Senin, 30 April 2012

Menggagas Pembentukan Bidang LITBANG SD Islam At Taqwa (Belajar dari Litbang SMAN 14 Semarang)


Bidang Penelitian dan Pengembangan (Litbang) dalam dunia perusahaan bukanlah hal yang baru. Dalam rangka mengembangkan programnya perusahaan menggunakan Bidang Litbang ini sebagai tangannya. Di dunia pendidikan mungkin ini merupakan benda baru yang belum begitu familiar. Tapi, saya rasa adanya bidang litbang ini sangat penting untuk jadi bahan pertimbangan untuk diterapkan di sekolah. Karena sebuah sekolah yang baik akan senantiasa improv untuk melakukan sesuatu yang baru dan lebih baik. Sebagai orang yang berkecimpung di dunia pendidikan jangan sampai kita menjadi orang yang jumud, orang yang tidak mau menerima perubahan. Jangan pernah kita merasa nyaman dengan kondisi yang ada sementara orang/pihak lembaga lain sudah bersiap dengan segudang rencana perubahan dan perbaikan. Kalau ini tetap dipertahankan yakinlah bebrapa tahun ke depan lembaga kita akan gulung tikar. Sahabat harus tahu, kenapa dinosaurus tidak bisa bertahan sampai saat ini? Jawabannya adalah karena ia tidak bisa mengikuti perubahan atau tidak luwes. Luwes tidak berarti plin plan, yang dimaksud luwes di sini adalah kita yang bisa melihat hal positif dalam setiap perubahan yang ada dan siap untuk menerapkannya selama itu sesuai dengan prinsip yang ada.

Bidang Litbang ini, menurut saya nantinya akan punya peranan yang sangat penting dalam rangka melihat setiap potensi yang ada di lembaga kita untuk kemudian dikembangkan dan diberdayakan. Sehingga kita akan tampil menjadi lembaga yang tidak hanya eksis tapi juga menjadi lembaga yang unggul dan sesuao dengan kebutuhan masyarakat. 

Berikut ini saya menyajikan bahan usulan untuk lembaga kami dan mungkin juga lembaga di mana sahabat saat ini mengabdikan diri. Rancangannya saya adopsi dari Program Litbang SMAN 14 Semarang, yang saya lihat bisa juga relevan dengan lembaga di mana kita saat ini bertugas.

PROGRAM LITBANG SD ISLAM AT TAQWA PAMULANG

Guna menghadapi persaingan bebas di era globalisasi, SD Islam At Taqwa Pamulang sebagai satuan pendidikan senantiasa berusaha agar menjadi sekolah yang berkualitas. Tujuan menjadikan SD Islam At Taqwa Pamulang menjadi sekolah yang berkualitas adalah agar memiliki lulusan yang dapat bersaing baik dalam hal kompetensi akademik maupun dalam hal keterampilan hidup. Salah satu indikator sekolah berkualitas adalah terpenuhinya standar nasional pendidikan seperti yang tertuang dalam PP No. 19 Tahun 2005. Dalam upaya membentuk sekolah yang berkualitas maka SD Islam At Taqwa Pamulang (harusnya) membentuk tim khusus yaitu Litbang.

A.  Tujuan Pembentukan LITBANG SD Islam At Taqwa Pamulang
Tujuan pembentukan LITBANG antara lain:

  1. Mendayagunakan Badan Penelitian dan Pengembangan sebagai pusat penelitian dan pengembangan serta pusat informasi.
  2. Mendayagunakan seluruh hasil rekomendasi kegiatan penelitian dan pengembangan agar dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dan masukan dalam proses pengambilan kebijakan Kepala Sekolah.
  3. Mengembangkan dan meningkatkan kualitas sumberdaya manusia dalam perkembangan metode
    pembelajaran terbaru.
  4. Menciptakan iklim dan budaya menulis dengan berbagai macam kajian baik pada tingkat pemula maupun lanjutan.
  5. Mendorong kreativitas, inovasi dan produktivitas guru dalam mengelola pembelajaran sehingga sesuai dengan tujuan pendidikan yang diharapkan.
  6. Meningkatkan fungsi Litbang sebagai pengendali program sekolah sehingga sasaran kegiatan dapat efektif dan efisien.

B.  Dasar Hukum Pembentukan Litbang SD Islam At Taqwa Pamulang

  1. UU No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
  2. PP No. 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan 
  3. Peraturan Mendiknas No. 22 Tahun 2005 tentang Standar Isi
  4. Peraturan Mendiknas Nomor 19 Tahun 2007 tentang Standar Pengelolaan Pendidikan oleh Satuan
    Pendidikan.

C. Tugas Litbang SD Islam At Taqwa Pamulang
Litbang SD Islam At Taqwa Pamulang memiliki tugas antara lain:

  1. Melakukan penelitian dan pengembangan dalam bentuk analisis, perencanaan, dan evaluasi program  peningkatan mutu SD Islam At Taqwa Pamulang.
  2. Melakukan penelitian dan pengembangan inovasi teknologi pembelajaran dan memberikan rekomendasi  kebijakan peningkatan SD Islam At Taqwa Pamulang dalam bentuk pelatihan ICT.
  3. Melakukan penelitian dan pengembangan kinerja SD Islam At Taqwa Pamulang menuju sekolah yang berkualitas dan unggul dalam berbagai bidang akademik dan non akademik. 
  4. Melakukan penelitian dan pengembangan terhadap program unggulan lokal dan global yang menjadi ciri  khas SD Islam At Taqwa Pamulang. 
  5.   Membentuk dan melaksanakan rintisan program unggulan berupa kelas model.   

D. Organisasi
Litbang SD Islam At Taqwa Pamulang merupakan salah satu unit kerja di SD Islam At Taqwa Pamulang yang bertanggung jawab langsung kepada Kepala Sekolah. Tim Litbang terdiri dari seorang ketua, sekretaris dan anggota.
Litbang SD Islam At Taqwa Pamulang memiliki tugas pokok menyelenggarakan penelitian dan pengembangan program sekolah serta inovasi pembelajaran dalam rangka memberikan alternatif saran kebijakan kepada kepala sekolah. Melakukan kajian program percepatan menuju sekolah yang berkualitas baik dalam bidang akademik maupun non akademik.

E.   Visi Litbang SD Islam At Taqwa Pamulang
Mewujudkan SD Islam At Taqwa Pamulang menjadi sekolah yang berkualitas, mampu mencetak peserta didik yang memiliki kompetensi global berakhlak mulia dengan karakter   yang berakar budaya luhur bangsa Indonesia.

F.   Misi Litbang SD Islam At Taqwa Pamulang

  1. Menghasilkan usulan program sekolah melalui penelitian dan pengembangan program.
  2. Meningkatkan rata-rata NUM ujian akhir minimal 75.
  3.  Terselenggaranya kelas model sebagai pilot projek pengembangan kelas-kelas unggul yang lain.
  4. Meningkatkan kelulusan Ujian menjadi 100 %.
  5. Tahun 2014 SD Islam At Taqwa Pamulang masuk lima besar peringkat sekolah di kota Tangerang  Selatan.
  6. Melakukan penelitian keunggulan lokal dan global.

G.  Program Kerja

  1. Program Penelitian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM) SD Islam At Taqwa Pamulang  baik guru maupun karyawan. 
  2. Program Penelitian dan Pengembangan kualitas program. 
  3. Program Penelitian dan Pengembangan Sosial, Ekonomi, budaya dan nilai tambah SD Islam At Taqwa  Pamulang yang memiliki ciri khusus baik global maupun lokal. 
  4. Program Pengkajian dan Percepatan Diseminasi Inovasi Pembelajaran berbasis ICT. 
  5. Program Pengembangan Kelembagaan dan Komunikasi Hasil Litbang. 
  6. Program penelitian dan pengembangan kelas model.   

Wallahu a'lam....:-)

Minggu, 29 April 2012

Mempertanyakan Kredibilitas Pembuat LKS

Lembar Kerja Siswa (LKS) saat ini sedang menjadi sorotan. Betapa tidak LKS yang beredar saat ini terindikasi bermasalah. Yang pertama kali ditemukan adalah LKS Bang Maman, maksudnya di dalam LKS ini terselip cerita tentang Bang Maman yang punya isteri simpanan. LKS ini dinilai bermasalah karena seolah mengajarkan kepada anak untuk berperilaku seperti Bang Maman yang punya isteri simpanan atau isteri gelap. Hal ini tentu tidak sesuai dengan nilai karakter yang hendak diajarkan dan didengungkan akhir-akhir ini. Belum reda permasalahan LKS "Bang Maman", tiba-tiba muncul lagi LKS yang berideologi komunis seperti yang terjadi di Sukabumi, Tangerang dan Sukoharjo.


Tentu hal ini membuat kita miris, apalagi sebagai orang tua dan pendidik. Saya mengira apa yang terjadi sekarang ini ibarat fenomena gunung es. Yang ditemukan memang baru sedikit, tapi saya yakin masih banyak lagi LKS bermasalah yang belum terungkap. Saat ini memang banyak orang yang mencoba-coba sambil menyelam minum air, menggunting dalam lipatan, mengambil keuntungan dengan menghancurkan orang lain. Apalagi yang akan dihancurkan ini adalah generasi penerus bangsa ini. Akan dibawa kemana Indonesia kita tercinta ini kalau generasinya sudah dikerdilkan? Bahkan sampai LKS saja yang notabene adalah media pembelajaran anak disisipi dengan racun-racun bagi kehidupan anak-anak kita. Nah, kalau sudah begini, yang dipertanyakan, siapa yang harus bertanggung jawab atas semua ini? Apakah Pemerintah, dalam hal ini Mendikbud dan jajarannya? Penerbit yang mengambil untung dari pembuatan LKS ini? Ataukah pihak sekolah yang kurang selektif dalam memilihkan buku buat anak?

Bagi saya, semua punya tanggung jawab moral atas kejadian ini. Pemerintah seharusnya mengontrol sarana atau media apapun yang akan masuk di lembaga-lembaga pendidikan. Penerbit juga harus benar-benar menyeleksi tim yang akan bekerja sebagai pembuat buku-buku pelajaran termasuk LKS. Dan hendaknya ada komunikasi atau memilih editor yang handal salah satunya dari pihak Dinas Pendidikan. Demikian juga dengan pihak sekolah, sebelum mereka memilih penerbit mana yang akan dijadikan mitra untuk penyediaan buku-buku ajar sebaiknya mereka menyeleksi dengan ketat dengan melibatkan guru-guru pelajaran terkait. Bukan hanya harga yang harus dijadikan bahan pertimbangan, akan tetapi harus dilihat juga kontennya. Cocok atau tidak. Bagus atau tidak. Sesuai kurikulum atau tidak. Sesuai dengan karakter yang diharapkan atau tidak. Dan seterusnya.  Semua harus saling berkomunikasi dan bekerja sama demi kebaikan anak-anak kita sebagai generasi yang akan memegang tampuk kekuasaan di negeri ini beberapa tahun yang akan datang.

Saya secara pribadi sudah sering mengkritisi keberadaan LKS yang selama ini beredar. Berbagai macam ketidaksesuaian dan kekeliruan seringkali muncul dalam sebuah LKS dalam berbagai tingkatan pendidikan hampir sama. Saya jadi sering mempertanyakan kredibilitas pembuat LKS ini. Saya khawatir kalau ternyata pembuatan LKS ini kurang mempertimbangkan kemampuan si pembuat LKS tersebut. Saya mengira kalau pembuatan LKS ini kayaknya hanya dijadikan sebagai proyek semata. Yang dibuat hanya mengejar target penyelesaian tanpa memperhatikan konten dan kualitas yang memenuhi syarat. 

Beberapa kekurangan LKS yang selama ini sering saya lihat sepanjang pengamatan saya adalah: 1) Banyak terjadi kesalahan baik dalam penulisan maupun isi. Dalam hal ini saya mempertanyakan, di mana peran editor yang menjadi gerbang terakhir dan terpenting dalam sebuah penerbitan. Atau jangan-jangan memang tidak ada editornya. 2) Seringkali tidak matching antara materi yang ada dengan soal yang diberikan. Semestinya setiap materi yang dibuat dan soal yang dikeluarkan harusnya punya sinkronisasi secara substansi. Kalaupun sedikit berbeda atau tidak secara eksplisit disebutkan dalam materi itu harus yang sifatnya pengembangan bukan subsatansi. 3) Banyak soal yang dibuat secara berulang-ulang bahkan dalam satu bagian yang sama dengan soal yang sama. Dalam hal ini mungkin perlu dipertimbangkan untuk membuat kisi-kisi dalam setiap pembuatan soal yang ada, walaupun tidak harus secara keseluruhan tapi paling tidak ada acuan sebagai kontrol. 4) Sepertinya pembuat LKS tidak kompeten dalam bidangnya. Ini terbukti dengan materi yang ada kadang menurut saya merupakan materi yang tidak boleh ada dalam soal karena akan memicu konflik dan perbedaan pendapat, ternyata masih dimunculkan juga. Untuk itu pihak penerbit harus benar-benar menyeleksi siapa yang akan jadi tim pembuat soal LKS sesuai bidang dan keahliannya. Selain itu, diupayakan pembuat LKS itu adalah juga guru di sekolah sesuai tingkatannya sehingga ia akan tahu sejauh mana kapasitas anak yang akan diberikan soal LKS yang dibuatnya.

Melihat fenomena ini, saran saya lebih baik bagi tiap sekolah mempertimbangkan  untuk memberdayakan gurunya membuat LKS secara mandiri. Hal ini sangat bagus, karena ianya mempunyai beberapa keuntungan, diantaranya: 1) Bisa mengasah kemampuan dan kreatifitas guru-guru di sekolah tersebut. 2) Guru-guru akan mempunyai karya dan peninggalan yang baik ketika ia sudah tidak mengajar lagi di sana. 3) Materi yang diberikan akan dapat disesuaikan dengan kemampuan dan kebutuhan anak didik karena ia tahu persis akan kemampuan mereka. 4) Kalau LKS itu bagus bisa ditawarkan kepada penerbit, dicetak dan pada akhirnya guru akan mendapat penghasilan dari royalti bukunya. Enak kan... hehehe...

Akhirnya, kembali lagi kepada tanggung jawab kita sebagai guru dan pihak lain yang mendukung keberlangsungan pendidikan generasi kita. Kita harus ingat bahwa apa yang kita lakukan sedikit banyak akan membawa pengaruh baik atau buruk terhadap masa depan anak-anak kita. Di samping itu jangan lupa bahwa apapun yang kita lakukan akan kita pertanggungjawabkan di hadapan Allah SWT. Wallahu a'lam.

Jumat, 27 April 2012

Membentuk Anak yang Hebat

Ada rasa kagum, bangga, bahkan terheran-heran "menyaksikan" perkembangan yang luar biasa dari anak saya, Ihsan Amri Muyassar. Tidak bermaksud untuk membanggakan yang berlebihan apalagi ada rasa sombong. Bagi saya ini adalah tahadduts binni'mah, ini adalah wujud rasa syukur saya kepada Allah yang dengan kuasa-Nya telah menjaga anak kami tetap berada dalam perkembangan yang baik dan "sempurna". Kami berharap anak kami akan terus dalam karakter baiknya. Berbagai kejadian dengan anak kami telah kami rasakan begitu menggembirakan.

Hmmm... dari segi keberadaan kami yang saling berjauhan tempat, rasanya agak riskan dan mungkin anggapan orang bahwa anak kami tidak akan mengenal dengan baik kepada saya sebagai ayahnya. Bahkan pernah ada orang bilang jangan-jangan nanti anaknya akan panggil saya om. Dalam kondisi seperti itu saya hanya bisa pasrah dan mengatakan bahwa anak saya adalah milik Sang Penciptanya, yaitu Allah SWT. Dialah yang Maha Kuasa untuk selalu menjaganya. Andaipun saya bersama saya tetap tidak akan bisa menjaga anak saya dengan baik tanpa kehendak dan kuasa-Nya. Dengan keyakinan yang ada dalam diri saya, alhamdulillah saya bisa menjalani semua ini dengan damai dan bahagia. Prinsip saya, kebahagiaan adalah milik setiap orang yang mendambakannya dan berusaha untuk meraihnya. Yang penting kita yakin atas kuasa Allah, selalu optimis dan senantiasa positif thinking. 



Dalam satu tahun terakhir ini, anak saya sudah mengalami perubahan secara signifikan. Dalam usianya yang belum genap 7 tahun ia sudah bisa membaca dengan lancar, bisa berhitung dengan baik, sudah membaca Al-Qur'an sebanyak 8 juz, dan mempunyai minat baca dan belajar yang tinggi. Selain itu ia pun mempunyai curiosity (rasa ingin tahu) yang juga tinggi. Bagi saya ini adalah perkembangan amazing... Lewat tulisan ini saya ingin berbagi pengalaman kepada Sahabat TRTS bagaimana saya dan istri bisa membentuk kebiasaan anak kami seperti ini.

Pertama; Sejak kecil kira-kira anak kami usia 2 tahun, kami sudah membiasakan untuk membacakan buku-buku cerita di hadapan anak kami, teruatama menjelang ia tidur. Ini ternyata mempunyai pengaruh yang luar biasa bagi anak kami. Kalau anak kami sudah suka pada suatu cerita bahkan ia akan meminta untuk dibacakan sampai berkali-kali. Sehingga ia sampai mampu mengetahui kalau buku cerita tersebut dibaca dengan salah. Dan ia mampu melanjutkan cerita yang dipotong. Pengaruhnya juga bisa dirasakan pada semakin bertambahnya rasa ingin tahu dan rasa kritisnya dalam menyikapi apapun yang ada disekitarnya. Lebih dari itu ternyata dengan banyak dibacakan buku itu anak kami bisa mempunyai kosakata yang lebih banyak dibanding anak-anak lain yang seusia dengannya. Kini ketika ia sudah bisa baca sendiri, ia bisa membaca buku-buku yang lebih banyak tanpa harus menunggu kami yang membacakannya. Dia bisa belajar sendiri dan mengerjakan tugas sekolahnya secara mandiri. Masih ada lagi nich... Ihsan juga seringkali mengungkapkan cita-cita dan impian yang tinggi sesuai dengan buku yang sudah ia baca.

Kedua; Kami membuat jadwal yang jelas buat anak kami. Kapan ia belajar pelajaran sekolah, kapan ia belajar ngaji, kapan ia istirahat, dan kapan ia nonton dan bermain kami terapkan kepada anak kami dengan disiplin. Sehingga secara otomatis ia akan tahu persis apa yang harus dilakukannya. Ini menjadikan dia bisa disiplin dan begitu menghargai waktu. Bagi kami anak harus belajar itu bukan berartia ia harus terus menerus menghadapi buku atau menulis. Yang penting adalah keseimbangan antara belajar "formil" dengan bermain. Karena memang dunianya adalah dunia bermain. Ia bisa belajar lewat permainnanya. Ia pun bisa belajar dengan melakukan pengamatan terhadap kejadian-kejadian penting di sekitarnya. Sebagai orang tua mengahadapi kondisi ini jangan kemuadian memaksa anak untuk belajar di meja tulis dengan baca dan nulis. Biarkan ia melakukan "penelitian", menyimpulkan hasilnya sendiri dan bertanya kepada kita saat ia tidak mengerti. Jangan pernah membatasi pertanyaannya apalagi sampai membentak ketika ia banyak bertanya kepada kita. Jawablah semampu kita, andai kita tidak tahu juga katakan saja dengan jujur kepada anak kita dan ajaklah ia untuk mencari tahu secara bersama-sama tentang jawaban dari pertanyaannya, bisa dengan cara mencari di toko buku atau mencarinya di internet.

Ketiga; Jangan pelit untuk memuji dan membangkitkan semangatnya. Motivasi memang dibutuhkan oleh stiap orang termasuk anak kecil. Jangan kira kalau anak kita yang kecil tidak akan mampu mencerna apa yangkita ucapkan. Mereka sangat faham dan akan memasukkan setiap kata yang kita lontarkan di memori besar bawah sadarnya. Semakin sering kita memuji dan memotivasinya maka semakin besar pula semangat dan potensi yang akan dikeluarkannya. Sebaliknya semakin kita menghinanya atau merendahkannya maka semakin rendah dirilah ia dan semakin mengkerutlah potensi besar yang dimilikinya. Penghargaan itu tidak harus selalu materi yang mahal dan perlu dibeli, sebuah ungkapan terima kasih atau pujian kecil pun akan bisa memberi rangsangan hebat untuk menjadikan ia luar biasa. Berikanlah semangat itu setiap hari, setiap kita ada kesempatan untuk melakukannya. Mintalah maaf saat kita dengan sengaja atau tidak telah membuat hatinya terluka. Peluklah ia dengan sepenuh cinta, bisikkan dan katakan bahwa kita benar-benar menyayanginya.

Akhirnya, semoga kita senantiasa menjadi orang tua yang bisa memberi apa yang anak-anak kita butuhkan  dalam mengarungi hari-harinya agar ia bisa bahagia dan membahagiakan. 

Menghadapi Ujian Nasional (UN) dengan Happy


Ujian Nasional (UN), sejak dari pertama diberlakukan sampai sekarang tidak pernah lepas dari kontroversi. Ada pihak yang mendukung terhadap pelaksanaan UN, tapi juga tidak sedikit pihak yang menghendaki  agar UN sebaiknya dihapuskan saja. Tetapi walau demikian pemerintah tetap keukeuh pada keputusan untuk melaksanakan UN sebagai salah satu standar kelulusan. Walaupun demikian kita patut bersyukur karena UN sudah bukan lagi satu-satunya standar kelulusan, tapi salah satu saja.

Saya merasa bahwa UN tetap diadakan sebenarnya tidak lebih dari sekedar "biar berasa sekolahnya". Karena mungkin bagi sebagian banyak orang tanda bahwa seorang anak sudah selesai sekolahnya, ya... kalau ia sudah menyelesaikan ujian nasional. Apakah ia sudah mencapai kompetensi yang diharapkan atau belum itu urusan nomor delapan belas. Membicarakan hal ini bagi kita bagaikan sedang mengurai benang kusut. Ini sudah seperti lingkaran setan yang tidak ada ujung pangkalnya. Makanya setiap kali saya dan teman-teman membahas keabsahan UN baik di perkuliahan atau di mana pun tidak pernah menemukan titik kepuasan, malah kadang ujung-ujungnya justru perasaan pesimis yang muncul.

Tapi, apapun keadaannya, ada atau tidak ada UN, terlepas dari polemik yang ada, sebagai orang tua maupun pendidik kita harus tetap mempersiapkan anak-anak kita untuk belajar dengan lebih baik. Sehingga nantinya ketika UN datang mereka sudah siap menghadapinya. Dan yang tidak kalah penting untuk diperhatikan, orang tua atau guru jangan memberi kesan bahwa UN itu sesuatu yang menakutkan dan menyeramkan. Karena pada dasarnya UN sama saja dengan ujian atau ulangan-ulangan yang lainnya. Seperti yang sudah biasa dilaksanakan pada waktu ulangan harian, mid semester ataupun ulangan umum semester ganjil atau genap. Karena yang membuat anak panik biasanya karena orang tua atau guru pada awalnya sudah panik duluan.

Nah, kalau begitu, bagaimana agar kita dan juga anak-anak kita tidak merasa panik dalam menghadapi ujian? Sebetulnya ini masalah habit (kebiasaan) saja. Kalau anak-anak sudah menjadikan belajar sebagai kebiasaan sehari-hari, maka pada saat ujian nanti mereka sudah siap tempur. Saya seringkali melontarkan sebuah pertanyaan kepada anak-anak,"Bagaimana caranya makan seekor sapi?" Anak-anak yang berpikir sekilas serentak menjawab,"Tidak mungkin lah Pak!!!" Saya bilang,"Anak-anak, kalian jangan berpikir kalau sapi itu dimakan sekaligus, karena itu tidak mungkin. Yang mungkin adalah, kalian potong-potong dulu menjadi kecil-kecil, setelah itu baru dimasak baru setelah itu dimakan sedikit-sedikit. Pada akhirnya akan habis juga." Begitu juga dengan mempelajari pelajaran buat ujian. Ilustrasi di atas menjadi gambaran bagaimana cara "memakan" bahan pelajaran yang begitu banyak dan bertumpuk. Caranya yaitu dengan mempelajari bahan pelajarn tersebut sedikit demi sedikit hari demi hari. Atur waktunya sedemikian rupa. Buat jadwal harian, kapan tidur, kapan bangun, kapan belajar dan kapan bermain. Kalau jadwal sudah dibuat dan dilaksanakan dengan disiplin insya Allah anak-anak akan bisa menyerap pelajaran dengan baik tanpa harus bersusah payah di akhir semester atau di akhir tahun.

Inti dari semua itu adalah bagaimana kita membangun budaya belajar dan budaya baca pada diri anak. Saya sering menyaksikan hal yang lucu dan sebuah fenomena yang terjadi pada anak-anak saat mereka mau ujian. Mereka membawa buku kemana-mana, membacanya, bahkan saat mereka upacara. Saya sering berandai-andai. Andaikan mereka membawa buku kemana-mana itu mereka lakukan setiap hari dan membacanya setiap saat, mantap kali rupanya ilmu mereka. Dan tidak perlu repot-repot belajar kala mereka mengahadapi ulangan/ujian. Saya dengar, kalau di Jepang budaya ini sudah demikian mengakar, sehingga kita bisa melihat hasilnya bagaimana Jepang saat ini bisa "menguasai" dunia.

Barangkali sebagai bukti yang bisa kita contoh, berikut saya kutip pengalaman Ryu & Yuka-chan no mama langsung dari Jepang yang ditulis dalam web/blognya yang beralamat di http://baltyra.com

Dear pembaca Baltyra,

Budaya membaca di Jepang terkenal di seantero dunia bahkan saya hingga detik ini sering melihat cukup banyak orang Jepang yang membaca (entah komik/novel/koran /majalah) di dalam kereta api listrik yang sedang melaju dengan kencang.

Pemandangan membaca di dalam kereta api listrik (bahasa Jepang : densha) adalah pemandangan yang jamak buat saya. Yang sering saya amati biasanya penumpangnya jarang mengobrol, biasanya sibuk membaca baik koran atau komik, bermain HP, ataupun mendengarkan musik. Itu yang biasa saya lihat, lumrah tidak berlebihan, namanya juga Jepang, budaya membacanya sudah mendarah daging.

Akan tetapi kalau membaca sambil berdiri itu yang luar biasa. Saya hanya membatin, " Sungguh mantap sekali manusia Jepang ini, bisa membaca sambil berdiri. Apakah tidak merasa mual, pusing atau muntah? Daya tahan tubuh yang luarbiasa ". Melihat orang Jepang membaca tanpa sedikitpun merasa terganggu konsentrasi membaca, bikin saya teringat dengan bikhu Shaolin yang sedang semedi. Kalau hanya membaca sambil berdiri kira-kira 10 menit, mungkin saya tidak terkagum-kagum seperti ini.

Kebetulan kereta api listrik (densha) yang saya tumpangi cukup jauh perjalanannya, sekitar 50-55 menit. Saat itu keadaan penuh sesak, sekitar pukul 17:00 dimana banyak pelajar atau pekerja berebut tempat didalam densha, rata-rata pun seperti saya terpaksa berdiri karena tidak memperoleh tempat duduk.

Densha ini berhenti di tiap stasiun, otomatis saya hanya sekedar mengamati keadaan penumpang, sembari berharap semoga cepat sampai di tempat tujuan. Orang Jepang yang saya amati tersebut tetap asyik masyuk membaca tanpa memperdulikan keadaan sekelilingnya. Lebih dari 5 kali stasiun masih juga tidak dapat tempat duduk, akhirnya saya pun memutuskan tetap bergelantungan alias berdiri berdesakan dengan penumpang yang lain, sembari asyik mengamati orang Jepang tersebut.



Saya amati setiap berhenti di stasiun, orang Jepang tersebut (Mr. X) tetap tidak terpengaruh dengan keadaan sekeliling, tetap asyik membaca tanpa merasa terganggu, luarbiasa. Dan yang saya lihat bukan hanya 1 manusia Jepang yang seperti ini, akan tetapi ada beberapa dalam gerbong kereta tersebut. Yang lain yang kebetulan beruntung dapat tempat duduk, tentu saja, membaca sambil duduk.

Mungkin anda heran apanya yang luar biasa dengan orang membaca? Saya yang sudah cukup lama tinggal di Jepang masih juga terheran-heran dengan budaya membaca di Jepang. Harus diakui budaya membaca orang-orang Jepang memang tinggi.

Ingat komik pasti ingat rajanya komik di dunia yaitu negara Jepang. Bahkan arti kata komik dalam bahasa Jepang yaitu Manga (baca: man-ga atau man-ng-ga) dikenal luas oleh penggemar komik Jepang diseluruh dunia. Sebut saja komik yang terkenal di dunia seperti, Naruto, Death Note, Dragon Ball, Detektif Conan, Azumanga Daioh, Area 88, Clamp no Kiseki (kelompok penulis kontroversial di Jepang-komik dewasa), Shin-chan, Uchi no sanshimai, dan masih banyak lagi. Tidak ada habis-habisnya bercerita tentang Komik di Jepang karena jumlahnya yang begitu banyak. Bagi seorang kutu buku pastilah Jepang terasa seperti " surga" buku/komik yang begitu banyak dan lengkap jumlahnya.

Salah satu toko buku yang sangat terkenal di berbagai lapisan rakyat Jepang adalah KINOKUNIYA shoten (Toko buku Kinokuniya). Tentu saja masih ada banyak toko buku di Jepang selain Kinokuniya shoten, akan tetapi Kinokuniya shoten merupakan salah satu pionir tok o buku di Jepang. Luarbiasa toko buku Kinokuniya yang telah berdiri sejak tahun 1927, koleksi bukunya sungguh lengkap, dijamin seorang kutu buku akan langsung jatuh cinta. Mulanya toko buku Kinokuniya pun hanya memiliki 1 toko buku yaitu di Shinjuku, Tokyo. Pendiri Kinokuniya shoten adalah Tanabe Moichi.

Saat ini kinokuniya shoten telah menjelma menjadi jaringan toko buku yang sangat familiar bagi rakyat Jepang. Kinokuniya shoten yang dioperasikan oleh Kinokuniya Company Ltd, saat ini telah sukses membuka 61 gerai toko buku di seluruh Jepang dan bahkan sukses pula merambah ke luarnegeri. Ada 23 gerai toko buku Kinokuniya yang berada di luarnegeri termasuk Indonesia.
Silakan buka websitenya, http://www.kinokuniya.co.jp/english/

Memang harus diakui orang Jepang sangat akrab dengan buku. Kegemaran membaca buku yang mendarah daging apalagi ditunjang dengan kemudahan dan fasilitas yang sangat mendukung hobi membaca ini. Misalnya, perpustakaan. Apalagi pemerintah dan juga Kaisar Jepang pun tergolong menyukai buku, klop sudah rakyat, pemerintah dan Kaisar pun sama-sama " gila " buku.

Saya paling terkesan saat membaca sejarah Jepang, pasca pengeboman Hiroshima-Nagasaki, tahun 1945. Jepang jelas-jelas hancur, luluh lantak, baik nyawa manusia yang terbunuh akibat jatuhnya bom atom juga harga diri sebagai bangsa yang berdaulat. Dalam kondisi yang serba hancur, Kaisar Hirohito (Kaisar Jepang saat itu) berusaha membangun kembali negaranya.

Kaisar Hirohito paham bahwa bangsanya berada di titik terendah, semangat dan harga diri sebagai bangsa telah jatuh. Walaupun Kaisar Hirohito pedih akan tetapi tidak sibuk berkutat untuk memerintahkan menghitung nyawa rakyat Jepang yang terbunuh, tentara yang gugur dalam medan peperangan atau armada perang yang tertembak musuh, dan lain-lain. TIDAK. Kaisar Hirohito paham dan sadar, yang paling penting adalah bangkit kembali dari keterpurukan dan berusaha melanjutkan hidup. Perintah Kaisar Hirohito sungguh mencengangkan " Kumpulkan jumlah guru yang masih tersisa/hidup."

Rakyat Jepang sangat mengagungkan Kaisar Jepang (bahkan hingga saat ini). Akibat perintah tersebut, rakyat Jepang sadar bahwa harus mampu bangkit dari keterpurukan. Jepang memang harus diakui sumber daya alam (SDA) sangat minim, akan tetapi untuk sumber daya manusia (SDM) boleh dibanggakan. Terbukti hampir 99 % rakyat Jepang melek huruf. Tidaklah mengherankan Jepang mampu bangkit kembali dari kehancuran di tahun 1945.

Akhir kata, moral artikel ini hanya satu, membaca dan pendidikan amatlah sangat penting. Jangan sekedar tergantung dengan sumber daya alam dalam membangun bangsa, yang terpenting justru sumber daya manusia. Dengan sumber daya manusia yang terdidik maka jalan menuju bangsa yang maju seperti Jepang akan semakin terbuka lebar. Sedangkan bila terlalu menggantungkan sumber daya alam maka hanya membuat rakyat menjadi malas, bagaimanapun sumber daya alam suatu saat akan habis. Ibarat kata, warisan sebanyak apapun akan habis, bila pewarisnya bodoh, suka berfoya-foya dan malas. Sialnya, saat tiba masa cucu-cicit hanya akan tersisa utang setumpuk gunung dan membebani hidup keturunan selanjutnya. Saya bukan bermaksud menggurui para pembaca, tetapi itulah yang cukup banyak saya lihat dalam pengalaman hidup.

Terimakasih buat semuanya yang telah membaca.

Salam hangat dari Jepang,
Ryu & Yuka-chan no mama

Mudah-mudahan pengalaman teman kita di atas dapat meningkatkan motivasi kita untuk mengembangkan budaya baca kepada keluarga kita dan anak-anak generasi masa depan kita. Sehingga bukan cuma ujian sekolah saja yang sanggup mereka hadapi, tapi juga ujian hidup dan ujian zaman yang semakin mengglobal ini. Tentunya dengan tetap dibalut nilai-nilai agama dan keyakinan yang kuat dan benar. Bukankah Agama kita lewat Al-Quran telah memerintahkan kita untuk membaca bahkan mambaca adalah perintah Allah yang paling pertama dalam wahyuNya yang pertama dalam Surah Al-'Alaq ayat 1-5.

Semoga kita semakin terpacu untuk maju dan sukses!!!






Kamis, 26 April 2012

Jangan Sok Tahu...!!!

Seorang yang dikatakan ustadz atau ustadzah semestinya tidak berbicara tentang hukum sesuatu hanya berdasarkan perasaan apalagi dengan emosi. Suatu kaidah dalam Islam menegaskan bahwa "Hukum asal dari suatu ibadah adalah haram kecuali ada dalil yang menunjukkan perintah untuk melaksanakannya." Saya sebagai orang awam miris dan juga takut kalau akhir-akhir ini ada sebagian yang dikatakan ustadz atau orang alim tapi dalam menghukumi sesuatu asal jeplak saja. Inilah barangkali kebenaran dari apa yang disabdakan oleh Rasulullah SAW.: "Sesungguhnya Allah tidak akan mencabut ilmu dengan serta merta dari seorang hamba, akan tetapi Allah mencabut ilmu dengan cara mencabut nyawa para ulama. Sehingga saat tidak tersisa lagi seorang alim pun, manusia akan menjadikan orang-orang bodoh sebagai pemimpin, kemudian para pemimpin ini memberi fatwa tanpa ilmu (yang benar). Maka jadilah mereka (sendiri) tersesat dan menyesatkan (orang lain)." Na'udzubillah...

Diakui atau tidak saat ini banyak orang yang hanya bermodalkan kemampuan berbicara saja -tanpa ilmu yang mumpuni- kemudian dipanggil ustadz, sehingga dengan pede-nya ia akan berani memberi nasihat ini dan itu dan diikuti oleh jama'ahnya. Sebenarnya kalau kemampuan ilmu yang kurang ini diiringi dengan upaya untuk belajar sih tidak apa-apa, yang mengkhawatirkan adalah sudah tidak punya ilmu ia tidak mau belajar lagi. Inilah yang punya potensi besar untuk menyesatkan umat dan membuat umat ini hancur.

Untuk itu marilah kita sama-sama tahu diri. Siapa diri kita sebenarnya? Sejauh mana ilmu yang kita miliki dan di bidang apa kita bisa berbicara? Mari kita mulai berbicara dan berbagi ilmu dengan orang lain dimulai dari ilmu yang kita kuasai sehingga diharapkan tidak ada miss dalam pembicaraan kita dan apa yang kita bicarakan bisa benar-benar dipertanggungjawabkan baik di hadapan manusia terlebih di hadapan Allah SWT.Kalaupun kita terpaksa menghadapi permasalahan yang harus dijawab dan kita tidak tahu lebih baik jawab kalau kita belum tahu tentang masalah itu dan kita akan mencoba mencari tahu kepada orang yang bisa tentang masalah yang ditanyakan. Jangan gengsi mengatakan belum tahu, toh seorang ulama besar sekaliber Imam Asy-Syafi'i saja saat ditanya dengan puluhan pertanyaan tentang beberapa hukum, sebagian besar beliau jawab tidak/belum tahu. Dan yakinlah itu tidak akan menjatuhkan kredibilitas kita. Justru di saat kita menjawab dengan sok tahu padahal kita tidak tahu, maka tanggung jawabnya akan sangat besar, karena kita akan menyesatkan banyak orang. Apalagi kalau orang yang kita kasih tahu itu memberitahu lagi orang lain secara beruntun dan terus menerus.

Sahabat... Pesan saya, kalau kita tahu suatu kebaikan beri tahulah orang lain. Jangan menyembunyikan ilmu yang kita miliki. Kalau kita tidak tahu bertanyalah kepada orang yang lebih tahu, jangan sok tahu!!! Allah SWT berpesan kepada kita: "Maka bertanyalah kepada ahl adz-dzikr (ahli ilmu- yang mumpuni di bidangnya) jika kamu tidak mengetahui."  Jangan pernah gengsi dan takut dibilang bodoh kalau memang kita benar-benar tidak tahu, katakanlah dengan jujur. Seorang ustadz atau guru bukanlah orang yang serba tahu tentang segala sesuatu, tapi ia adalah orang yang lebih banyak belajar di bidangnya dan berusaha untuk tahu lebih banyak. Kalaupun ada hal yang tidak diketahuinya wajar saja, karena kita diberi ilmu itu kan sedikit-sedikit dengan tujuan agar satu sama lain saling membantu dan berbagi ilmu. Allah SWT berfirman: "Dan tidaklah kalian diberi ilmu, kecuali hanya sedikit..." 

Wallahu a'lam...

Hasil RAKER SD Islam At-Taqwa 2012

Alhamdulillah, akhirnya kemarin kami para pendidik dan tenaga kependidikan SD Islam At-Taqwa Pamulang sudah selesai melaksanakan Rapat Kerja di Desa Jogjogan Cilember Cisarua. Banyak hal yang kami bicarakan dan kami putuskan (walaupun masih sementara) untuk kemajuan SD Islam At-Taqwa di masa yang akan datang. Kami dibagi dalam beberapa komisi yang berbeda, mulai dari Komisi Kurikulum, Komisi RKS/RKAS, Komisi Gema Muharram, Komisi Idul Qurban, Komisi Lomba dan Pentas Seni (LOPES), Komisi Study Tour, Komisi Penjadwalan, Komisi Peringatan Hari Pendidikan Nasional, Komisi Pesantren Ramadhan, dan Komisi Kebersihan. Berbagai cara teman-teman dalam menyampaikan ide dan pemikiran sesuai dengan komisi yang dipercayakan kepada mereka. Dari mulai yang serius sampai yang kocak juga ada. Tanggapan pun muncul dari berbagai komisi yang berbeda saat satu komisi selesai menyampaikan paparannya di hadapan komisi yang lain.

Memang, tidak bisa dipungkiri kalau banyak orang tentu akan banyak pemikiran yang bermunculan. Kadang juga ada rasa ketidakenakan, ada saling balas pendapat dan mungkin juga ada rasa "dendam". Tapi saya yakin semua bisa menyikapinya dengan sangat dewasa. Cukup "konflik" itu di dalam saja saat rapat, keluar dari sana semestinya sudah tidak ada perselisihan dan pertikaian lagi. Semua harus sudah clear. 


Ada beberapa hal penting yang dihasilkan baik berupa perubahan dalam sistem pembelajaran ataupun dalam pelaksanaan beberapa kegiatan. Tentu ini sebatas yang bisa saya ingat, karena saya tidak menulis semua secara lengkap. Berikut beberapa hasil raker yang menurut saya cukup mendasar.


Pertama; Dari komisi Kurikulum, mengusulkan beberapa pemikiran berupa: 1) Perubahan jam pembelajaran setiap harinya. Untuk kelas 1 dan 2 ada perubahan pada pembelajaran di hari Jum'at, yang biasanya anak kelas 1 pulang pukul 11.05, karena ada sedikit perubahan dan pengurangan jam pelajaran maka anak kelas 1 bisa pulang pada pukul 10.10. Untuk kelas 3, tidak ada perubahan yang berarti karena mereka pulang pada jam yang sama baik di hari Jum'at maupun di luar hari Jum'at. Sementara itu, untuk kelas 4-6 ada perubahan yang cukup signifikan, yang awalnya mereka pulang pada pukul 14.25, untuk tahun depan diusulkan untuk bisa pulang sama dengan kelas 3 yaitu pada pukul 13.50, sehingga guru-gurunya pun yang tadinya pulang pukul 14.45 tahun depan diusulkan bisa pulang pukul 14.15. Sementara itu, untuk kegiatan ekstra kurikuler akan dimasukkan di hari-hari Selasa, Rabu, dan Kamis ditambah Sabtu untuk ekskur Futsal dan Tae Kwon Do. Nah, karena ekskur-nya sudah dimasukkan di hari-hari biasa maka hari Jum'atnya, setelah anak-anak Jum'atan semua peserta didik dipulangkan dan waktu kosong setelah Jum'at rencananya akan digunakan oleh guru untuk acara pengajian guru, membicarakan program dan pembuatan RPP dan lain-lain kewajiban guru, tentunya diatur pembagian Jum'at perminggunya.

2) Pengurangan jam pelajaran untuk SBK dan PJOK, yang semula masing-masing 4 jam pelajaran, menjadi @ 2 jam pelajaran dengan alasan efektifitas dan keefisienan. Memang selama ini 4 jam pelajaran dirasa terlalu banyak bagi guru yang kompetensinya bukan di bidang seni dan olah raga. 3) Ada penggantian pelajaran yang tadinya pelajaran Budi Pekerti diganti dengan pelajaran Baca Tulis Al-Qur'an (BTQ). 4) Karena alasan ada tumpang tindih dalam materi pelajaran maka diusulkan untuk pelajaran Al-Qur'an-Hadits untuk diganti dengan pelajaran Aqidah-Akhlaq dengan harapan materi budi pekerti dan akhlaknya dapat Qur'an dan haditsnya sebagai landasan dari agama Islamnya juga masih tetap didapatkan. Sehingga secara substansi pelajaran kita tidak ada yang berkurang malah justru bertambah dari sisi konten dan kualitas. Insya Allah. 


Kedua; Dari komisi lainnya, tanpa dirinci per-komisi, ada beberapa yang baru, diantaranya: 1) Untuk acara PHBI, yang akan ditonjolkan adalah acara Gema Muharram (tahun baru Islam) dengan acara yang sedikit berbeda. Untuk kelas 1-3 akan diadakan karnaval, sedangkan untuk kelas 4-6 acaranya adalah mencari jejak dengan muatan dan pemberian soal-soal agama Islam. 2) Untuk PHBN yang akan ditonjolkan adalah peringatan HARDIKNAS dengan rencana acara berdasarkan usulan teman-teman adalah lomba siswa berprestasi dengan jenis lomba penulisan karya ilmiah. 3) Untuk komisi Study Tour perubahannya dari tahun lalu, di tahun yang akan datang study tour akan dilaksanakan dengan dibagi tiga, kelas 1-2, kelas 3-4 dan kelas 5-6. Gurunya pun dibagi tiga masing-masing tour didampingi oleh 10 orang guru. 4) Untuk Pesantren Ramadhan tahun depan juga akan dilaksanakan berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya. Kalau di tahun sebelumnya anak kelas 4-6 ada acara menginap di sekolah, untuk tahun depan tidak ada. 5) Komisi Idul Qurban memberi pemaparan yang tidak jauh berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya, karena memang dalam kegiatan qurban tidak perlu ada sensasi yang dimunculkan yang penting bisa terlaksana dengan baik dan sukses. Hanya saja agak sedikit panas ketika saya mengungkapkan ketidaksetujuan saya tentang adanya urunan qurban dengan alasan bahwa qurban itu adalah syari'at yang terikat ketentuan khusus yang sudah ada contoh dan acuannya dari Al-Qur'an dan As-Sunnah. Dan tinjauannya harus fiqih karena sifatnya terikat waktu yang tidak bisa ditawar-tawar. Komisi ini menanggapinya dengan tinjauan filosofis dan tasawuf tentang esensi bahwa latihan qurban dimaksudkan untuk melatih mereka untuk peduli. Saya sendiri setuju saja dengan konsep pembelajarn kepedulian tapi untuk diterapkan di pelaksanaan qurban Idul Adha saya sangat tetap tidak setuju. Yang saya usulkan untuk tahun berikutnya hendaknya digalakkan lagi tabungan qurban anak-anak yang dimulai dari awal tahun. Nantinya kalau ada anak yang sudah mempunyai tabungan yang mencukupi untuk qurban maka diikutkan untuk qurban, dan seterusnya.

Demikian sebagian hasil RAKER kami. Semoga di tahun yang akan datang kita bisa meningkat menjadi lebih baik. Wallahu a'lam...

Senin, 23 April 2012

Kenapa Anak Malas dan Selalu Bikin Onar?

Menjadi pintar, cakap dan mendapat nilai bagus tentu menjadi harapan setiap anak didik. Sayangnya, tidak semua anak didukung dengan latar belakang dan lingkungan keluarga yang mampu mensupportnya. Sebagai seorang pendidik tentu kita sering kali menemukan fenomena yang beragam. Di dalam kelas kita menemukan anak yang begitu bergairah dalam mengikuti pelajaran, ada yang agak bersemangat, ada yang kurang semangat, dan ada juga yang malas-malasan mengikutinya.

Melihat keadaan ini seorang guru tidak semestinya kemudian serta merta memarahi mereka yang malas mengikuti pelajaran. Yang harus dilakukan adalah bagaimana kita mampu mengidentifikasi permasalahan mereka dengan lebih jernih. Karena kemalasan mereka biasanya tidak berdiri sendiri. Banyak hal yang menjadikan mereka bertingkah laku seperti itu. Bahkan bisa jadi kesalahan sama sekali tidak terletak pada anak. Kalau mau bukti coba data mereka yang malas-malas itu kemudian gali lebih jauh siapa dan bagaimana keluarga mereka, niscaya jawabannya akan segera ditemukan walaupun baru sebatas jawaban sementara. Saya mau mencoba mengklasifikasikan mereka sesuai dengan pengalaman saya menggali dan berdialog dengan beberapa orang tua peserta didik.


Pertama, Karena kesibukan kedua orang tuanya. Orang tua yang sibuk seringkali membawa dampak psikologis yang tidak sederhana bagi anak. Kehilangan karena ‘kesibukan’ orangtua adalah satu kehilangan yang paling umum terjadi saat ini. Di mana orangtua sibuk bekerja mencari uang dengan alasan kasih dan mempersiapkan masa depan anak. Tentunya saja alasan ini sah-sah saja. Tapi sadarkah kita bahwa ketika kita ‘sibuk’ dengan persoalan kita maka anak-anak kita mengalami satu ‘kehilangan’ dalam hidup ini. Kehilangan ini bukan dalam bentuk fisik tetapi lebih banyak dalam bentuk perhatian dan kasih sayang. Mereka bertumbuh besar di bawah asuhan para suster, pembantu, syukur-syukur kalau masih ada opa dan oma yang menolong memperhatikan.

Apa dampaknya bagi anak-anak ketika mereka ‘kehilangan’ orangtua dalam persoalan ini? Umumnya anak akan mencari perhatian dari orangtua dan mereka akan melakukan berbagai cara. Ada tindakan yang positif, ada juga tindakan yang negatif. Ada anak yang mencari perhatian dengan belajar mati-matian agar memperoleh hasil studi yang sangat bagus (berprestasi). Tapi ada juga anak yang kemudian melakukan “hal-hal aneh” atau kenakalan-kenakalan agar orangtuanya melihat dan memperhatikan mereka. Salah satu bentuk mencari perhatiannya itu bisa jadi dengan kemalasan dalam belajar, selalu bikin onar di kelas, usil kepada orang lain, dan menjadi trouble maker di lingkungannya. Apa yang harus dilakukan? Tentunya berusaha membatasi ‘kesibukan’ kita agar anak-anak juga  bisa mendapat perhatian kita. Perhatian itu bukan hanya dalam bentuk barang (materi) tetapi juga ketika orangtua membuka jalur komunikasi kepada anak, mau mendengarkan mereka dan menyediakan waktu bagi mereka.

Kedua, Karena pengetahuan orang tua yang tidak cukup untuk memberi bimbingan yang baik kepada anak. Waktu acara pembagian laporan hasil belajar beberapa waktu lalu ada orang tua yang bilang kepada saya kalau dirinya memang secara ilmu kurang mumpuni untuk membimbing anak sehingga ia tidak tahu bagaimana ia harus bertindak terhadap anaknya yang sudah terkenal langganan nilai "kecil" dan agak "nakal". Beberepa waktu yang lalu pun, tepatnya tahun pelajaran yang lalu saya pernah me"walikelasi" anak yang sama sekali tidak punya semangat belajar dan sepertinya susah sekali untuk membangkitkan semangatnya. Setelah saya menelusuri tenyata memang orang tuanya tidak bisa memberi bimbingan yang tepat kepada anaknya karena kekurangan pengetahuan tentang itu. Sebenarnya mereka cukup memperhatikan anak ini, tapi sayang dengan perhatian yang tidak semestinya.

Oleh karena itu, pantas kalau Ayah Edy (Pakar parenting, holystic learning) pernah mengatakan bahwa memang kalau untuk menjadi seorang dokter, pengacara, guru, pegawai bank dll. itu ada sekolahnya, ada pendidikan formalnya, tapi kalau untuk menjadi orang tua yang baik itu sampai saat ini belum ada sekolahnya, maka yang terjadi banyak orang yang salah dalam menjadi orang tua. Kalau untuk pekerjaan yang berdampak pendek dan kadang hanya kita jalani sementara saja kita bela-belain mengambil pendidikan untuk itu, maka alangkah lebih pantasnya bagi kita untuk belajar atau mengambil pendidikan untuk hal yang membawa dampak panjang dan punya pengaruh besar untuk baik buruknya bangsa ini. Apa itu? Ya, menjadi orang tua. Sudah seharusnya sebelum menjadi orang tua kita harus belajar terlebih dahulu jauh-jauh hari, plaing tidak melalui kursus yang berjenjang. Ini juga barangkali salah satu usulan saya bagi pemerintah kalau ingin bangsa ini maju maka mulailah dari pembenahan keluarganya dengan membuka pintu kesadarn bagi siapapun yang akan menikah untuk melakukan pembelajaran yang serius terlebih dahulu. Memang terdengar aneh tapi ini sungguh penting. Hal semacam ini kalau tidak salah sudah dilakukan di negara tetangga kita, seperti Malaysia. Jangan sampai untuk menjadi orang tua kita hanya belajar di KUA selama 1 atau 2 jam, itu juga kadang-kadang tidak mau mengikuti secara penuh.

Ketiga, Karena orang tua yang berpisah. Hal ini juga memabawa dampak menjadikan anak kurang perhatian. Akhirnya banyak hal yang ia lakukan baik di keluarga ataupun di kelas dan lingkungan sekolahnya bisa dengan "kenakalannya" yang luar biasa ataupun dengan "kemalasannya" yang luar biasa. Atau selain itu juga bisa dengan cara tidak respek kepada orang lain, bisa kata-katanya yang kotor atau berbuat super jail kepada teman-temannya yang lain sehingga ia tidak bisa mengikuti pelajaran dengan baik karena konsentrasinya terpecah. 

Memang tidak semua orang tua yang berpisah anaknya terus seperti itu. Kalau memang mereka punya rasa tanggung jawab dan sayang kepada anaknya maka mereka akan mampu mengalahkan egonya. Artinya walaupun mereka mungkin secara pribadi-pribadi tidak bisa bersatu lagi sebagai suami isteri, tapi mereka masih bisa mengalahkan egonya untuk bersama seia sekata mendidik anaknya dengan baik. Memberi pemahaman yang baik kepada anak tentang keadaan dir masing-masing. Dan mereka juga bisa mencari cara agar pendidikan anaknya benar-benar terpenuhi tanpa menjadikan anaknya kehilangan kasih sayang dan figur orang tua. 

Tapi, memang menurut pengalaman saya yang saya ketahui tentang anak didik saya, ada anak yang memang orang ibunya melahirkannya, kemudian ia berpisah sama suaminya, setelah itu keduanya tidak mau peduli lagi kepada anaknya, akhirnya anaknya diurus oleh orang lain. Dan hasilnya, yang saya tahu, sebaik-baiknya pendidikan orang lain ini ternyata tidak dapat menggantikan kasih sayang yang hilang dari kedua orang tuanya. Jadilah anak ini salah satu trouble maker di dalam kelasnya, kurang baik sikapnya dan nilai akademisnya pun kurang.

Keempat, Karena orang tua yang terlalu menuntut. Mengarahkan anak untuk dapat belajar dengan baik memang tidak salah. Tapi, yang terjadi ada orang tua yang tidak pernah mau tahu tentang kondisi anaknya kemudian pada saat yang sama dia menuntut lebih dari anaknya. Belajarnya harus rajin, dan nilainya harus bagus dengan cara yang keras dan cenderung kasar. Anaknya sudah ia jadikan seperti kuda delman, artinya kalau anaknya tidak mau belajar ia akan dengan kasar membentak dan menyruruh anaknya belajar dengan keras kalau perlu dengan cara memukul dan mencubit. Ini juga terjadi pada anak didik saya tahun ini. Ibunya sering cerita kalau anaknya susah kalau disruh belajar, tapi ia memberi treatment yang salah kepada anaknya ini. Ia seolah "menyuapi" anak ini bukan menjadikannya bisa mandiri dalam belajar. Akibatnya, memang kalau ia bisa menadampingi anaknya, si anak bisa belajar dan mendapat nilai bagus di sekolahnya. Tapi di saat orang tuanya sibuk dan tidak bisa membimbingnya untuk belajar, anak inipun memble. ia tidak bisa belajar sendiri.


Maka yang penting sebenarnya adalah bagaimana kita bisa mendisiplinkan anak dengan baik kapan waktunya untuk belajar, kapan waktunya untuk main, kapan waktunya untuk istirahat dan lain-lain. Orang tua harus tegas -bukan keras- tentang jadwal yang ia buat. Ia harus berusaha untuk mendisiplinkan anak dan tidak harus secara full mendampingi anak untuk belajar. Sehingga di saat orang tuanya tidak ada pun sang anak sudah tahu sendiri apa yang mesti ia lakukan di rumahnya. Hal ini kalau dilakukan orang tua secara konsisten dan penuh kasih sayang insya Allah akan menjadikan anaknya mandiri, cakap, pintar dan dapat meraih prestasi yang membanggakan tanpa harus membuat orang tua repot. Dan yang perlu diingat pula oleh orang tua, kalau anak kita sudah berusaha maksimal kemudian hasilnya kurang memuaskan kita tetaplah hargai hasil jerih payahnya dengan membesarkan hatinya dan tetap memotivasinya agar pada waktu berikutnya ia dapat memperbaiki nilainya.

Barangkali masih banyak faktor lainnya yang bisa membuat anak tidak semangat dalam belajar, cenderung untuk buat onar atau berbuat kenakalan. Akan tetapi saya cukupkan dulu sampai di sini. Bagi Sahabat yang mau menambahkan silahkan dengan senang hati ditunggu komentarnya. Semoga bisa menambah pengetahuan dan pemahaman kita dan mudah-mudahan bisa menjadi bahan renungan buat kita untuk menjadi orang tua atau guru yang lebih baik dan lebih bijak lagi. Insya Allah...:-)

Jumat, 20 April 2012

Kartini: Antara Pemikiran dan Pemahaman

Tanggal 21 April biasanya diperingati sebagai Hari Kartini, yang diyakini oleh sebagian orang di negeri ini sebagai tokoh emansipasi wanita. Hal ini memang diawali dengan Keputusan Presiden Republik Indonesia (Presiden Soekarno) No.108 Tahun 1964, tanggal 2 Mei 1964, yang menetapkan Kartini sebagai Pahlawan Kemerdekaan Nasional sekaligus menetapkan hari lahir Kartini, tanggal 21 April, untuk diperingati setiap tahun sebagai hari besar yang kemudian dikenal sebagai Hari Kartini. Apapun kontroversi yang terjadi seputar ketokohan Kartini, saya tetap akan menghargai siapa pun yang berjuang untuk kemajuan negeri ini selama berada dalam taraf perjuangan yang patut dihargai, termasuk di dalamnya apa yang diperjuangkan oleh Kartini. 

Akan tetapi, setelah saya membaca beberapa pemikiran R.A Kartini, kesan yang muncul di pikiran saya adalah ternyata yang beliau perjuangkan itu bukanlah hal yang baru. Toh, jaaaauh jauh hari sebelum Kartini mempunyai pemikiran-pemikiran yang dianggap mendobrak, sesungguhnya Islam sudah terlebih dahulu datang dengan konsep emansipasi seperti yang dilontarkan oleh Kartini. Mari kita coba lihat beberapa pemikiran yang dikatakan sebagai pemikiran Kartini:
  1. R.A. Kartini ingin wanita memiliki kebebasan menuntut ilmu dan belajar. Islam datang dengan konsep ini beberapa abad sebelum kelahiran Kartini. Hal ini tercermin dalam sabda Nabi Muhammad SAW yang berbunyi: "Menuntut ilmu itu diwajibkan atas setiap muslim baik laki-laki maupun perempuan." Coba cermati lebih jernih lagi, di sana ada kata "diwajibkan". Jadi, ternyata Islam tidak saja membolehkan seorang perempuan untuk menuntut ilmu dan belajar, tapi lebih dari itu "diwajibkan".
  2. Pada perkenalan dengan Estelle "Stella" Zeehandelaar, Kartini mengungkap keinginan untuk menjadi seperti kaum muda Eropa. Ia menggambarkan penderitaan perempuan Jawa akibat kungkungan adat, yaitu tidak bisa bebas duduk di bangku sekolah, harus dipingit, dinikahkan dengan laki-laki yang tak dikenal, dan harus bersedia dimadu. Mari kita pelajari dan hayati ajaran Islam dengan lebih baik lagi, niscaya di sana kita akan menemukan betapa Islam sangat menghargai hak seseorang, termasuk di dalamnya perempuan. Bahkan, sebelum nikah seorang perempuan harus diminta pendapatnya tentang rencana pernikahannya yang akan ditetapkan oleh orang tuanya. Andai adat Jawa kala itu sudah mengenal Islam niscaya Kartini tidak akan mengeluhkan hal-hal semacam ini. Andai pun dalam Islam ada hal yang seolah "merugikan" perempuan itu pun dengan syarat dan argumen yang tidak mudah apalagi terkesan semena-mena. Dari pemikiran Kartini yang ini juga kita harus hati-hati betul karena ada kata-kata "keinginan untuk menjadi seperti kaum muda Eropa", jangan sampai ada kesan kalau emansipasi yang digagas Kartini ini bertujuan menjadikan kita punya sikap permisif terhadap budaya barat. Hendaklah kita lebih hati-hati dan selektif agar emansipasi dimaknai dengan salah kaprah.
  3. Pandangan-pandangan kritis lain yang diungkapkan Kartini dalam surat-suratnya adalah kritik terhadap agamanya. Ia mempertanyakan mengapa kitab suci harus dilafalkan dan dihafalkan tanpa diwajibkan untuk dipahami. Ia mengungkapkan tentang pandangan bahwa dunia akan lebih damai jika tidak ada agama yang sering menjadi alasan manusia untuk berselisih, terpisah, dan saling menyakiti. "...Agama harus menjaga kita daripada berbuat dosa, tetapi berapa banyaknya dosa diperbuat orang atas nama agama itu..." Kartini mempertanyakan tentang agama yang dijadikan pembenaran bagi kaum laki-laki untuk berpoligami. Bagi Kartini, lengkap sudah penderitaan perempuan Jawa yang dunianya hanya sebatas tembok rumah. Miris saya membaca pemikiran yang ini, terutama kalau dibaca oleh orang-orang yang bodoh dan emosional. Islam seperti yang dipraktekkan oleh Nabi Muhammad SAW dan para sahabatnya sebagai generasi terbaik sangat menganjurkan umatnya untuk mampu memahami isi Al-Qur'an, karena tanpa memahami isi Al-Qura'an bagaimana seseorang bisa mempraktekkan ajaran Islam dengan benar? Bahkan sebagian sahabat tidak melanjutka membaca Al-Qur'an kalau ayat yang dibacanya belum dipahami dan diamalkan. Selanjutnya, saya ga habis pikir, kata siapa dunia akan damai tanpa agama? Apa karena pemahaman agama beliau yang sempit? Justru sebaliknya kalau agama ada kemudian dipahami, dihayati dan dilaksanakan ajarannya dengan benar niscaya dunia ini akan damai, aman dan sejahtera.
Itulah sebagian pemikiran Kartini yang coba saya kritisi. Mungkin masih banyak pemikiran lain yang belum saya ketahui. Tapi, terlepas dari pendapat saya di atas, intinya kita harus tetap menghargai pendapat seseorang tapi kita juga janga kehilangan otak kritis kita sehingga kita menelan mentah-mentah apa yang dikatakan oleh orang lain. Praktikkan yang memang baik dan benar, jauhi yang memang salah dan tidak baik. Semoga kita semua menjadi orang-orang yang lebih maju di masa sekarang dan di masa yang akan datang. Amiiin...:-)

“Mitos Kartini dan Rekayasa Sejarah”

Mengapa setiap 21 April kita memperingati Hari Kartini? Apakah tidak ada wanita Indonesia lain yang lebih layak ditokohkan? Baca Catatan Akhir Pekan [CAP] Adian Husaini ke-269

Oleh: Adian Husaini

Ada yang menarik pada Jurnal Islamia (INSISTS-Republika) edisi 9 April 2009 lalu. Dari empat halaman jurnal berbentuk koran yang membahas tema utama tentang Kesetaraan Gender, ada tulisan sejarawan Persis Tiar Anwar Bahtiar tentang Kartini. Judulnya: “Mengapa Harus Kartini?”
Sejarawan yang menamatkan magister bidang sejarah di Universitas Indonesia ini mempertanyakan: Mengapa Harus Kartini? Mengapa setiap 21 April bangsa Indonesia memperingati Hari Kartini? Apakah tidak ada wanita Indonesia lain yang lebih layak ditokohkan dan diteladani dibandingkan Kartini?
Menyongsong tanggal 21 April 2009 kali ini, sangatlah relevan untuk membaca dan merenungkan artikel yang ditulis oleh Tiar Anwar Bahtiar tersebut. Tentu saja, pertanyaan bernada gugatan seperti itu bukan pertama kali dilontarkan sejarawan. Pada tahun 1970-an, di saat kuat-kuatnya pemerintahan Orde Baru, guru besar Universitas Indonesia, Prof. Dr. Harsja W. Bachtiar pernah menggugat masalah ini. Ia mengkritik 'pengkultusan' R.A. Kartini sebagai pahlawan nasional Indonesia.
Dalam buku Satu Abad Kartini (1879-1979), (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1990, cetakan ke-4), Harsja W. Bahtiar menulis sebuah artikel berjudul “Kartini dan Peranan Wanita dalam Masyarakat Kita”.  Tulisan ini bernada gugatan terhadap penokohan Kartini. “Kita mengambil alih Kartini sebagai lambang emansipasi wanita di Indonesia dari orang-orang Belanda. Kita tidak mencipta sendiri lambang budaya ini, meskipun kemudian kitalah yang mengembangkannya lebih lanjut,” tulis Harsja W. Bachtiar, yang menamatkan doktor sosiologinya di Harvard University.
Harsja juga menggugat dengan halus, mengapa harus Kartini yang dijadikan sebagai simbol kemajuan wanita Indonesia. Ia menunjuk dua sosok wanita yang hebat dalam sejarah Indonesia. Pertama, Sultanah Seri Ratu Tajul Alam Safiatuddin Johan Berdaulat dari Aceh dan kedua, Siti Aisyah We Tenriolle dari Sulawesi Selatan. Anehnya, tulis Harsja, dua wanita itu tidak masuk dalam buku Sejarah Setengah Abad Pergerakan Wanita Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 1978), terbitan resmi Kongres Wanita Indonesia (Kowani). Tentu saja Kartini masuk dalam buku tersebut.
Padahal, papar Harsja, kehebatan dua wanita itu sangat luar biasa. Sultanah Safiatudin dikenal sebagai sosok yang sangat pintar dan aktif mengembangkan ilmu pengatetahuan. Selain bahasa Aceh dan Melayu, dia menguasai bahasa Arab, Persia, Spanyol dan Urdu. Di masa pemerintahannya, ilmu dan kesusastraan berkembang pesat. Ketika itulah lahir karya-karya besar dari Nuruddin ar-Raniry, Hamzah Fansuri, dan Abdur Rauf. Ia juga berhasil menampik usaha-usaha Belanda  untuk menempatkan diri di daerah Aceh. VOC pun tidak berhasil memperoleh monopoli atas perdagangan timah dan komoditi lainnya. Sultanah memerintah Aceh cukup lama, yaitu 1644-1675. Ia dikenal sangat memajukan pendidikan, baik untuk pria maupun untuk wanita.  
Tokoh wanita kedua yang disebut Harsja Bachriar adalah Siti Aisyah We Tenriolle.  Wanita ini bukan hanya dikenal ahli dalam pemerintahan, tetapi juga mahir dalam kesusastraan. B.F. Matthes, orang Belanda yang ahli sejarah Sulawesi Selatan, mengaku mendapat manfaat besar dari sebuah epos La-Galigo, yang mencakup lebih dari 7.000 halaman folio. Ikhtisar epos besar itu dibuat sendiri oleh We Tenriolle. Pada tahun 1908, wanita ini mendirikan sekolah pertama di Tanette, tempat pendidikan modern pertama yang dibuka baik untuk anak-anak pria maupun untuk wanita. 
Penelusuran Prof. Harsja W. Bachtiar terhadap penokohan Kartini akhirnya menemukan kenyataan, bahwa Kartini memang dipilih oleh orang Belanda untuk ditampilkan ke depan sebagai pendekar kemajuan wanita pribumi di Indonesia. Mula-mula Kartini bergaul dengan Asisten-Residen Ovink suami istri. Adalah Cristiaan Snouck Hurgronje, penasehat pemerintah Hindia Belanda, yang mendorong J.H. Abendanon, Direktur Departemen Pendidikan, Agama dan Kerajinan, agar memberikan perhatian pada Kartini tiga bersaudara.
Harsja menulis tentang kisah ini: “Abendanon mengunjungi mereka dan kemudian menjadi semacam  sponsor bagi Kartini. Kartini berkenalan dengan Hilda de Booy-Boissevain, istri ajudan Gubernur Jendral, pada suatu resepsi di Istana Bogor, suatu pertemuan yang sangat mengesankan kedua belah pihak.” 
Ringkasnya, Kartini kemudian berkenalan dengan Estella Zeehandelaar, seorang wanita aktivis gerakan Sociaal Democratische Arbeiderspartij (SDAP).  Wanita Belanda ini kemudian mengenalkan Kartini pada berbagai ide modern, terutama mengenai perjuangan wanita dan sosialisme. Tokoh sosialisme H.H. van Kol dan penganjur “Haluan  Etika” C.Th. van Deventer adalah orang-orang yang menampilkan Kartini sebagai pendekar wanita Indonesia.
Lebih dari enam tahun setelah Kartini wafat pada umur 25 tahun,  pada tahun 1911, Abendanon menerbitkan kumpulan surat-surat Kartini dengan judul Door Duisternis tot Lich. Kemudian terbit juga edisi bahasa Inggrisnya dengan judul Letters of a Javaness Princess. Beberapa tahun kemudian, terbit terjemahan dalam bahasa Indonesia dengan judul Habis Gelap Terbitlah Terang: Boeah Pikiran (1922).
Dua tahun setelah penerbitan buku Kartini, Hilda de Booy-Boissevain mengadakan prakarsa pengumpulan dana yang memungkinkan pembiayaan sejumlah sekolah di Jawa Tengah. Tanggal 27 Juni 1913, didirikan Komite Kartini Fonds, yang diketuai C.Th. van Deventer. Usaha pengumpulan dana ini lebih memperkenalkan nama Kartini, serta ide-idenya pada orang-orang di Belanda. Harsja Bachtriar kemudian mencatat: “Orang-orang Indonesia di luar lingkungan terbatas Kartini sendiri, dalam masa kehidupan Kartini hampir tidak mengenal Kartini dan mungkin tidak akan mengenal Kartini bilamana orang-orang Belanda ini tidak menampilkan Kartini ke depan dalam tulisan-tulisan, percakapan-percakapan maupun tindakan-tindakan mereka.”
Karena itulah, simpul guru besar UI tersebut: “Kita mengambil alih Kartini sebagai lambang emansipasi wanita di Indonesia dari orang-orang Belanda. Kita tidak mencipta sendiri lambang budaya ini, meskipun kemudian kitalah yang mengembangkannya lebih lanjut.”
Harsja mengimbau agar informasi tentang wanita-wanita Indonesia yang hebat-hebat dibuka seluas-luasnya, sehingga menjadi pengetahuan suri tauladan banyak orang. Ia secara halus berusaha meruntuhkan mitos Kartini: “Dan, bilamana ternyata bahwa dalam berbagai hal wanita-wanita ini lebih mulia, lebih berjasa daripada R.A. Kartini, kita harus berbangga bahwa wanita-wanita kita lebih hebat daripada dikira sebelumnya, tanpa memperkecil penghargaan kita pada RA Kartini.”
Dalam artikelnya di Jurnal Islamia (INSISTS-Republika, 9/4/2009), Tiar Anwar Bahtiar juga menyebut sejumlah sosok wanita yang sangat layak dimunculkan, seperti Dewi Sartika di Bandung dan Rohana Kudus di Padang (kemudian pindah ke Medan). Dua wanita ini pikiran-pikirannya memang tidak sengaja dipublikasikan. Tapi yang mereka lakukan lebih dari yang dilakukan Kartini. Berikut ini paparan tentang dua sosok wanita itu, sebagaimana dikutip dari artikel Tiar Bahtiar.
Dewi Sartika (1884-1947) bukan hanya berwacana tentang pendidikan kaum wanita. Ia bahkan berhasil mendirikan sekolah yang belakangan dinamakan Sakola Kautamaan Istri (1910) yang berdiri di berbagai tempat di Bandung dan luar Bandung. Rohana Kudus (1884-1972) melakukan hal yang sama di kampung halamannya. Selain mendirikan Sekolah Kerajinan Amal Setia (1911) dan Rohana School (1916), Rohana Kudus bahkan menjadi jurnalis sejak di Koto Gadang sampai saat ia mengungsi ke Medan. Ia tercatat sebagai jurnalis wanita pertama di negeri ini.
Kalau Kartini hanya menyampaikan ide-idenya dalam surat, mereka sudah lebih jauh melangkah: mewujudkan ide-ide dalam tindakan nyata. Jika Kartini dikenalkan oleh Abendanon yang berinisiatif menerbitkan surat-suratnya, Rohana menyebarkan idenya secara langsung melalui koran-koran yang ia terbitkan sendiri sejak dari Sunting Melayu (Koto Gadang, 1912), Wanita Bergerak (Padang), Radio (padang), hingga Cahaya Sumatera (Medan).
Bahkan kalau melirik kisah-kisah Cut Nyak Dien, Tengku Fakinah, Cut Mutia, Pecut Baren, Pocut Meurah Intan, dan Cutpo Fatimah dari Aceh, klaim-klaim keterbelakangan kaum wanita di negeri pada masa Kartini hidup ini harus segera digugurkan. Mereka adalah wanita-wanita hebat yang turut berjuang mempertahankan kemerdekaan Aceh dari serangan Belanda. Tengku Fakinah, selain ikut berperang juga adalah seorang ulama-wanita. Di Aceh,  kisah wanita ikut berperang atau menjadi pemimpin pasukan perang bukan sesuatu yang aneh. Bahkan jauh-jauh hari sebelum era Cut Nyak Dien dan sebelum Belanda datang ke Indonesia, Kerajaan Aceh sudah memiliki Panglima Angkatan Laut wanita pertama, yakni Malahayati.
Jadi, ada baiknya bangsa Indonesia bisa berpikir lebih jernih: Mengapa Kartini? Mengapa bukan Rohana Kudus? Mengapa bukan Cut Nyak Dien? Mengapa Abendanon memilih Kartini? Dan mengapa kemudian bangsa Indonesia juga mengikuti kebijakan itu?  Cut Nyak Dien tidak pernah mau tunduk kepada Belanda. Ia tidak pernah menyerah dan berhenti menentang penjajahan Belanda atas negeri ini.
Meskipun aktif berkiprah di tengah masyarakat, Rohana Kudus juga memiliki visi keislaman yang tegas.  “Perputaran zaman tidak akan pernah membuat wanita menyamai laki-laki. Wanita tetaplah wanita dengan segala kemampuan dan kewajibannya. Yang harus berubah adalah wanita harus mendapat pendidikan dan perlakukan yang lebih baik. Wanita harus sehat jasmani dan rohani, berakhlak dan berbudi pekerti luhur, taat beribadah yang kesemuanya hanya akan terpenuhi dengan mempunyai ilmu pengetahuan,”  begitu kata Rohana Kudus.
Seperti diungkapkan oleh Prof. Harsja W. Bachtiar dan Tiar Anwar Bahtiar, penokohan Kartini tidak terlepas dari peran Belanda. Harsja W. Bachtiar bahkan menyinggung nama Snouck Hurgronje dalam rangkaian penokohan Kartini oleh Abendanon. Padahal, Snouck adalah seorang orientalis Belanda yang memiliki kebijakan sistematis untuk meminggirkan Islam dari bumi Nusantara. Pakar sejarah Melayu, Prof. Naquib al-Attas sudah lama mengingatkan adanya upaya yang sistematis dari orientalis Belanda untuk memperkecil peran Islam dalam sejarah Kepulauan Nusantara.
Dalam bukunya, Islam dalam Sejarah dan Kebudayaan Melayu ((Bandung: Mizan, 1990, cet. Ke-4), Prof. Naquib al-Attas menulis tentang masalah ini:
“Kecenderungan ke arah memperkecil peranan Islam dalam sejarah Kepulauan ini, sudah nyata pula, misalnya dalam tulisan-tulisan Snouck Hurgronje pada akhir abad yang lalu. Kemudian hampir semua sarjana-sarjana yang menulis selepas Hurgronje telah terpengaruh kesan pemikirannya yang meluas dan mendalam di kalangan mereka, sehingga tidak mengherankan sekiranya pengaruh itu masih berlaku sampai dewasa ini.”
Apa hubungan Kartini dengan Snouck Hurgronje? Dalam sejumlah suratnya kepada Ny. Abendanon, Kartini memang beberapa kali menyebut nama Snouck. Tampaknya, Kartini memandang orientalis-kolonialis Balanda itu sebagai orang hebat yang sangat pakar dalam soal Islam. Dalam suratnya kepada Ny. Abendanon tertanggal 18 Februari 1902, Kartini menulis:
”Salam, Bidadariku yang manis dan baik!... Masih ada lagi suatu permintaan penting yang hendak saya ajukan kepada Nyonya. Apabila Nyonya bertemu dengan teman Nyonya Dr. Snouck Hurgronje, sudikah Nyonya bertanya kepada beliau tentang hal berikut: ”Apakah dalam agama Islam juga ada hukum akil balig seperti yang terdapat dalam undang-undang bangsa Barat?” Ataukah sebaiknya saya memberanikan diri langsung bertanya kepada beliau? Saya ingin sekali mengetahui sesuatu tentang hak dan kewajiban perempuan Islam serta anak perempuannya.” (Lihat, buku Kartini: Surat-surat kepada Ny. R.M. Abendanon-Mandri dan Suaminya, (penerjemah: Sulastin Sutrisno), (Jakarta: Penerbit Djambatan, 2000), hal. 234-235). 
Melalui bukunya, Snouck Hurgronje en Islam (Diindonesiakan oleh Girimukti Pusaka, dengan judul Snouck Hurgronje dan Islam, tahun 1989), P.SJ. Van Koningsveld memaparkan sosok dan kiprah Snouck Hurgronje dalam upaya membantu penjajah Belanda untuk ’menaklukkan Islam’. Mengikuti jejak orientalis Yahudi, Ignaz Goldziher, yang menjadi murid para Syaikh al-Azhar Kairo, Snouck sampai merasa perlu untuk menyatakan diri sebagai seorang muslim (1885) dan mengganti nama menjadi Abdul Ghaffar. Dengan itu dia bisa diterima menjadi murid para ulama Mekkah. Posisi dan pengalaman ini nantinya memudahkan langkah Snouck dalam menembus daerah-daerah Muslim di berbagai wilayah di Indonesia. 
Menurut Van Koningsveld, pemerintah kolonial mengerti benar sepak terjang Snouck dalam ’penyamarannya’ sebagai Muslim. Snouck dianggap oleh banyak kaum Muslim di Nusantara ini sebagai ’ulama’. Bahkan ada yang menyebutnya sebagai ”Mufti Hindia Belanda’. Juga ada yang memanggilnya ”Syaikhul Islam Jawa”.  Padahal, Snouck sendiri menulis tentang Islam: ”Sesungguhnya agama ini meskipun cocok untuk membiasakan ketertiban kepada orang-orang biadab, tetapi tidak dapat berdamai dengan peradaban modern, kecuali dengan suatu perubahan radikal, namun tidak sesuatu pun memberi kita hak untuk mengharapkannya.” (hal. 116).
Snouck Hurgronje (lahir: 1857) adalah adviseur pada Kantoor voor Inlandsche zaken pada periode 1899-1906. Kantor inilah yang bertugas memberikan nasehat kepada pemerintah kolonial dalam masalah pribumi.  Dalam bukunya,  Politik Islam Hindia Belanda, (Jakarta: LP3ES, 1985),  Dr. Aqib Suminto mengupas panjang lebar pemikiran dan nasehat-nasehat Snouck Hurgronje kepada pemerintah kolonial Belanda. Salah satu strateginya, adalah melakukan ‘pembaratan’ kaum elite pribumi melalui dunia pendidikan, sehingga mereka jauh dari Islam. Menurut Snouck, lapisan pribumi yang berkebudayaan lebih tinggi relatif jauh dari pengaruh Islam. Sedangkan pengaruh Barat yang mereka miliki akan mempermudah mempertemukannya dengan pemerintahan Eropa. Snouck optimis, rakyat banyak akan mengikuti jejak pemimpin tradisional mereka. Menurutnya, Islam Indonesia akan mengalami kekalahan akhir melalui asosiasi pemeluk agama ini ke dalam kebudayaan Belanda. Dalam perlombaan bersaing melawan Islam bisa dipastikan bahwa asosiasi kebudayaan yang ditopang oleh pendidikan Barat akan keluar sebagai pemenangnya. Apalagi, jika didukung oleh kristenisasi dan pemanfaatan adat. (hal. 43).
Aqib Suminto mengupas beberapa strategi Snouck Hurgronje dalam menaklukkan Islam di Indonesia: “Terhadap daerah yang Islamnya kuat semacam Aceh misalnya, Snouck Hurgronje tidak merestui dilancarkan kristenisasi. Untuk menghadapi Islam ia cenderung memilih jalan halus, yaitu dengan menyalurkan semangat mereka kearah yang menjauhi agamanya (Islam) melalui asosiasi kebudayaan.” (hal. 24).
Itulah strategi dan taktik penjajah untuk menaklukkan Islam. Kita melihat, strategi dan taktik itu pula yang sekarang masih banyak digunakan untuk ‘menaklukkan’ Islam. Bahkan, jika kita cermati, strategi itu kini semakin canggih dilakukan. Kader-kader Snouck dari kalangan ‘pribumi Muslim’ sudah berjubel. Biasanya, berawal dari perasaan ‘minder’ sebagai Muslim dan silau dengan peradaban Barat, banyak ‘anak didik Snouck’ – langsung atau pun tidak – yang sibuk menyeret Islam ke bawah orbit peradaban Barat. Tentu, sangat ironis, jika ada yang tidak sadar, bahwa yang mereka lakukan adalah merusak Islam, dan pada saat yang sama tetap merasa telah berbuat kebaikan. [Depok, 20 April 2009/www.hidayatullah.com]
Catatan Akhir Pekan [CAP] adalah hasil kerjasama antara Radio Dakta 107 FM dan www.hidayatullah.com

http://abumuthi.multiply.com/journal/item/139/139?&show_interstitial=1&u=%2Fjournal%2Fitem

Kamis, 19 April 2012

Melukis Matahari (4)

Mulai tulisan ini, seri Melukis Matahari akan merubah kata ganti orang kedua (sang isteri) menjadi orang ketiga, demi kenyamanan cerita. Terima Kasih..:)

Kami memang sama-sama tidak tahu seperti apa sebenarnya air ketuban itu. Semalaman kami bingung, karena isteriku terus mengeluarkan cairan bening. Keesokan paginya juga tetap masih sama. Kami pun waktu itu jadi tambah penasaran dan sedikit takut, jangan-jangan benar air ketuban istriku pecah. Dengan keluguan kami masing-masing, pagi itu kami datang ke rumah Ibu bidan tempat isteriku selama ini diperiksa. Ternyata bu bidan sedang tidak ada di tempat. Kami mulai panik. Kami akhirnya memutuskan untuk periksa ke Rumah Sakit Aisyiyyah Ponorogo. Setelah isteriku diperiksa, kami kaget setengah mati sekaligus bersyukur. Apa pasalnya?

Alhamdulillah, untung saja kami tidak terlambat datang sedikit saja terlambat kami tidak tahu apa yang akan terjadi dengan anak kami di kandungan isteriku. Ternyata betul cairan yang dari semalaman keluar itu adalah air ketuban. Andai saja tidak segera tertangani dan air ketuban itu habis mungkin akan ada masalah besar dengan kelahiran anak pertama kami. Allahu Akbar, betapa Maha Besarnya Engkau ya Allah. rasa syukur kami memenuhi seluruh relung dalam tubuh kami. Karena ketuban pecah itulah, dokter memutuskan kalau isteri saya harus melahirkan dengan cara caesar (bener ga ya nulisnya?). Ya, sudahlah harus bagaimana lagi. Walaupun bayangan mahalnya biaya sudah menari di depan mata. Tapi, tak apalah, berdo'a dan serahkanlah semua pada Allah, yang penting kita usaha yang maksimal.

Kami segera menelpon ke rumah agar dibawakan pakaian untuk ganti dalam beberapa hari ke depan. Karena tidak mungkin kami pulang dulu karena tahapan caesar perlu segera dilakukan. Ya, kami mulai didata dari mulai nama, alamat, pekerjaan dan lain-lain. Anehnya, waktu pihak rumah sakit mau mendata pekerjaanku dia bilang,"Pekerjaannya guru ngaji ya.?" Aku sedikit kaget dan bingung, kok dia tahu pekerjaanku, padahal ketemu saja baru saat itu. Apakah dia punya indra ke-12 ataukah memang muka seperti ini pantasnya jadi guru ngaji. Entahlah... Aku pun membuat sebuah perjanjian tentang administrasi dan pembayaran rumah sakit seperti layaknya kalau mau diadakan tindakan medis. "Laa haula walaa quwwata illaa billah deh." Batinku bergumam. Waktu itu aku hanya pasrah apapun yang akan terjadi.
*****
Menjelang siang, sekitar pukul 10.30, isteriku akhirnya masuk ruang operasi dan semenjak tadi ia sudah dipasang infus. Hatiku berdegup cukup kencang. Betapa tidak ini adalah pengalaman pertamaku menunggu seorang isteri yang akan melahirkan anak kami yang pertama, lewat operasi caesar lagi. Lima menit, sepuluh menit, setengah jam, satu jam, aku menunggu dengan gelisah. Pikiranku berkelana kemana-mana. Ada ketakutan jangan-jangan, jangan jangan. Wajar lah ada takut tidak sempurna dan lain-lain. Kurang lebih pukul 11.50 seorang dokter keluar dan menanyakan,"Pak Amir mana?" Sontak jantungku seperti berhenti berdetak. Dokter tersebut menyalamiku dengan hangat sambil berkata,"Selamat ya... puteranya sudah lahir selamat dengan berat 3,45 kg." Alhamdulillah, aku senang bukan kepalang. Berarti sejak saat itu aku telah resmi dipercaya untuk menjadi seorang ayah. Dengan cemas akupun menanyakan apakah anakku terlahir dengan sempurna tanpa kurang suatu apapun. Sang dokter pun menyeringai seraya bilang,"Alhamdulillah sempurna." Plong rasanya waktu itu. ANAKKU LAHIR DENGAN SELAMAT PADA TANGGAL 4 OKTOBER 2005 BERTEPATAN DENGAN AKHIR SYA'BAN SEHARI SEBELUM KAMI MENUNAIKAN PUASA RAMADHAN. ALHAMDULILLAH...:-)

Hanya saja setelah saya tertegun beberapa saat, aku teringat bagaimana nasib isteriku setelah melahirkan anak kami? Aku tunggu sekian lama aku dapat kabar kalau isteriku masih dalam keadaan pingsan. Kurang lebih dua jam isteriku tak sadarkan diri. Beberapa saat berselang aku diminta oleh seorang perawat untuk mengambilkan infus tambahan dari lantai bawah. aku beringsut untuk mengambilnya dan dipasang lagi oleh perawat tersebut kepada isteriku. Aku menunggunya saat ia masih pingsan. Sampai kemudian perlahan ia siuman dan aku dengan bangga mengabarkan kalau anak kami sudah lahir dengan sehat, sempurna dan tak kurang suatu apapun. Ia tersenyum gembira. Akupun menungguinya terus sampai ia akhirnya dipindahkan ke kamar di lantai satu.
*****
Ada hal yang menurutku ajaib dari sang jabang bayi yang baru lahir tersebut. Dari semenjak ia dibawa dari ruang operasi sampai dibawa ke ruang bawah kesan yang tertangkap adalah ternyata ia begitu tenang, seolah ingin mengatakan kepada kami sebagai orang tuanya, "Tenang saja Umi dan Abi, aku baik-baik saja kok, Allahlah yang akan terus menjagaku." Aku senang sekali melihat anakku dan kesan yang disampaikannya. Pengalaman yang luar biasa dari mulai di awal menunggu, ketika anak kami lahir, ketika aku mengadzani dan mengiqamahi, sampai kami mengajari bagaimana ia menyusui benar-benar menjadi pengalamn yang berharga dan sangat menyenangkan. Subhanallah...

Beberapa hari di Rumah Sakit alhamdulillah tidak membuatku bosan. Enaknya di sana setiap hari selesai shalat fardhu berjamaah kami para jamaah dapat mendengarkan siraman rohani berupa kuliah tujuh menit dari beberapa "ustadz rumah sakit" yang nota bene adalah para karyawan rumah sakit tersebut yang mengerti agama. Hal yang tidak bisa terlupakan juga adalah saat menunggu waktu shalat Subuh kami orang-orang yang ada di rumah sakit hampir setiap dini hari selalu mendengar tarhim hampi di semua mesjid yang ada di sana.

O iya, kalau Sahabat bertanya-tanya, dimana sebenarnya isteriku melahirkan? Ia melahirkan di Rumah Sakit Aisyiyah Ponorogo lho.. Hehehe...

Memang hari-hari kami di RS tidaklah selalu dipenuhi tawa gembira. Aku juga sempat dibuat spaneng oleh ulah orang yang tidak bertanggung jawab yang selalu mengganggu kami sejak awal kami menjalin hubungan. Ia menelpon dengan maksud mau bicara dengan isteriku. Aku dengan tegas menolaknya dan ia mengancam kalau ia akan membuat masalah di sana, Tapi, aku tetap berdoa dan yakin bahwa Allahlah yang akan menolong aku dan keluargaku. Lagi-lagi Laa haula walaa quwwata illaa billaah... 

Anak kami akhirnya resmi kami sematkan nama yang sudah kami rencanakan jauh-jauh hari, dialah sang penebar kebaikan yang dengan kebaikannya itu Allah senantiasa memberikan jalan dalam segala urusannya. Dialah IHSAN AMRI MUYASSAR. 

Rabu, 18 April 2012

Melukis Matahari (3)

Malam itu, di awal 2005, aku benar-benar tidak bisa memejamkan mata. Aku harus mengambil keputusan besar sehubungan dengan makhluk baru yang ada di sana, di sebuah tempat yang di sebut Allah sebagai qaraarim makiin. Ah, aku merasa akan jadi manusia paling berdosa sedunia kalau aku memutuskan hal ini dengan salah. Sampai pagi menjelang aku hanya bisa menangis dengan membolak-balikkan badan ke kiri dan ke kanan. Kamu terus mendesak untuk mengambil keputusan itu Sayang. Aku memang tahu dan paham apa alasanmu sesungguhnya. Tapi, tahukah kamu Sayang? Aku sudah sangat senang dengan anugerah besar yang Allah berikan kepada kita.  Masak iya kita akan membuangnya?

Sebelumnya, ketika aku tahu benih itu sudah tumbuh di tamanmu, aku bahagia karena aku mengharap bahwa ikatan cinta kita akan bertambah kuat. Sehingga akan makin sulit bagi kita untuk mencari alasan mengurai tali yang sudah terikat kuat ini. Namun, seiring berjalannya waktu dan bertambahnya tekanan hidup kita terutama tekanan "seseorang" itu kepadamu, kamu tiba-tiba melontarkan sebuah wacana yang tak pernah aku bayangkan sebelumnya. Sungguh saat hal itu kau lontarkan aku bagaikan disambar petir di siang bolong. Kaget, kaget, dan super kaget. Kamu mengajukan berbagai pertimbangan kalau kita mungkin belum siap dengan kondisi ekonomi yang masih morat-marit seperti sekarang ini. Kamu pun bilang bahwa kamu sangat stress dan takut nanti sang penerus kita akan terlahir cacat seperti pengalaman beberapa orang yang pernah kamu temui dan kamu ketahui.


Hmm... Sayang... waktu itu aku pun sempat melontarkan beberapa penolakan yang aku kira masuk akal. Aku bilang, kita harus yakin Sayang... Kan yang memberi kita rizki itu Allah. Tidak mungkin Dia akan menaelantarkan hambaNya yang mau berusaha, apalagi usaha di jalan yang baik. Dan masalah cacat atau tidak kan itu juga urusan Allah, kita kembalikan semua keputusan kepada-Nya. Berdo'alah dan yakinlah kalau Allah akan senantiasa mendengar do'a kita, apalagi doa orang yang teraniaya. "Insya Allah tidak akan terjadi apa-apa." Begitu waktu itu aku meyakinkan. Kamu pun sedikit mengiyakan, tapi kamu tetap pada pendirianmu hingga akhirnya datanglah malam itu.

Esok paginya, dengan sangat terpaksa aku membuat perjanjian pengikhlasan di sebuah kertas dengan ditulis tangan dan ditandatangani. Saat itu yang tersisa hanyalah sebuah do'a di dalam hati ini agar hal itu tidak akan pernah terjadi dan sang mutiara itu terselamatkan. Bener lho... Do'aku waktu itu luar biasa, ia seolah menembus langit mengalahkan batasan-batasan alam material. Aku sudah sampai pada titik kepasrahan full. Hatiku berkata kepadamu, "Biarlah Allah yang akan menjawab semuanya." Pagi itu kita pun berangkat menuju sebuah rumah sakit yang tidak begitu jauh dari rumah prabayar kita. Kreeeek... Pintu RS itu kita buka. Baru saja kita ketemu seorang suster, kita sudah menemukan jawabannya. Ia bilang, kalu ia tidak bisa mengabulkan permohonan seperti ini. Karena ini melanggar hukum. Aku senang, hatiku melonjak jauh menembus batas angkasa. Entah bagaimana perasaanmu waktu itu. Aku hanya berdo'a semoga kamu pun punya kesadaran yang baik tentang hal ini.

Sorenya aku mengajar ngaji di Serua Makmur seperti biasanya. Sepulang mengajar, kamu menyampaikan laporan tentang sesuatu yang sebenarnya tidak mau aku dengar. "Aa, aku takut karena tadi aku sudah minum jamu pelancar haid, takutnya kalau nanti dibiarkan makhluk baru kita akan buta matanya, karena aku punya pengalaman seperti itu." Begitu katamu. Ya Allah... Aku sedih sekali mendengarnya. Aku tetap bilang, "Ya sudahlah insya Allah ga apa-apa... Allah yang akan menjaganya." Tapi kamu tetap bersikeras untuk menuntaskannya. Kamu pergi ke dukun beranak. Apa yang kamu dapatkan Sayang? Hehehe... aku jadi geli mengingatnya. Kamu bilang, eh ternyata sang dukun beranak itu bukannya meluluskan permintaanmu, justru malah memberi nasihat kalau itu tidak usah dilakukan. Jagalah ia baik-baik. Dan sebelum pulang justru sang dukun beranak itu malah memberi rujak. Hmmm... aya-aya wae. Tahukah Sayang? Di balik semua itu ternyata ada jawaban yang besar dari Allah untuk kita agar kita tetap menjaganya karena ia akan membawa kebaikan buat kita.

Alhamdulillah... serasa terbebas dari bencana yang begitu besar. syukurku tidak akan pernah ada habisnya. Sang Mutiara itu, kini telah menjelma menjadi manusia sempurna yang membawa berjuta kebahagiaan. Ia begitu cerdas, shaleh, dan selalu membawa keceriaan buat hubungan kami. Dia menjadi perekat cinta kasih kita yang luar biasa. Dialah pahlawan kecil kita yang disayangi oleh orang-orang yang melihatnya. Seringkali air mata ini menetes saat mengingat betapa bodohnya sikap kita saat itu. Kini semua itu berganti dengan rasa syukur yang tak terkira. Dia, belahan hati kita, penyejuk hati kita, kini telah menjadi bagian dari pelukis matahari bersama kita. Dan, pada tanggal 15 Maret yang lalu ia telah menggoreskan satu kalimat yang membuat kita menangis dalam bahagia. Dia menulis,"Ihsan sayang Umi juga Abi, karena kan kita sekeluarga."