanyol, namun selalu gagal. Maka dikirimlah sejumlah mata-mata untuk mempelajari kelemahan umat Islam Spanyol.

Akhirnya mereka menemukan cara untuk menaklukkan Islam, yakni dengan pertama-tama melemahkan iman mereka melalui jalan serangan pemikiran dan budaya. Maka mulailah secara diam-diam mereka mengirimkan alkohol dan rokok secara gratis ke dalam wilayah Spanyol. Musik diperdengarkan untuk membujuk kaum mudanya agar lebih suka bernyanyi dan menari daripada membaca Al Qur’an. Mereka juga mengirimkan sejumlah ulama palsu untuk meniup-niupkan perpecahan ke dalam tubuh umat Islam Spanyol. Lama-kelamaan upaya ini membuahkan hasil.

Akhirnya Spanyol jatuh dan bisa dikuasai pasukan salib. Penyerangan oleh pasukan salib benar-benar dilakukan dengan kejam tanpa mengenal peri kemanusiaan. Tidak hanya pasukan Islam yang dibantai, tetapi juga penduduk sipil, wanita, anak-anak kecil, orang-orang tua. Satu-persatu daerah di Spanyol jatuh.

Granada adalah daerah terakhir yang ditaklukkan. Penduduk-penduduk Islam di Spanyol (juga disebut orang Moor) terpaksa berlindung di dalam rumah untuk menyelamatkan diri. Tentara-tentara salib terus mengejar mereka. Ketika jalan-jalan sudah sepi, tinggal menyisakan ribuan mayat yang bergelimpangan bermandikan genangan darah, tentara salib mengetahui bahwa banyak muslim Granada yang masih bersembunyi di rumah-rumah. Dengan lantang tentara salib itu meneriakkan pengumuman, bahwa para Muslim Granada bisa keluar dari rumah dengan aman dan diperbolehkan berlayar keluar Spanyol dengan membawa barang-barang keperluan mereka.

Orang-orang Islam masih curiga dengan tawaran ini. Namun beberapa dari orang Muslim diperbolehkan melihat sendiri kapal-kapal penumpang yang sudah dipersiapkan di pelabuhan. Setelah benar-benar melihat ada kapal yang sudah disediakan, mereka pun segera bersiap untuk meninggalkan Granada dan berlayar meninggalkan Spanyol.

Keesokan harinya, ribuan penduduk muslim Granada keluar dari rumah-rumah mereka dengan membawa seluruh barang-barang keperluan, beriringan berjalan menuju ke pelabuhan. Beberapa orang Islam yang tidak mempercayai pasukan salib, memilih bertahan dan terus bersembunyi di rumah-rumah mereka. Setelah ribuan umat Islam Spanyol berkumpul di pelabuhan, dengan cepat tentara salib menggeledah rumah-rumah yang telah ditinggalkan penghuninya. Lidah api terlihat menjilat-jilat angkasa ketika mereka membakari rumah-rumah tersebut bersama dengan orang-orang Islam yang masih bertahan di dalamnya.

Sedang ribuan umat Islam yang tertahan di pelabuhan, hanya bisa terpana ketika tentara salib juga membakari kapal-kapal yang dikatakan akan mengangkut mereka keluar dari Spanyol. Kapal-kapal itu dengan cepat tenggelam. Ribuan umat Islam tidak bisa berbuat apa-apa karena sama sekali tidak bersenjata. Mereka juga kebanyakan terdiri dari para perempuan dengan anak-anaknya yang masih kecil-kecil. Sedang para tentara salib telah mengepung mereka dengan pedang terhunus.

Dengan satu teriakan dari pemimpinnya, ribuan tentara salib segera membantai umat Islam Spanyol tanpa rasa belas kasihan. Jerit tangis dan takbir membahana. Seluruh Muslim Spanyol di pelabuhan itu habis dibunuh dengan kejam. Darah menggenang di mana-mana. Laut yang biru telah berubah menjadi merah kehitam-hitaman.

Tragedi ini bertepatan dengan tanggal 1 April. Inilah yang kemudian diperingati oleh dunia kristen setiap tanggal 1 April sebagai April Mop (The April’s Fool Day). Pada tanggal 1 April, orang-orang diperbolehkan menipu dan berbohong kepada orang lain. Bagi umat kristiani, April Mop merupakan hari kemenangan atas dibunuhnya ribuan umat Islam Spanyol oleh tentara salib lewat cara-cara penipuan. Sebab itulah, mereka merayakan April Mop dengan cara melegalkan penipuan dan kebohongan walau dibungkus dengan dalih sekedar hiburan atau keisengan belaka.

Bagi umat Islam, April Mop tentu merupakan tragedi yang sangat menyedihkan. Hari di mana ribuan saudara-saudaranya se-iman disembelih dan dibantai oleh tentara salib di Granada, Spanyol. Sebab itu, adalah sangat tidak pantas juga ada orang Islam yang ikut-ikutan merayakan tradisi ini. Siapapun orang Islam yang turut merayakan April Mop, maka ia sesungguhnya tengah merayakan ulang tahun pembunuhan massal ribuan saudara-saudaranya di Granada, Spanyol, 5 abad silam.

Jadi, perhatikan sekeliling Anda, anak Anda, atau Anda sendiri, mungkin terkena bungkus jahil April Mop tanpa kita sadari.

(http://www.eramuslim.com/berita/tahukah-anda/april-mop-hari-dimana-umat-islam dibantai.htm#.UVhVYhdTBCE)

Mencetak Anak Bermental Juara

Setiap kita pasti punya keinginan dan harapan untuk meraih sukses dalam bidang apapun yang kita geluti. Akan tetapi tidak semua orang bisa mempertahankan keinginan itu sampai ia bisa meraih apa yang ia impikan. Kadangkala karena kegagalan dan rintangan yang dialami semangat yang tadinya menggebu kemudian lambat laun melemah dan akhirnya semangatnya padam. Tidak mudah membangkitkan kembali semangat yang sudah melemah, apalagi kalau semangat itu sudah hilang. Ini masalah mental yang terbentuk oleh lingkungan dan yang muncul dari dalam diri sendiri. Bermental juara tanpa perlu menjadi ambisius bukanlah sesuatu yang bisa gampang dipetik. Ada proses sosialisasi dan pembiasaan yang perlu dilakukan, terutama bila diterapkan sejak masa kanak-kanak.

Menjadi juara seringkali identik dengan keikutsertaan seseorang dalam sebuah perlombaan atau kejuaraan tertentu. Padahal maknanya tidak sesempit itu. Seorang anak yang mempu menyelesaikan suatu pekerjaan yang semestinya ia lakukan adalah juga seorang juara. Ini seringkali tidak disadari oleh sebagian orang, baik orang tua maupun anak-anak. Apalagi kalau hal ini dikaitkan dengan istilah bermental juara. Tentu tidak selalu dikaitkan dengan suatu event tertentu, hal ini lebih kepada sikap, semangat dan motivasi meraih yang terbaik. 

Jika orangtua sudah menyadari hal ini, maka hal selanjutnya adalah membentuk mental juara pada anak. Membentuk mental juara yang dimaksud adalah bagaimana orangtua membantu anak-anak untuk menang dalam setiap langkahnya. Menang dalam kepercayaan dirinya, dan mampu menghargai sekecil apapun prestasi yang diraih dan dimiliki. Dengan begitu, ia juga akan belajar untuk menghargai orang lain.

Dra.Puji Lestari Prianto,M.Psi, dosen Psikologi Pendidikan dari Fakultas Psikologi Universitas Indonesia menyebutkan bahwa membentuk mental juara juga berarti menempa anak supaya lebih tangguh menghadapi segala tantangan dan menjadi anak yang mandiri.

Menurut Puji, banyak manfaat yang dapat diperoleh dari pembentukan mental juara pada anak. Antara lain anak menjadi siap, tidak bergantung pada orang lain, percaya diri, tidak cepat putus asa, serta menjadi sosok pribadi yang terbiasa untuk memecahkan masalah (problem solver).

Salah satu cara untuk melatih mental juara pada anak adalah dengan memberikan tanggung jawab untuk menyelesaikan atau mengerjakan sesuatu. Orang tua tidak harus sealalu membantu atau memberikan apapun  yang diinginkan anak. Orang tua harus tahu kapan ia harus membantu anak, kapan ia harus melepasnya untuk menyelesaikan tanggung jawabnya. Dengan demikian orangtua dapat membentuk anak menjadi tangguh. Selain itu orang tua juga perlu menanamkan motivasi dari dalam diri anak sendiri, sehingga anak tidak selalu harus disuruh dan ditentukan oleh lingkungannya, dalam melakukan segala sesuatu.

Orangtua kerap menyalahartikan konsep membentuk mental juara dengan menuntut anak untuk selalu menjadi juara. Sepanjang saya menjadi wali kelas di sekolah dimana saya mengajar, di kelas yang saya pimpin hal ini kerap terjadi. Ada beberapa orang tua yang memang cenderung memaksa agar anaknya selalu menjadi juara dengan menarget anak agar selalu meraih nilai sempurna 100. Kalau saja anaknya meraih nilai kurang dari itu ia akan memarahinya habis-habisan dan menghukum dengan sanksi yang tidak seharusnya diberikan. Positifnya memang anak akan berusaha menjadi yang terbaik, akan tetapi sisi negatifnya adalah anak menjadi begitu paranoid, tertekan, dan kalau sudah stress anak akan cenderung mencari jawaban dengan cara apapun. Bisa dengan mencontek atau apapun asalkan ia tidak dimarahi oleh orang tuanya.

Sayang sekali memang, seringkali orang tua lebih termotivasi memiliki pride atau prestise saat anak memenangkan sesuatu, sehingga yang dikejar adalah hasilnya, bukan prosesnya. Inilah yang menciptakan anak ambisius, di mana anak hanya akan berorientasi pada pencapaian hasil. Berbeda dengan anak yang memahami proses maka akan tercipta aspirasi di dalam dirinya. Ia akan lebih memaknai apa yang ia pelajari dan menikmati prosesnya dengan baik tanpa harus terbebani karena yang terpenting ia sudah melakukan usaha dengan sebaik mungkin, soal hasil itu lebih kepada akibat dari upaya yang dilakukan.

Dengan demikian, aspirasi sifatnya lebih jangka panjang daripada ambisi.”Pada anak yang ambisius, anak akan sangat keras berusaha mencapai sesuatu akan tetapi dilain pihak anak akan cepat puas dan bangga apa yang diperolehnya dan berhenti hanya sampai di situ,” terang Ayu. Oleh sebab itu, ajarlah anak untuk lebih menghargai proses daripada hasil.

Hal senada juga diungkapkan oleh Puji, yang penting bukanlah menjadi juaranya, tetapi bagaimana usaha anak untuk mencapainya.” Anak tidak harus selalu menjadi juaranya, tetapi bagaimana usaha anak itu untuk mencapainya.”Anak tidak harus selalu menjadi juara, tetapi menjadi lebih baik dari yang ia lakukan selama ini. Ia bisa lebih percaya diri, siap menghadapi berbagai tantangan,” paparnya.

Puji menambahkan, menghadapi kekalahan pun merupakan salah satu membentuk mental juara. Dalam hidup, seseorang tidak selalu menghadapi keberhasilan tetapi juga dalam saat-saat tertentu menghadapi kegagalan atau ketidakmulusan.”Dengan adanya hal-hal seperti ini, justru anak belajar bahwa diperlukan usaha untuk mengatasi sesuatu,”katanya.


Latih Mental Juara Sejak Dini

Mental juara dapat dibentuk dan dilatih orangtua sejak kecil, terutama begitu anak mulai berinteraksi dengan dunia sekitarnya. Menurut teori Erickson, tahun-tahun pertama merupakan tahun pembentukan dasar kepribadiannya kelak, dan dalam hal ini lingkungan sosial amat berpengaruh.

Awal kehidupan anak ditandai dengan adanya trust dan mistrust. Trust atau rasa percaya menunjukkan adanya perasaan kenyamanan fisik dan sedikit rasa takut. Trust dimasa kanak-kanak membentuk harapan dalam kehidupan bahwa dunia ini merupakan tempat yang nyaman.

Dalam membentuk mental juara dan memotivasi anak haruslah mementingkan kenyamanan dan kebahagiaan anak, dengan cara-cara yang fun, jangan sampai anak merasa terpaksa dan tidak enjoy terhadap apa yang dilakukannya.

Selanjutnya pada usia 1-3 tahun ditandai dengan autonomy dan shame and doubt. Pada masa ini anak mulai menemukan dan mengembangkan tingkah lakunya. Jika anak diberi kesempatan untuk mencoba maka akan muncul autonomy, tetapi kalau anak banyak diarahkan, dilarang atau “jangan ini jangan itu” maka akan menjadi anak yang pemalu dan ragu-ragu. Pada usia ini cukup ideal untuk melepas anak memecahkan masalahnya sendiri, yang merupakan salah satu cara membentuk mental juara.

Sementara pada masa anak-anak awal yaitu usia 3-5 tahun ditandai dengan initiative dan guilt. Masa ini muncul di usia prasekolah, dimana kehidupan sosial anak sudah lebih berkembang. “saat anak mulai aktif, banyak perilaku perlu dikembangkan agar anak bisa mengatasi atau beradapatasi dengan lingkungannya.

Anak belajar untuk bertanggung jawab atas berbagai hal, menjaga milik mereka. Berkembangnya rasa tanggung jawab akan menanamkan rasa inisiatif pada diri anak. Sebaliknya akan muncul anak yang memiliki rasa bersalah dan cemas dikarenakan tidak memiliki rasa tanggung jawab dan tidak diberi kesempatan untuk mandiri. Dengan adanya pengalaman dari lingkungan yang menjadikan anak memiliki rasa percaya pada dunianya, mandiri dan penuh inisiatif, diharapkan membuat anak akan lebih siap mengahdapi dunianya. Hal-hal inilah yang merupakan esensi dari mental juara.

Hal Yang Perlu Diwaspadai

Dalam membentuk mental juara serta memotivasi anak ada beberapa hal yang penting diwaspadai. Anak menjadi juara bisa membuat anak lebih percaya diri, inilah dampak positifnya. Yang perlu dijaga adalah bila suatu saat anak ini sudah tidak menjadi juara lagi. Anak yang selalu atau sangat sering menjadi juara kerap menjadi lebih down ketika mengalami kegagalan. Terlebih lagi jika orang-orang di sekitarnya bersifat menyalahkan, anak bisa merasa tidak berharga dan tidak dicintai lagi karena sudah gagal. Hal semacam inilah yang baisanya terjadi apabila orangtua dan lingkungan anak yang lebih mengutamakan hasil daripada proses. Akibatnya self –esteem atau penghargaan diri anak menjadi relatif rendah.

Hal lain yang perlu diwaspadai adalah munculnya sifat angkuh atau sombong pada anak yang sering menjadi juara atau pemenang.”Sejak awal anak mengikuti suatu kompetisi tertentu, dia harus disiapkan untuk menang maupun kalah. Pujian maupun evaluasi hendaknya diberikan secara proporsional. Sekecil apapun achievement anak perlu dihargai. Di sisi lain apa yang menjadi kelemahan atau kekurangannya perlu dievaluasi, dicari solusinya. Dengan demikian anak tidak sombong, tetapi juga masih mau berusaha untuk lebih baik di kesempatan yang akan datang.

Yang juga perlu diperhatikan dalam membentuk mental juara ialah menghindarkan anak dari sikap individualis. Seyogyanya anak bermental juara justru mampun beresonansi dengan lingkungn sekitarnya. Anak yang menghargai dirinya sendiri berdasarkan proses, biasanya juga akan menghargai orang lain. Anak perlu diajarkan untuk menyadari siapa dirinya dan bisa menjelaskan bagaimana hubungannya dengan orang lain. Dengan memahami siapa dirinya, maka ia akan tahu perannya: apa yang ia miliki, apa yang ia bisa dan apa yang ia akan lakukan. Bila ini sudah tercapai, anak akan bisa mandiri tanpa melupakan hakikatnya sebagai mahkluk sosial.

Catatan penting bagi setiap orangtua adalah bahwa mental juara dapat dibentuk atau dilatih oleh siapapun, termasuk dari orangtua yang pernah gagal atau tidak terlalu sukses.Yang perlu diingat adalah bagaimana orangtua menghadapi kegagalan itu sendiri, apakah orangtua merupakan orangtua yang optimis atau frustasi dan pencemas. Jika orangtua yang kurang berhasil tetap ia memilki kepribadian yang positif dan memiliki motivasi dan keinginan untuk mengembangkan anaknya dalam lingkungan yang sehat, tidak ada paksaan, diharapkan anak bisa tangguh menghadapi tantangan.

Setiap anak mampu menjadi juara! Hal ini harus disadari oleh setiap orangtua. Tapi juara juga tidak dicetak dengan mudahnya, butuh usaha dan proses. 

Ada beberapa nilai penting dari konsep Mestakung yang diungkapkan oleh Prof Yohanes Surya, Ph.D, yang akan dapat menginspirasi Anda para orangtua yang hendak membentuk mental juara pada anak:

1. Mestakung terjadi dimana-mana

Tugas prakarya Amir harus dikumpulkan besok pagi. Awalnya Amir begitu stress karena belum    mengerjakan apa-apa. Diapun mulai bekerja dan bekerja, seluruh sel-sel tubuhnya mulai dari kaki, tangan hingga otak bekerja bersama-sama. Bahkan ayah, ibu, kakak dan adiknya tergerak untuk membantu. Akhirnya pekerjaan Amir pun selesai. Mestakungpun terjadi dalam hal sehari-hari seperti ini.

2. Mestakung terjadi ketika kita mau melangkah

Tantangan dan hambatan akan senantiasa hadir dalam setiap langkah kehidupan. Mestakung terjadi bila kita tidak takut untuk terus melangkah, bahkan sampai melakukan pengorbanan jika perlu. Mestakung berawal dari niat dan kegigihan.

3. Mestakung dalam otak melahirkan kreatifitas

Salah satu ciri mental juara adalah pioneer (perintis) yang memiliki kreativitas tinggi.

4. Mestakung butuh waktu dan kesabaran

5. Mestakung merupakan proses yang tidak didapatkan dalam sekejap.

Tidak ada kamus menyerah dalam mestakung
Bermental juara berarti siap untuk terus berusaha dan melakukan lebih baik.

6. Mestakung pantang bicara ”tidak mungkin”. Segala sesuatu adalah mungkin asal kita berupaya.

7. Mestakung dimulai dari mimpi

Impian dan cita-cita merupakan titik awal sebuah proses pencapaian.

8. Mestakung butuh fokus

Seperti halnya anak-anak dalam tim olimpiade fisika yang berhasil menjadi juara dunia, ajar anak untuk memiliki fokus dalam hidupnya. Dengan demikian proses pencapaian yang dijalaninya memiliki tujuan-tujuan yang jelas.

9. Mestakung tidak mengenal kata gagal

Kekalahan hanyalah kemenangan yang tertunda. Terus yakinkan anak bahwa dia selalu dapat berbuat lebih baik dari waktu ke waktu.

10. Mestakung menghasilkan sukses yang luar biasa

Dari proses panjang yang telah dilewati pada akhirnya aka nada hasil yang dicapai.
Bermimpilah setinggi-tingginya dan raihlah itu
Biarkan anak mempunyai impian dan cita-cita, serta bantulah dia untuk mewujudkannya.
Kritis, Langkah dan Tekun
Kunci Mestakung adalah kritis, Langkah dan Tekun. Saat anak menghadapi masa kritis, misalnya saat ujian atau sedang bertanding, dampingi anak untuk terus melangkah dengan tekun.
(Diadaptasi dari : http://www.ibudanbalita.com/pojokcerdas/membangun-mental-juara-pada-anak/195)

Selasa, 26 Maret 2013

PERBEDAAN ANTARA PEMIMPIN DENGAN PIMPINAN

Semua orang pada dasarnya di lahirkan sebagai pemimpin, meskipun tidak menjadi pemimpin bagi orang lain, kita akan tetap menjadi pemimpin bagi diri kita sendiri. Bahkan Rasulullah SAW jauh-jauh hari sudah mengingatkan kita lewat sabdanya :


Hadis riwayat Ibnu Umar ra.: Dari Nabi saw. bahwa beliau bersabda: Ketahuilah! Masing-masing kamu adalah pemimpin, dan masing-masing kamu akan dimintai pertanggungjawaban terhadap apa yang dipimpin. Seorang raja yang memimpin rakyat adalah pemimpin, dan ia akan dimintai pertanggungjawaban terhadap yang dipimpinnya. Seorang suami adalah pemimpin anggota keluarganya, dan ia akan dimintai pertanggungjawaban terhadap mereka. Seorang istri juga pemimpin bagi rumah tangga serta anak suaminya, dan ia akan dimintai pertanggungjawaban terhadap yang dipimpinnya. Seorang budak juga pemimpin atas harta tuannya, dan ia akan dimintai pertanggungjawaban terhadap apa yang dipimpinnya. Ingatlah! Masing-masing kamu adalah pemimpin dan masing-masing kamu akan dimintai pertanggungjawaban atas apa yang dipimpinnya. (Shahih Muslim No.3408)

Pemimpin dan pimpinan dewasa ini selalu dianggap sama oleh sebagian orang, bahkan dalam berbagai kesempatan kesalahan itu selalu diucapkan berulang kali. Hal ini tentu karena kurangnya pemahaman merekan akan arti dari Pimpinan atau Pemimpin itu sendiri, oleh karena itu kita harus memahami apa perbedaan antara seorang pemimpin dengan pimpinan atau yang biasa di kenal dengan sebutan PIMPINAN.

Berikut adalah perbedaan antara Pemimpin dengan Pimpinan :
   1.    Seorang PIMPINAN kebanyakan Otoriter sedangkan PEMIMPIN Demokratis,
      2.   Seorang PIMPINAN melihat masalah sebagai musibah yang akan menghancurkan perusahaan. Seorang PEMIMPIN melihat masalah sebagai kesempatan yang dapat diatasi staff yang bersatu padu, dan berubah menjadi pertumbuhan,
      3.    Seorang PEMIMPIN bisa mengayomi, duduk sama rendah Dan berdiri sama tinggi dengan siapapun, orang akan segan pada pemimpinnya sedangkan seorang PIMPINAN hanya akan menjadi JENDRAL bukan Bapak,


  1. Seorang PIMPINAN menyetir dan Seorang PEMIMPIN memimpin,
  2. Seorang PIMPINAN menyalahkan. Seorang PEMIMPIN menyelesaikan masalah dan memperbaiki kesalahan,
  3. Seorang PIMPINAN menguasai 10% tenaga kerja bermasalah.Seorang PEMIMPIN menguasai 90% tenaga kerja yang kooperatif,
  4. Seorang PIMPINAN menyebabkan dendam bertumbuh.Seorang PEMIMPIN memupuk antusiasme yang bertumbuh,
  5. Seorang PIMPINAN menyebabkan pekerjaan menjemukan. Seorang PEMIMPIN menyebabkan pekerjaan menyenangkan/menarik,
  6. Seorang PIMPINAN menciptakan rasa takut dalam diri anak buahnya sedangkan Seorang PEMIMPIN membangun kepercayaan,
  7. Seorang PIMPINAN mengatakan “saya”. Seorang PEMIMPIN mengatakan “kita”,
  8. Seorang PIMPINAN tahu bagaimana pekerjaan harus dilakukan.Seorang PEMIMPIN tahu bagaimana suatu karier harus ditempa,
  9. Seorang PIMPINAN mengandalkan kekuasaan.Seorang PEMIMPIN mengandalkan kerjasama.
Dari penjelasan di atas kita sudah dapat memahami apa perbedaan antara seorang PIMPINAN dengan seorang PEMIMPIN. Kita sebagai "pemimpin" pada tiap-tiap bagian yang menjadi tanggung jawab kita semestinya bisa memilah dan memilih mana hal-hal baik yang bisa kita lakukan dan mana hal tidak baik yang harus kita jauhi bahkan kita tinggalkan.

Segala hal yang kita lakukan harus kita kembalikan sebagai bagian dari pengabdian kita kepada Allah SWT, sehingga tidak ada satu sikap pun yang kita lakukan yang keluar dari ketentuan yang seharusnya kita taati. Seorang pemimpin yang lurus senantiasa mengarahkan hidupnya sesuai dengan kehendak Sang Pencipta. Maka sekeras apapun halangan, rintangan dan godaan yang dihadapinya ia akan tetap di jalan kebenaran sebagai pemimpin yang mencintai dan dicintai yang dipimpinnya.

Senin, 25 Maret 2013

Diagram Ishikawa: Teknik Mengambil Keputusan dengan Mengenali Akar Permasalahan

Diagram Ishikawa sering juga disebut sebagai diagram “sebab-akibat” atau diagram “tulang ikan”. Diagram ini adalah sebuah alat grafis yang digunakan untuk mengeksplorasi dan menampilkan pendapat tentang komponen inti suatu kondisi di dalam organisasi. Diagram ini juga dapat menyusuri sumber-sumber penyebab atas suatu masalah. Orang yang pertama kali mengenalkannya adalah Kaoru Ishikawa, seorang penemu alat-alat permesinan di tahun 1960-an. Walau terbilang lama, teknik ini masih banyak digunakan oleh para pengambil keputusan hingga hari ini karena kesederhanaan dan kepraktisannya.

Fungsi utama dari diagram Ishikawa adalah untuk mendapatkan beberapa sumber kunci yang memberikan kontribusi paling signifikan terhadap masalah yang sedang diperiksa. Sumber-sumber ini kemudian dipilih untuk proses perbaikan. Diagram ini juga menggambarkan hubungan antara berbagai faktor yang mungkin memengaruhi satu dengan lainnya.

Gambar di bawah adalah model diagram Ishikawa yang sederhana. Seperti diinformasikan di awal, diagram ini sering juga disebut dengan beberapa nama seperti diagram Ishikawa, diagram Cause-and-Effect, diagram Fishbone, dan Root Cause Analysis.

Konsep ini memberikan acuan penyebab utama (tulang besar) yang bersumber dari “4M”, yaitu: “materials”, “machines”, “manpower”, dan “methods”. Walau dalam pengembangannya, kita bebas melakukan modifikasi sesuai dengan masalah yang dihadapi. Barulah dari penyebab utama tadi kita pecah lagi menjadi poin-poin spesifik (tulang kecil).

Kuncinya adalah mendapatkan 3–6 kategori utama yang mencakup hal-hal yang berpengaruh paling besar. Jika pemimpin ingin mendapatkan informasi dan ide-ide tambahan, umumnya mereka melakukan brainstorming bersama tim yang berhubungan langsung dengan permasalahan yang ingin dipecahkan. Ide-ide besar diletakkan di “tulang besar” sedangkan ide spesifik diletakkan pada “tulang kecil”. Semakin detail sebuah ide melihat sebuah permasalahan maka akan semakin baik. Kedalaman maksimum “tulang” ini biasanya berkisar empat atau lima tingkat. Ketika gambar sudah lengkap dengan merujuk pada semua kemungkinan, proses penggambaran diagram ini bisa dianggap selesai.

Diagram “Cause-and-Effect” ini dapat digunakan oleh individu ataupun tim. Jika diterapkan kepada tim kerja, awalnya dimulai oleh pemimpin yang menggambarkan permasalahan utama yang akan dibahas, lalu meminta bantuan tim kerja untuk menentukan penyebab utama satu per satu dengan menggambarkannya di papan tulis dalam bentuk tulang besar maupun kecil. Tim ikut terlibat dengan mengajukan beberapa pertanyaan relevan dan signifikan, sambil terus mengeksplorasi semua kemungkinan sampai dirasa seluruh gambar telah terisi cukup untuk melihat secara menyeluruh dari semua sumbernya. Setelah gambar dianggap lengkap, seluruh tim ikut terlibat untuk menemukan kemungkinan dari akar penyebab masalah utama tersebut.

Diagram Ishikawa sangat bermanfaat bagi organisasi yang telah menerapkan knowledge management. Cukup dengan mengumpulkan ide-ide kelompok dalam suatu cara yang sistematis sudah bisa memfasilitasi pemahaman dan menemukan diagnosis dari sebuah masalah yang dihadapi sebuah organisasi.

Cara Menerapkan Diagram Ishikawa
  1. Tuliskan sebuah masalah utama yang ingin diteliti ke dalam kotak paling kanan.
  2. Seluruh anggota tim diajak untuk mengemukakan dan menemukan semua sumber permasalahan yang nyata maupun berpotensi muncul.
  3. Temukan penyebab-penyebab utama untuk dimasukkan ke dalam “tulang besar” yang akan dipasangkan ke dalam diagram. Seperti contoh di atas, “tulang besar” yang umum digunakan adalah “materials”, “machines”, “manpower”, dan “methods”. Hal ini sekali lagi tidaklah berlaku mutlak, silakan disesuaikan dengan masalah yang ada.
  4. Bentuklah beberapa kelompok diskusi yang jumlahnya sesuai dengan jumlah penyebab utama yang ditemukan pada proses sebelumnya, karena nantinya setiap kelompok akan menyelidiki lebih detail tiap penyebab utama tersebut. Idealnya, kelompok ini dibentuk sesuai bidang yang berhubungan dengan penyebab utama tersebut. Contohnya, untuk penyebab yang bersumber dari “mesin”, hendaknya dikupas oleh kelompok yang anggotanya berasal dari divisi produksi ataupun maintenance.
  5. Tiap-tiap kelompok mulai mencari faktor-faktor yang menjadi penyebab dari masalah utama dalam bagiannya, dan nantinya akan diletakkan sebagai “tulang kecil”.
  6. Hal yang perlu diperhatikan dalam diskusi ini adalah setiap variabel yang ditemukan haruslah spesifik, terukur, dan dapat dikendalikan.
  7. Pada akhirnya tiap kelompok mempresentasikan kepada keseluruhan tim atas hal-hal yang mereka dapatkan dalam diskusi, dan setiap temuan mereka dimasukkan ke dalam gambar besar dari semua kelompok sehingga terciptalah diagram Ishikawa yang utuh.
Hambatan-hambatan yang mungkin muncul dari pemimpin maupun anggota tim adalah:
  • tidak memiliki sikap terbuka sehingga tidak mampu melihat permasalahan secara utuh atau menyangkal adanya masalah dan tidak bisa menerima ide-ide baru;
  • takut salah dan takut dianggap tidak kompeten sehingga enggan untuk mengemukakan pendapat;
  • terlalu emosional dan berpikir subjektif sehingga tidak mampu melihat secara objektif atas sebuah masalah;
  • terlalu kaku dan serius selama proses pemecahan masalah, hal ini dapat menghambat ide-ide “di luar kotak” dan kreativitas muncul;
  • terlalu mengejar penyebab masalah yang bersumber dari faktor eksternal sehingga meletakkan tanggung jawab pada orang lain maupun situasi di luar diri maupun di luar tim kerja. Kondisi tersebut sangat tidak produktif, sehingga selama proses ini tidak banyak solusi yang dapat dilahirkan darinya.
Kunci dalam Menerapkan Diagram Ishikawa:
  • belajarlah untuk membedakan antara penyebab dan gejala. Fokuskan energi dalam mencari penyebab, jangan terjebak dengan jawaban-jawaban yang berupa gejala;
  • ide yang dimiliki jangan hanya disimpan di benak pemimpin dan anggota saja, tuangkan ke dalam diagram karena hal ini berpeluang memicu ide dan masukan dari anggota lainnya;
  • diagram yang telah digambarkan utuh jangan takut untuk di-review (dilihat kembali) dan di-refresh (diperbarui) jika sudah tidak relevan;
  • beri perhatian khusus pada penyebab yang muncul berulang kali;
  • review tiap kategori penyebab utama. Prioritaskan pembenahan pada penyebab yang paling signifikan terlebih dahulu;
  • uji kemungkinan penyebab yang paling signifikan tadi dengan data dan fakta pendukung lainnya.
Selamat mencoba, karena hasil akhir yang berkualitas dimulai dengan implementasi berkualitas (quality implementation/QI). (Kevin Wu)