Kamis, 19 April 2012

Melukis Matahari (4)

Mulai tulisan ini, seri Melukis Matahari akan merubah kata ganti orang kedua (sang isteri) menjadi orang ketiga, demi kenyamanan cerita. Terima Kasih..:)

Kami memang sama-sama tidak tahu seperti apa sebenarnya air ketuban itu. Semalaman kami bingung, karena isteriku terus mengeluarkan cairan bening. Keesokan paginya juga tetap masih sama. Kami pun waktu itu jadi tambah penasaran dan sedikit takut, jangan-jangan benar air ketuban istriku pecah. Dengan keluguan kami masing-masing, pagi itu kami datang ke rumah Ibu bidan tempat isteriku selama ini diperiksa. Ternyata bu bidan sedang tidak ada di tempat. Kami mulai panik. Kami akhirnya memutuskan untuk periksa ke Rumah Sakit Aisyiyyah Ponorogo. Setelah isteriku diperiksa, kami kaget setengah mati sekaligus bersyukur. Apa pasalnya?

Alhamdulillah, untung saja kami tidak terlambat datang sedikit saja terlambat kami tidak tahu apa yang akan terjadi dengan anak kami di kandungan isteriku. Ternyata betul cairan yang dari semalaman keluar itu adalah air ketuban. Andai saja tidak segera tertangani dan air ketuban itu habis mungkin akan ada masalah besar dengan kelahiran anak pertama kami. Allahu Akbar, betapa Maha Besarnya Engkau ya Allah. rasa syukur kami memenuhi seluruh relung dalam tubuh kami. Karena ketuban pecah itulah, dokter memutuskan kalau isteri saya harus melahirkan dengan cara caesar (bener ga ya nulisnya?). Ya, sudahlah harus bagaimana lagi. Walaupun bayangan mahalnya biaya sudah menari di depan mata. Tapi, tak apalah, berdo'a dan serahkanlah semua pada Allah, yang penting kita usaha yang maksimal.

Kami segera menelpon ke rumah agar dibawakan pakaian untuk ganti dalam beberapa hari ke depan. Karena tidak mungkin kami pulang dulu karena tahapan caesar perlu segera dilakukan. Ya, kami mulai didata dari mulai nama, alamat, pekerjaan dan lain-lain. Anehnya, waktu pihak rumah sakit mau mendata pekerjaanku dia bilang,"Pekerjaannya guru ngaji ya.?" Aku sedikit kaget dan bingung, kok dia tahu pekerjaanku, padahal ketemu saja baru saat itu. Apakah dia punya indra ke-12 ataukah memang muka seperti ini pantasnya jadi guru ngaji. Entahlah... Aku pun membuat sebuah perjanjian tentang administrasi dan pembayaran rumah sakit seperti layaknya kalau mau diadakan tindakan medis. "Laa haula walaa quwwata illaa billah deh." Batinku bergumam. Waktu itu aku hanya pasrah apapun yang akan terjadi.
*****
Menjelang siang, sekitar pukul 10.30, isteriku akhirnya masuk ruang operasi dan semenjak tadi ia sudah dipasang infus. Hatiku berdegup cukup kencang. Betapa tidak ini adalah pengalaman pertamaku menunggu seorang isteri yang akan melahirkan anak kami yang pertama, lewat operasi caesar lagi. Lima menit, sepuluh menit, setengah jam, satu jam, aku menunggu dengan gelisah. Pikiranku berkelana kemana-mana. Ada ketakutan jangan-jangan, jangan jangan. Wajar lah ada takut tidak sempurna dan lain-lain. Kurang lebih pukul 11.50 seorang dokter keluar dan menanyakan,"Pak Amir mana?" Sontak jantungku seperti berhenti berdetak. Dokter tersebut menyalamiku dengan hangat sambil berkata,"Selamat ya... puteranya sudah lahir selamat dengan berat 3,45 kg." Alhamdulillah, aku senang bukan kepalang. Berarti sejak saat itu aku telah resmi dipercaya untuk menjadi seorang ayah. Dengan cemas akupun menanyakan apakah anakku terlahir dengan sempurna tanpa kurang suatu apapun. Sang dokter pun menyeringai seraya bilang,"Alhamdulillah sempurna." Plong rasanya waktu itu. ANAKKU LAHIR DENGAN SELAMAT PADA TANGGAL 4 OKTOBER 2005 BERTEPATAN DENGAN AKHIR SYA'BAN SEHARI SEBELUM KAMI MENUNAIKAN PUASA RAMADHAN. ALHAMDULILLAH...:-)

Hanya saja setelah saya tertegun beberapa saat, aku teringat bagaimana nasib isteriku setelah melahirkan anak kami? Aku tunggu sekian lama aku dapat kabar kalau isteriku masih dalam keadaan pingsan. Kurang lebih dua jam isteriku tak sadarkan diri. Beberapa saat berselang aku diminta oleh seorang perawat untuk mengambilkan infus tambahan dari lantai bawah. aku beringsut untuk mengambilnya dan dipasang lagi oleh perawat tersebut kepada isteriku. Aku menunggunya saat ia masih pingsan. Sampai kemudian perlahan ia siuman dan aku dengan bangga mengabarkan kalau anak kami sudah lahir dengan sehat, sempurna dan tak kurang suatu apapun. Ia tersenyum gembira. Akupun menungguinya terus sampai ia akhirnya dipindahkan ke kamar di lantai satu.
*****
Ada hal yang menurutku ajaib dari sang jabang bayi yang baru lahir tersebut. Dari semenjak ia dibawa dari ruang operasi sampai dibawa ke ruang bawah kesan yang tertangkap adalah ternyata ia begitu tenang, seolah ingin mengatakan kepada kami sebagai orang tuanya, "Tenang saja Umi dan Abi, aku baik-baik saja kok, Allahlah yang akan terus menjagaku." Aku senang sekali melihat anakku dan kesan yang disampaikannya. Pengalaman yang luar biasa dari mulai di awal menunggu, ketika anak kami lahir, ketika aku mengadzani dan mengiqamahi, sampai kami mengajari bagaimana ia menyusui benar-benar menjadi pengalamn yang berharga dan sangat menyenangkan. Subhanallah...

Beberapa hari di Rumah Sakit alhamdulillah tidak membuatku bosan. Enaknya di sana setiap hari selesai shalat fardhu berjamaah kami para jamaah dapat mendengarkan siraman rohani berupa kuliah tujuh menit dari beberapa "ustadz rumah sakit" yang nota bene adalah para karyawan rumah sakit tersebut yang mengerti agama. Hal yang tidak bisa terlupakan juga adalah saat menunggu waktu shalat Subuh kami orang-orang yang ada di rumah sakit hampir setiap dini hari selalu mendengar tarhim hampi di semua mesjid yang ada di sana.

O iya, kalau Sahabat bertanya-tanya, dimana sebenarnya isteriku melahirkan? Ia melahirkan di Rumah Sakit Aisyiyah Ponorogo lho.. Hehehe...

Memang hari-hari kami di RS tidaklah selalu dipenuhi tawa gembira. Aku juga sempat dibuat spaneng oleh ulah orang yang tidak bertanggung jawab yang selalu mengganggu kami sejak awal kami menjalin hubungan. Ia menelpon dengan maksud mau bicara dengan isteriku. Aku dengan tegas menolaknya dan ia mengancam kalau ia akan membuat masalah di sana, Tapi, aku tetap berdoa dan yakin bahwa Allahlah yang akan menolong aku dan keluargaku. Lagi-lagi Laa haula walaa quwwata illaa billaah... 

Anak kami akhirnya resmi kami sematkan nama yang sudah kami rencanakan jauh-jauh hari, dialah sang penebar kebaikan yang dengan kebaikannya itu Allah senantiasa memberikan jalan dalam segala urusannya. Dialah IHSAN AMRI MUYASSAR. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar