Kamis, 05 April 2012

GURU DAN KEPEDULIAN

Hari Jum'at yang lalu (30/3) saya ditegur oleh Ibu Kepala TPA saya sehubungan dengan seorang santri yang lama tidak masuk mengaji. Sejak saya mengajar di SD memang waktu saya agak tersita dengan urusan sekolah dan semangat mengajar di TPA pun perlahan menurun. Saya sudah berusaha untuk bangkit lagi, tapi sampai saat ini masih belum bisa. Dengan teguran itu saya terhenyak dan mulai tersadar kembali kalau saya harus berusaha untuk total kembali menjalani mengajar di TPA. 

Ceritanya, kalau tidak salah, santri kelompok saya (Al-'Aliim) yang bernama Aqilzu' Putra Arda sudah sejak awal Maret tidak masuk ngaji. Saya pun sebenarnya setelah beberapa kali ia tidak masuk saya sempat bertanya kepada beberapa temannya yang satu sekolah. Temannya pertama bilang tidak tahu. Berikutnya saya minta tolong untuk ditanyakan dan temannya itu bilang, katanya Aqil bilang malas. Dan itu saya lakukan berulang-ulang dan saya pun mendapat jawaban yang kurang lebih sama.

Nah, dalam keadaan seperti itu, Ibu Kepala Sekolah pun berulang kali bertanya kepada saya apakah saya sudah menghubungi Aqil? Sambil tersenyum saya jawab,"Belum Bu..". Sebetulnya ketika beliau kedua kalinya bertanya, saya sudah mulai paham kalau yang beliau inginkan adalah saya harus datang ke rumahnya atau paling tidak menghubunginya lewat telepon sebagai bentuk kepedulian dari pihak TPA. 

Karena saya tidak kunjung membawa kabar baik, maka Ibu Kepala Sekolah sendirilah akhirnya yang menghubungi orang tua anak ini. Besoknya, anak inipun masuk. Ketika mengetahui kalau anak ini masuk, Ibu Kepala berkata sambil sedikit menyindir saya,"Aqil, kalau ga masuk itu ngasih tau... Ini mah anaknya ga ngasih tau gurunya pun ga mau tanya, sami mawon.." . Deg... saya saat itu merasa sangat tersinggung dan gimanaaa gitu rasanya. Saya sampai sempat berpikir kalau saya mau bilang kalau saya mau mengundurkan diri saja, mungkin keberadaan saya di TPA ini sudah tidak dibutuhkan atau bahkan mungkin keberadaan saya di sana justru mengganggu. 

Tapi, perasaan saya itu lambat laun mulai mereda seiring mulai pulihnya kembali akal sehat saya. Kalau tadi mungkin karena saya sedikit sok, karena selama ini saya adalah orang yang dianggap lurus-lurus saja dan tidak pernah neko-neko. Saya kemudian mengambil banyak pelajaran dari kejadian itu. Saya mencoba mengambil pelajaran positif. Alhamdulillah saya dapat pelajaran berharga, diantaranya:
  1. Bahwa kepedulian kita sekecil apapun mempunyai efek yang luar biasa. Ketika orang tua atau anak didik kita benar-benar kita perhatikan maka mereka pun akan mempunyai perhatian yang lebih kepada kita. Mereka akan rajin dan serius dalam belajar atau dalam mengikuti kegiatan lain yang diselenggarakan oleh lembaga kita. 
  2. Jangan pernah melakukan sesuatu dengan setengah-setengah. Totalitas dalam berkarya meniscayakan kita menjadi manusia yang mendapatkan sukses besar. Apapun pekerjaan kita, sekalipun dianggap remeh oleh orang lain, kalau itu di seriusin maka hasilnya pun akan fantastis.
  3. Lakukan pekerjaan kita dengan semangat dan antusias yang tinggi. Karena kesungguhan itu menjanjikan keajaiban.
  4. Saya punya janji baru untuk kembali serius dalam memberikan pengajaran yang baik kepada anak-anak santri saya di TPA. Saya harus ingat kalau awal karier saya dulu dimulai dari sini dan saya besar di sini dan saya berusaha untuk tetap di sini untuk meninggalkan jejak terbaik. Insya Allah...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar