Tampilkan postingan dengan label Kepemimpinan. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Kepemimpinan. Tampilkan semua postingan

Minggu, 26 Januari 2014

Pemimpin yang Dicinta dan Didamba

Kita sudah sering menyaksikan fenomena perubahan drastis seseorang yang tadinya begitu supel tapi tiba-tiba berubah setelah menjadi pimpinan dari suatu lembaga. Ia menjadi tertutup, kaku, dan bahkan kadang-kadang menakutkan bagi anak buahnya. Seorang teman pernah berpesan kepada saya,"Pak Amir, kalau seandainya suatu saat nanti jadi pimpinan jangan sampai berubah sikap ya." Begitu katanya. Karena menurut pengalaman dia banyak orang yang awalnya sangat dekat dengan orang lain tapi berubah setelah mempunyai posisi penting.

Sejatinya, menjadi pemimpin bukanlah alasan bagi kita untuk menjauh dari bawahan kita. Pemimpin adalah harapan bagi yang dipimpin. Pemimpin adalah penyambung lidah bagi mereka. Alih-alih semakin jauh justru seharusnya semakin dekat, semakin intens mendengarkan keluh kesah mereka. Sering kali yang awalnya disukai tiba-tiba menjadi orang yang sangat dibenci. Apa yang menyebabkan hal itu? Sungguh alasannya sangat simpel sebenarnya. Karena ia memposisikan dirinya sebagai orang yang harus dihormati dan dimuliakan. Itulah ego diri yang akan merusak citra dirinya di mata bawahan dan orang-orang sekitarnya. 

Sebagai pemimpin harusnya kita melepaskan keegoan diri kita. Kita harus siap menjadi tempat curhat, kita juga harus siap dikritik, siap dikompalin, siap untuk mengayomi, bahkan kita harus siap dicaci maki. Kita jangan lagi berpikir untuk kepentingan diri sendiri. Kita milik mereka, kita milik bawahan, bahkan kita seharusnya menempatkan diri sebagai pelayan mereka, bukan sebagai bos. Lucunya, saya menemukan ada sebagian pimpinan kita yang merasa bahwa ia didzalimi bawahannya saat mereka dikritik atau kebijakannya diabaikan dan titahnya tidak dituruti. Padahal, bagaimanapun tuntutan adalah sebuah keniscayaan. Tinggal bagaimana kita menempatkannya, apakah kita jadikan sebagai masukan dan bahan introspeksi diri ataukah sebagai serangan. 

Untuk menjadi pemimpin yang didamba dan dicinta sebenarnya sangat simpel. Tempatkan diri kita seolah-olah berada dalam posisi mereka. Apa yang mereka inginkan? Atau, kita ingat-ingat, apa yang kita inginkan saat dulu kita berada di posisi mereka? Setelah itu kita inventarisir, susun dalam skala prioritas, tempatkan yang terbaik di atas disusul yang baik, yang biasa, yang kurang baik, sampai yang tidak baik untuk dilaksanakan. Laksanakan yang sangat mungkin untuk kita laksanakan. Libatkan bawahan untuk memutuskan suatu kebijakan yang bersentuhan langsung dengan mereka. Tidak hanya itu, kita juga harus terus mendengar keinginan dan keluh kesah mereka. Karena biasanya semua berkembang sesuai dengan keadaan dan kemajuan zaman. Seorang pemimpin harus terus mengikuti perkembangan dan perubahan yang terjadi. Berpikir lebih rasional dan tidak emosional.

Di samping itu, seorang pemimpin juga harus bisa mengambil hati bawahan dan customer-nya. Dalam konteks sekolah, misalnya, pemimpin harus pandai memberikan senyuman dan pujian kepada bawahan yang punya prestasi tertentu. Bersikap arif dan bijak dalam menyikapi bawahan yang melanggar norma. Jangan buru-buru mengambil kesimpulan sendiri tanpa ada konfirmasi. Kaitannya dengan orang tua atau customer sekolah, berikan mereka pelayanan yang mengesankan lebih dari yang mereka perkirakan (exellent customer service). Tampung usul dan saran mereka dan gunakan usulan itu kalau dirasa baik. Cari potensi orang tua siswa yang bisa dijadikan sebagai narasumber pada salah satu kegiatan sekolah. Dari mulai yang kerja kasar sampai yang pekerjaannya dalam posisi yang lebih "tinggi", kita jadikan mereka sumber belajar anak, sehingga mereka akan sangat merasa memiliki terhadap lembaga yang kita pimpin. 

Jangan lupa, sering-seringlah berbaur bersama bawahan dan stakeholders kita. Jangan takut menjadi hilang pengaruh dan wibawa. Justru itu adalah sarana yang baik untuk mendengar masukan yang lebih jujur dari mereka. Kita harus menyadari bahwa seringkali dalam situasi yang formal masukan yang datang kepada kita seringkali terhambat oleh keformalan itu dan menjadikan bawahan atau unsur lainnya menjadi tidak jujur. Ada rasa ketakutan kalau-kalau dengan pendapat yang nyeleneh  atau sedikit pedas mereka akan mendapatkan akibat buruk atau sanksi baik secara resmi dari lembaga atau sanksi psikologis dari pimpinannya. Bisa dicemberutin, atau tidak ditegur sapa.

Intinya, jadilah pemimpin yang berbuat, berucap dan berprilaku jujur baik terhadap diri sendiri maupun orang lain. Jangan dibuat-buat atau terlalu formil dalam menjalankan tugas kepemimpinan kita. Jadikan suasana yang senyaman mungkin untuk semuanya. Insya Allah semua akan betah dan percaya pada lembaga yang kita pimpin. Wallahu a'lam. 

Kamis, 19 Desember 2013

Pemimpin Anti Kritik



Apakah ada orang yang tidak pernah salah? Rasanya tidak ada. Setiap kita punya salah dan pernah berbuat salah. Hanya saja ada orang yang menyadari kesalahannya ada orang yang salah tapi tidak merasa salah serta tidak mau memperbaiki kesalahannya. Sabda Rasulullah SAW.,"Setiap anak Adam (manusia) pernah berbuat salah, dan sebaik-baiknya orang yang berbuat salah adalah orang-orang yang mau bertaubat." 

Taubat dalam konteks ini meliputi menyesali kesalahan, memohon ampun, berniat untuk tidak mengulangi kesalahan, memohon maaf kepada orang yang pernah disakiti, dan yang terpenting bagaimana ia bisa berbuat lebih baik dari apa yang dilakukannya saat ini. Dan, salah satu ciri orang yang mau taubat dalam konteks lembaga adalah seorang pemimpin yang mau menerima kritik dari bawahan atau pihak lain dan mau mengubah kebijakannya andai ia salah atau kurang memenuhi rasa keadilan bawahannya. Ia tidak segan mengakui kesalahannya dan mencoba memperbaikinya.

Sejatinya, kritik merupakan inti dari demokrasi. Kehadirannya tidak boleh dinafikan begitu saja karena ia menjadi pengingat yang secara alamiah memberikan keseimbangan. Sepahit apa pun kritikan, ia tetaplah obat yang tidak saja berjasa secara cepat menunjukkan kekeliruan, tetapi sekaligus secara cepat pula menuntun kita menemukan arah yang benar. Jadi kritik sejatinya bukanlah musuh yang layak dijauhi. Karena sesungguhnya, dia lah kawan sejati.

Kritik adalah cara yang baik untuk mengetahui kekurangan kita. Oleh karena itu, keberadaan pihak yang mengkritik harusnya disyukuri bukan malah dimusuhi atau dijauhi. Jangan merasa dipojokkan karena kritik, karena ia adalah obat penyembuh yang manjur bagi kita. Maka, pahamilah kritik secara benar. Seorang kepala sekolah di Malang, misalnya, tidak sampai perlu mengeluarkan dua siswanya hanya karena orang tua dua bocah itu tidak sependapat dengan metode belajar mengajar yang diterapkan sekolah tersebut. Juga seorang Pritha Mulyasari, tidak seharusnya menjalani proses hukum yang rumit, dituduh mencemarkan nama baik sebuah rumah sakit, hanya karena mengkritik layanan rumah sakit itu yang buruk.

Seorang pemimpin yang anti terhadap kritik, biasanya adalah pemimpin yang anti terhadap perubahan. Ia tidak mau belajar dan berkembang. Apa yang menurutnya benar harus diikuti dan tidak boleh ada orang yang membantahnya. Padahal, ilmu terus berkembang, siapa tahu apa yang disampaikan oleh pihak yang mengkritik itu adalah ilmu yang memang baru dan belum diketahui oleh sang pemimpin. Inilah bukti kesombongan dari seorang pemimpin yang lambat laun akan membawanya pada kehancuran. 

Pemimpin pasti paham untuk apa jabatan itu digunakan. Inilah sedekah terbaik yang bisa dilakukannya, membuat kebijakan yang bermanfaat bagi masa depan sekolah.

Sosok pribadinya sangat mempesona. Mempesona bukan karena tak ada kesalahan yang dibuatnya. Ingat, pemimpin bukan manusia setengah dewa kata Iwan Fals. Dia tetap manusia biasa yang kerap lakukan kekeliruan. Kekeliruan itu bisa dimaafkan. Ini namanya proses belajar dan pendewasaan diri.

Jika dia mau terima kritik karena kesalahannya, lalu dia segera perbaiki diri, ini baru TOP MARKOTOP. Tapi, jika egonya tak mampu ditaklukkan, pasti hasrat serta nafsu akan selalu menjadi pemandu dalam mengambil kebijakan. Hasilnya apa? Pastilah keresahan, kegundahan dan kerusakan bagi keberlangsungan sistem lembaga atau organisasi. 

Maka, pilihlah sosok pemimpin yang mampu perankan dirinya jadi pemimpin bukan pimpinan. Cirinya sederhana saja, telisik sisi pribadinya lalu cari tahu apakah dia sosok yang rendah hati. Karena St. Augustine pernah berujar, “Anda ingin naik? Mulailah dengan turun. Anda ingin membangun menara tinggi menjulang? Mulailah dengan menanam fondasinya, yaitu kerendahan hati”. Sangatlah tepat apa yang disabdakan Nabi Muhammad SAW., "Barangsiapa yang rendah hati maka Allah akan meninggikan derajatnya, dan barangsiapa yang tinggi hati (sombong) maka Allah akan merendahkan derajatnya." 

Maka, bagi siapapun para pemimpin yang sombong dan tidak mau menerima kritik, sadarlah dan berhati-hatilah, kalau Anda sekalian tidak mau merubah sikap, bersiap-siaplah untuk sebuah kehancuran. Dan bagi kita para bawahan, teruslah untuk mengingatkan, jangan pernah bosan untuk sebuah kebaikan. Karena hancurnya lembaga karena pemimpin yang angkuh, sombong, mau menang sendiri, dan tidak amanah, setidaknya akan membawa imbas yang besar bagi kita yang berada si sekitarnya.

Wallahu a'lam...:)

Selasa, 17 Desember 2013

Sifat Kepemimpinan menurut Patih Gajah Mada

Patih Gajah Mada sebagai ahli strategi pada zaman Majapahit menggariskan sifat-sifat kepemimpinan yang disebut Panca Dasa, yaitu sebagai berikut.

1. Wijnana, artinya sifat bijaksana, yaitu pemimpin hendaknya bersikap bijaksana, penuh hikmah, dan tekun. Berikut ini adalah beberapa tips agar kita menjadi pemimpin yang bijaksana.
  • Membuat keputusan
  • Bersahabat dan terbuka
  • Tekankan mengapa harus anda yang jadi pemimpin
  • Menerima dan memberikan umpan balik
  • Berpikirlah positif
  • Bersyukur dan apresiatif
  • Mendengarkan
  • Memimpin dengan memberi contoh
2. Manri Wira, artinya sebagai pembela negara sejati, karena benar dan setia pada negara. Dalam konteks lembaga yang lebih kecil seperti lembaga pendidikan tentu seorang pemimpin harus membela lembaganya. Ketika lembaga ada yang salah ia harus berusaha memperbaikinya, dan ketika baik dan benar bagaimana ia akan terus mempertahankan dan meningkatkannya menjadi lebih baik.

3. Wicaksana Naya, artinya bijaksana dalam berpolitik, yaitu kemampuan menganalisis politik dan memutuskan. Kemampuan menganalisis situasi dan kondisi yang berhubungan dengan sikap orang dan suasana hubungan antara satu orang dengan yang lainnya menjadi sangat penting untuk membuat sebuah kebijakan dan mengambil keputusan. Apalagi yang berhubungan dengan keberlangsungan sebuah lembaga.

4. Matanggwang, artinya mendapat kepercayaan dari bawah, yaitu pemimpin harus mendapat kepercayaan yang tinggi dari anak buahnya/bawahan. Pemimpin yang tidak disukai cenderung membuat bawahannya tertekan dan pada saatnya ia akan menjadi bom waktu yang akan meledak. Bisa dengan gelombang protes yang besar ataupun dengan gelombang resign massal.

5. Satya Bakti Haprabha, artinya loyal pada atasan, yaitu taat dan setia serta berbakti kepada pemimpin di atasnya. Maka, pemimpin yang levelnya lebih rendah mutlak harus tahu dan paham tentang kebijakan atasannya. Sehingga mereka bisa bersatu membangun lembag menjadi lebih baik. Kalau sudah begitu loyalitas menjadi hal yang otomatis muncul dari pemimpin level bawah.

6. Wakjnana, artinya pandai berpidato dan berdiplomasi, yaitu memiliki seni dan kemahiran berkata-kata, berdiplomasi, dan komunikasi. Tentu harus dihindari kata-kata yang bombastis tapi hanya bualan dan janji-janji palsu. Berbicaralah dengan kata-kata yang memotivasi yang muncul dari hati, sehingga bisa menambah semangat kerja bawahan dan suntikan energi yang luar biasa. Pemimpin yang pandai berkomunikasi akan bisa merangkul semua pihak dengan mudah.

7. Sajjawopasana, artinya tidak sombong, yaitu ramah dan suka memberi maaf. Seorang pemimpin yang sombong tidak akan mau belajar. Ia merasa bahwa dirinyalah yang paling hebat, dan paling pintar sedangkan yang lain ada di bawah dia. Pemimpin semacam ini juga akan cenderung meremehkan orang lain dan tidak mau menerima saran dan kritik. Lebih dari itu, kalau orang lain atau bawahan berbuat salah ia sangat susah memaafkan.

8. Dhirattsaha, artinya rajin dan kreatif, yaitu rajin dan kreatif serta berinisiatif ke arah perbaikan dan kesejahteraan masyarakat. Pemimpin tidak hanya harus bisa bekerja sesuai tugasnya, tapi ia juga harus kreatif dan punya inisiatif untuk mengembangkan lembaganya. Karena pemimpin yang tidak kreatif dan tidak punya inisiatif biasanya hanya melanjutkan tradisi pemimpin sebelumnya tanpa mau berubah atau berkembang. Sikap ini berbahaya untuk keberlangsungan organisasi/lembaga ke depannya. Kenapa? Karena zaman terus berkembang, dan lembaga yang tidak mau berubah akan ketinggalan dan ditinggalkan.

9. Disyacitta, artinya jujur dan terbuka, dan dapat meyakini pendapat serta pikiran orang lain. Seorang pemimpin harus punya sifat siddiq, jujur dalam berucap dan bertindak. Jangan bertindak hanya untuk menunjukkan kehebatan dan kemampuan semata. Selain itu, pemimpin juga harus terbuka dan transparan sehingga tidak ada kecurigaan dari bawahannya.

10. Tan Lalana, artinya gembira dan periang. Seorang pemimpin jangan mudah mengeluh apalagi berputus asa, marah ataupun bersedih dengan apapun yang terjadi di lembaganya. Ia harus berusaha untuk bersikap gembira dan riang serta menikmati apa yang ia kerjakan dan menjadikan pelajaran apa yang ia alami, baik ataupun buruk. Gembira dan riang akan menular kepada bawahan dan orang-orang yang ada di sekitarnya. Maka hal itu akan membawa semua stackholders menjadi lebih efektif dan bekerja lebih nyaman dengan hasil yang maksimal.

11. Tan Satrisna, artinya tidak egois, yaitu tidak mementingkan diri sendiri. Seseorang yang egois tidaklah pantas menjadi pemimpin. Karena pada hakikatnya kepemimpinan adalah kebersamaan. Dan keberadaannya dalam organisasi atau sebuah lembaga adalah untuk mengkoordinasikan semua potensi yang ada menjadi satu kekuatan yang padu. Apa jadinya sebuah lembaga kalau pemimpinnya hanya memikirkan diri sendiri.

12. Masihi Samastha Bhuwana, artinya penyayang dan cinta alam, yaitu bersifat penyayang dan cinta pada seluruh alam atau lingkungan hidup. Sifat penyayang akan menjadikan pemimpin mempunyai perasaan yang sensitif dan empati terhadap bawahannya. Di samping itu lingkungan sekitar yang akan menjadi pendukung keberhasilan sebuah lembaga tidak akan luput dari perhatiannya.

13. Ginang Prasidina, artinya tekun menegakkan kebenaran untuk menjaga kewibawaan negara/pemerintah. Tentu dalam konteks ini bagaimana ia bisa menjaga kewibawaan lembaga dan kepercayaan pihak luar agar tetap percaya pada lembaga yang dipimpinnya.

14. Sumantri, artinya sebagai abdi negara yang baik, yaitu mewujudkan sifat dan sikap sebagai abdi negara yang baik.Ini pun tentu bisa dipahami dalam konteks lembaga yang lebih kecil.

15. Anayakan Musuh, artinya mampu membinasakan musuh, yaitu seorang pemimpin harus sanggup membinasakan musuh negara dan masyarakat. Ini agak sedikit seram ya... Tapi, nanti dulu. Poin ini harus dipahami sesuai konteksnya. Membinasakan musuh di sini maksudnya bagaimana seorang pemimpin harus sanggup menghadapi semua rintangan dan tantangan yang mengancam keberlangsungan lembaga tersebut dengan cara yang elegan dan baik tentunya.

Senin, 16 Desember 2013

Kepemimpinan Hasta Brata

Dalam kitab Mahabarata diceritakan sewaktu Sri Rama menobatkan Wibisana menjadi Raja Alengka, ia memberikan ajaran Hasta Brata, yaitu delapan petunjuk untuk seorang raja (pemimpin) yang baik. Seorang pemimpin harus memiliki delapan watak, yaitu sebagai berikut:

1. Bumi

Bumi berwatak kuat, adil, dan tidak membeda-bedakan. Bumi tidak pernah mengeluh dari perbuatan siapa pun terhadapnya. Segala yang ditanam di bumi akan tumbuh. Jagung ditanam akan tumbuh pohon jagung. Kacang ditanam akan tumbuh kacang. Padi ditanam akan tumbuh padi. Seorang pemimpin tidak patut mengeluh atas apapun yang diperbuat orang lain kepadanya. Saran, kritik, masukan, bahkan cacian dan makian pun harus diterima dengan lapang dada dan dijadikan bahan renungan dan pengalaman.

2. Banyu (Air)

Air senantiasa mengalir ke bawah dan merata. Air merupakan sumber penghidupan manusia. Seorang pemimpin harus mau bergaul dengan masyarakat bawahnya, harus berani turun ke bawah. Pemimpin jangan hanya duduk saja di menara gading tanpa mengetahui kedaan bawahan yang sesungguhnya. Jangan hanya menunggu laporan saja, apalagi kalau laporannya ABS (asal bapak senang) yang cenderung menutupi hal-hal buruk yang ditrmukan di lapangan.

3. Geni (Api)

Api, apabila kecil menjadi teman dan dibutuhkan oleh semua manusia, tetapi apabila besar akan melalap segala yang tidak sesuai dengan norma kehidupan tanpa memandang kepada siapa pun. Pemimpin harus tegas dan berani menjatuhkan hukuman kepada para pelanggar hukum, siapapun orangnya. Jangan memilih-milih orang dalam menegakkan peraturan. Tidak boleh karena dengan keluarga sendiri kemudian hukum menjadi tumpul dan tak bertaring. Padahal seperti apa yang disampaikan oleh Nabi Muhammad SAW., sesungguhnya hancurnya umat-umat terdahulu dikarenakan sikap memilih ini. Mereka menegakkan hukum kepada yang lemah tapi tidak melakukannya kepada orang-orang yang kaya dan kuat.

4. Angin

Angin berwatak menyejukkan hati umat manusia dan segala kehidupan. Seorang pemimpin harus mempunyai watak angin, yaitu menentramkan dan menyejukkan hati dan perasaan dari yang dipimpinnya. Janganlah seorang pemimpin malah kerjanya membuat bawahannya tertekan, tersiksa, dan tidak nyaman. Pemimpin yang baik itu kata-katanya jadi solusi dan tindakannya jadi teladan.

5. Surya (Matahari)

Matahari memberikan kehidupan dan kekuatan seluruh isi alam semesta. Oleh karena itu, seorang pemimpin harus mampu mengisi semangat rakyatnya untuk berjuang dan bekerja keras guna mencapai cita-cita bersama. Seorang pemimpin adalah inisiator dan motivator buat bawahannya agar mereka mau berjuang bersama untuk kepentingan bersama.

6. Candra (Bulan) 

Bulan memberikan penerangan dalam kegelapan. Di malam hari semesta menjadi terang karena sinar bulan. Layaknya bulan, seorang pemimpin harus mampu memberikan solusi atas gelapnya permasalahan yang dihadapi bawahannya.

7. Kartika (Bintang)

Bintang memberikan petunjuk bagi umat manusia. Bintang dapat menunjukkan arah, musim/waktu, dan sebagainya. Seorang pemimpin juga harus dapat dijadikan patokan bagi rakyat. Dengan demikian, rakyat akan memiliki pegangan dan petunjuk arah yang tidak berubah. Jadi pemimpin harus punya pendirian, jangan plin plan.

8. Samodra (Lautan)

Samudera itu luas. Mampu dan mau menampung apa saja yang masuk ke dalamnya. Seorang pemimpin harus dapat menampung pendapat siapapun baik anak buahnya atau bukan. Berpengetahuan dan berpandangan luas. Tidak cepat marah dan senang memberi maaf kepada anak buahnya yang salah. Tidak pilih kasih dan selalu ramah kepada siapa saja.

Wallahu a'lam...:)

Kamis, 12 Desember 2013

Kunci Sukses Kaderisasi ala Rasulullah SAW.



"Sesungguhnya telah ada pada diri Rasulullah itu suri tauladan yang baik bagimu; yaitu bagi orang yang mengharapkan (rahmat) Allah dan Hari Kemudian dan yang banyak ingat kepada Allah." (QS. Al-Ahzab : 21)
*******
Proses kaderisasi merupakan hal yang sangat penting dalam sebuah lembaga pendidikan. Kaderisasi mempunyai fungsi produksi dan regenerasi. Proses kaderisasi dalam sebuah lembaga pendidikan akan memproduksi dan mencetak kader yang baik pula. Secara kualitas dan kuantitas mempunyai kekuatan yang dapat mewujudkan visi dan misi lembaga tersebut. Karena pengkaderan tidak hanya berkaitan dengan perekrutan personil SDM saja tapi di samping itu perlu ada konsepan dalam pola pembinaan guru-guru dan karyawan sehingga menjadi SDM yang siap diberi amanah dimanapun. Proses kaderisasi di sebuah lembaga pendidikan harus mampu membentuk pemikiran, kepribadian, dan perilaku kepemimpinan yang diharapkan.

Proses kaderisasi merupakan tugas mulia yang tidak mudah dan bukan suatu persoalan yang sederhana. Maka dibutuhkan kinerja bersama untuk mewujudkan regenerasi tangguh itu dengan berbagai pihak yang ada di dalam lembaga pendidikan tersebut dan dibutuhkan mekanisme yang baik dalam rangka mencetak output kader yang diharapkan yakni mempunyai komitmen yang kuat terhadap kemajuan lembaga.

Rasulullah Muhammad saw merupakan contoh pemimpin luar biasa yang sangat layak kita contoh sistem kaderisasinya. Melalui tangan dinginnya pengaruh Islam menyebar ke seluruh pelosok dunia hanya dalam tempo 23 tahun sejak kerasulannya. Kader-kadernya banyak mencatatkan tinta emas dalam sejarah kehidupan manusia. Misalnya, Umar bin Khattab ketika menjadi khalifah pengaruh Islam semakin kuat dengan banyaknya daerah kekuasaan Islam saat itu. Banyak daerah yang dikuasai seperti kekuasaan Kekaisaran Byzantium dan Persia yang meliputi Palestina, Suriah, Iran, dan Turki.

Kaderisasi menurut islam diartikan sebagai usaha mempersiapkan calon-calon pemimpin hari esok yang tangguh dalam mempertahankan dan mengembangkan identitas khairu ummah, umat terbaik. Ini sesuai dengan seruan Allah dalam Al-Qur’an.

“Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya ahli kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik.” (Q.S. Ali Imran : 110)

Berikut ini adalah beberapa kunci sukses kaderisasi yang dilakukan Rasulullah SAW.:
  1. Proses kaderisasi membutuhkan keteladanan. Seperti yang dicontohkan Rasulullah, yaitu dengan melakukan apa yang ia katakan. Sehingga kadernya menjadi taat dan melaksanakan apa yang beliau serukan tanpa adanya paksaan apalagi kemarahan. Allah swt juga telah mengingatkan kunci kaderisasi yang sukses dalam Al-Qur’an. “Wahai orang-orang yang beriman, kenapakah kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu kerjakan? Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan.” (Q.S. Ash-Shaff : 2-3)
  2. Selanjutnya Rasulullah dalam melakukan kaderisasi selalu teratur dan terencana. Contoh diatas sudah cukup membuktikan bahwa kaderisasi yang beliau bangun selalu terencana dengan sangat baik. Allah swt memberi kunci kaderisasi selanjutnya dalam Al-Qur’an. “Sesungguhnya Allah menyukai orang yang berperang dijalan-Nya dalam barisan yang teratur seakan-akan mereka seperti suatu bangunan yang tersusun kokoh."(Q.S. Ash-Shaff : 4)
  3. Pengkaderan adalah sebagai ruh dari organisasi dan menjadi sarana regenarasi. Disinilah dibutuhkan ilmu manajemen organisasi, hal ini penting untuk menjaga agar kaderisasi tetap berlangsung. Jika manajemen organisasinya lumpuh maka hampir dapat dipastikan kaderisasinya juga akan lumpuh.
  4. Setelah kita melakukan apa yang kita katakan lalu direncanakan dengan rapi maka selanjutnya peran pemimpinlah yang menentukan. Kaderisasi yang sukses tidak lepas dari peran pemimpin yang menjalankan tugas dengan baik. Itulah beberapa kiat yang Rasulullah lakukan dalam melakukan kaderisasi hingga meluasnya Islam di seluruh dunia.
Jadi, jika kita integrasikan sistem kaderisasi sebuah lembaga pendidikan dengan sistem kaderisasi Rasulullah maka kaderisasi akan terus berjalan dan berkembang. Selanjutnya bila kaderisasi Rasulullah ini dibawa dan diterapkan dalam masyarakat maka akan tercipta masyarakat madani. Karena kita tidak akan kehabisan stok orang-orang hebat, terlatih, ter-tarbiyah dan terkader dengan baik.