Kamis, 17 April 2014

Tips Menjadi Pribadi yang Disukai

Dalam kehidupan sehari-hari siapapun pasti ingin disukai dan dihormati. Namun, tidak banyak yang bisa mendapatkannya dari lingkungan sekitarnya. Hal ini terjadi karena kita tidak mengindahkan hukum-hukum psikologis yang sebenarnya kita ketahui bersama. Hukum pastinya, bahwa setiap orang pasti ingin dihormati. Setiap orang pasti ingin disayangi. Setiap orang pasti ingin dihargai. Tapi, tidak semua orang mampu memenuhinya dengan penuh keikhlasan dan kebesaran hati. Banyak di antara kita yang masih menghitung untung rugi dalam bingkai ego yang terus dipegang teguh. Pada akhirnya keinginan kedua belah pihak sulit untuk terpenuhi. 

Indah sekali rasanya kalau semua pihak bisa menunaikan hukum kebaikan sosial dalam kesehariannya. Setiap orang saling menghargai, saling menghormati, saling berkasih sayang, dan saling memberi. Karena dengan itu semua akan terwujud sebuah masyarakat yang porsi kebahagiaan hidupnya akan semakin besar.

Sebagai bahan renungan, berikut ini akan saya sampaikan beberapa pengalaman hasil pengamatan saya dalam kehidupan keseharian walapun masih dalam lingkup yang terbatas. Bahwa untuk menjadi pribadi yang disukai dan dihargai kita harus melakukan beberapa tips mudah yang diyakini cukup efektif untuk menjadikan pergaulan kita lebih nyaman dan kita lebih disukai. Beberapa hal itu di antaranya:
  1. Senyum. Senyum sebenarnya hal yang terlihat sepele dan bisa dilakukan oleh semua orang. Akan tetapi tidak semua orang mampu melakukannya dengan tulus sehingga menjadi daya pikat yang luar biasa. Senyum tulus sangat berbeda dengan senyum-senyum lainnya, seperti senyum diplomatis, senyum sinis, senyum hinaan, senyum kegetiran, senyum kekesalan, dan lain sebagainya. Senyum tulus bisa menusuk ke dalam hati dan menjadikan orang lain nyaman dan suka bertemu dengan kita.
  2. Sebut namanya. Mereka yang bergaul dalam lingkup yang luas biasanya memang punya problem dengan mengingat nama. Banyak di antaranya yang hanya kenal wajah tapi lupa namanya. Oleh karena itu kita harus berupaya sungguh-sungguh untuk mengenal nama orang yang kita temui apalagi yang intensitas pertemuannya tergolong sering. Menyebut nama adalah sebuah keniscayaan bagi terwujudnya pergaulan yang hangat dan saling menghargai. Coba rasakan bedanya, ketika kita bertemu orang dan menyebut nama kita dengan ketemu orang yang tidak menyebut nama. Kita akan sangat respek kepada orang yang menyebut nama kita. Ini adalah simbol keakraban dan kasih sayang dan perhatian.
  3. Sapa dengan hangat dan arahkan pandangan mata kepadanya. Menyapa dengan hangat tentu tidak juga berlebihan. Yang dimaksudkan di sini adalah menyapa dengan penuh perhatian dan tidak hanya sekilas. Arahkan pandangan mata kita secara penuh kepada lawan bicara kita. Jangan sekali-kali tangan kita bersalaman dengan orang itu sementara kita ngobrol dengan orang lain atau bahkan tidak melihat mukanya.
  4. Tanyakan kabar. Menanyakan kabar adalah salah satu bentuk perhatian yang bisa menyentuh hati terdalam orang yang kita ajak bicara. Ia akan sangat memperhatikan kita karena ia akan menganggap kalau kita sangat memperhatikan dia. Kebaikan tentu akan berbalas kebaikan.
  5. Genggam tangannya lebih erat saat bersalaman. Semua kita pasti merasakan kesan tidak menghargai kepada orang yang bersalaman hanya ujung tangan saja atau hanya sekilas. Oleh karenanya, agar kita dipandang punya perhatian maka genggamlah tangannya dengan penuh dan lebih erat, tapi jangan sampai meremasnya terlalu keras, karena ini justru akan menyakitinya.
Inilah beberapa tips sederhana yang bisa saya simpulkan dari pengalaman keseharian. Saya yakin masih banyak tips lain yang mungkin bisa ditambahkan di lain kesempatan. Atau mungkin teman-teman ada yang mau menambahkan nanti di ruang komentar dipersilahkan. Tentu akan sangat bermanfaat untuk kita semua.

Wallaahu a'lam...

Rabu, 16 April 2014

Pelajaran dari Tragedi Batu Koneng

Selama ini saya masih sering berpikir kalau musibah atau kematian itu masih jauh dari saya. Saya pikir paling juga terjadi kepada orang lain atau keluarga orang lain. Akan tetapi, ketika lebih kurang seminggu yang lalu musibah itu datang menimpa salah satu keluarga kami, disusul kematian yang terjadi seminggu setelah musibah itu, saya jadi tersadar dengan sepenuhnya bahwa kematian, cobaan, dan musibah itu begitu dekat dengan kita dan bisa menimpa siapa saja.


Dia yang terkena musibah itu adalah sepupu saya sendiri. Dia adalah orang yang sangat dekat dengan saya dari semenjak saya kecil. Di samping sebagai saudara, dia juga merupakan sahabat yang saya ketahui betul jejak langkah dan perjuangan hidupnya. Dari datar, landai, sampai perjuangan yang terjal dan curam pernah dialaminya. Bagi saya dia adalah pejuang kehidupan. Dia sempat merasakan pahit getir dan sulitnya mencari uang untuk memenuhi kebutuhan hidup rumah tangganya. 

Ia sempat mengenyam pendidikan MTs di Sagaranten, kemudian setelah itu takdir berkata lain. Dari yang awalnya merupakan keluarga yang lumayan berkecukupan berubah menjadi pas-pasan karena tulang punggung keluarga, yang dalam hal ini ayahnya, meninggal dunia ketika dia masih pendidikan MTs (setingkat SMP). Memang, ia sempat punya asa yang besar untuk melanjutkan pendidikannya sampai dia harus ngumpet-ngumpet dari ibunya untuk mendaftar ke Madrasah Aliyah (setingkat SMA) saking kemauannya yang kuat. Akan tetapi, keinginan itu kandas setelah setengah tahun dia tidak lagi mempunyai biaya untuk pendidikannya.

Seiring waktu kemudian ia banting stir untuk mengikuti jejak saudara-saudaranya yang berjualan di Jakarta. Mungkin sekilas Anda terkecoh mendengar kata Jakarta. Di sana dia mengikuti saudaranya -termasuk saudara saya juga tentunya- yang jualan asongan di Pasar Induk Kramat Jati. Cukup lama ia berjualan dan sempat berganti-ganti dari mulia jualan asongan rokok dan pernak perniknya, pernah jualan saputangan, jualan kopi dan teh, bahkan pernah ikut sebuah MLM di daerah Grogol sana. Dan dari ikut MLM ini juga ada satu musibah yang tidak akan saya lupakan yaitu ketika dia terjatuh dari bis sampai tangan kanannya patah dan dirawat beberapa bulan. Tapi, MLM ini pun ternyata belum bisa mengangkat taraf hidupnya.

Banyak pernak-pernik yang menghiasi sisi-sisi kehidupannya, sampai di kampung kami dihebohkan dengan penemuan adanya Batu Koneng/ Soap Stone yang harganya sangat fanatastis. Masyarakat banyak yang melakukan penambangan batu ini walaupun mungkin masih tergolong ilegal. Banyak masyarakat yang taraf hidupnya terangkat, termasuk saudara saya ini. Ia sudah bisa melakukan banyak hal, dari mulai membeli tanah, motor, pernah beli mobil, memperbaiki rumah dan lain sebagainya. Akan tetapi sayang, setelah ia sempat menikmati semuanya itu, ia harus menebusnya dengan nyawa. Tapi jangan salah tafsir, kami harus bisa menerima kejadian ini karena itu adalah takdir Allah yang mana kita tidak akan mampu lari daripadanya. Hanya memang dari sisi saya sebagai manusia biasa kadang masih terbersit berbagai tanya, kenapa dia hidupnya penuh dengan cobaan yang luar biasa berat? Kenapa baru sebentar dia merasakan nikmatnya hidup ia harus mengakhiri hidupnya dengan tragis? Kenapa dia harus meninggalkan kami di usinya yang relatif masih sangat muda? Dan berbagai tanya lainnya.

Akan tetapi, saya kemudian bisa mengambil hikmah dari kejadian ini. Tragedi yang menimpa saudara saya yang harus terbakar seluruh tubuhnya dengan api karena ledakan gas alam ini membuat saya tersadar bahwa inilah hidup yang penuh perjuangan. Kadang kita harus menebus perjuangan ini dengan luka, darah, air mata, bahkan nyawa. Bahwa hidup ini harus kita isi dengan amal yang bermanfaat karena kita tidak tahu kapan akhir hidup kita di dunia ini. Wallahu a'lam...

Selasa, 15 April 2014

Ingat MATI! (Bikin Hidup Lebih Hidup)

Kalau kita mendengar kata "mati", sekilas kita memandangnya sebagai sesuatu yang menyeramkan. Betapa tidak, saya kira semua orang kalau ditanya mau mati atau tidak saat ini, hampir semuanya akan menjawab, tidak mau atau belum siap karena alasan bla bla bla.. Kesan itu tentu dapat dimaklumi, karena bagaimanapun setiap orang punya alasan agar mereka bisa merasakan hidup yang lebih panjang, kalau bisa bahkan jangan pernah mati.

Kematian adalah sebuah kepastian. Orang yang beriman tahu itu dan harus meyakininya, karena Allah telah menegaskan dalam firman-Nya bahwa "Setiap yang bernyawa pasti akan merasakan kematian" hanya cara, tempat, dan waktu kematian itu yang kita tidak diberi tahu persisnya. Tentu ini mempunyai maksud dan faidah tersendiri bagi setiap orang yang bisa menyikapinya dengan ilmu dan menerimanya dengan hati yang bersih. Akan tetapi, bersebrangan dengan orang beriman ini ada golongan manusia yang menganggap atau lebih tepatnya menginginkan kalau kehidupan di dunia ini menjadi kehidupan yang kekal dan tidak ada akhirnya sehingga mereka bisa menikmatinya sampai kapanpun. Orang seperti ini bisa jadi dan sangat mungkin tahu kalau kehidupan ini tidak akan selamanya, buktinya banyak orang-orang di sekitarnya yang terlebih dahulu meninggalkan kehidupan yang fana ini. Namun, mereka seolah menutup mata dan telinga, dan mereka pun lupa kalau hidup di dunia ini pasti ada akhirnya. Mereka puaskan nafsunya, mereka cari kehidupan yang jauh dari aturan Sang Khaliq, dan mereka labrak semua aturan yang ada.

Bagi orang yang beriman, hidup adalah sesuatu yang harus diperjuangkan dan dinikmati dengan baik. Tapi, mereka tidak melupakan bahwa setiap orang pasti menemui ajalnya, cepat atau lambat. Ketidaktahuan mereka akan kapan kapan kematian akan datang justru melecut mereka agar lebih banyak mengisi kehidupan di dunia ini dengan hal-hal dan amalan yang positif. Kita tidak tahu hidup kita masih lama atau sebentar lagi, maka selagi waktu itu masih ada kita harus berpacu untuk mengumpulkan amal kebaikan sebanyak-banyaknya.

Benarlah sabda Rasulullah SAW yang mengatakan: "Cukuplah kematian itu sebagai penasihat". Dalam keseharian kita meyaksikan bahwa kematian tidaklah diurut dari mulai yang tua terus kepada yang lebih muda dan seterusnya. Kematian datang kepada manusia secara random. Kalau tiba gilirannya, yang tua mati, yang setengah tua mati, yang baru beranjak tua mati, yang muda mati, anak-anak mati, bahkan bayipun mati. Jadi kita tidak bisa berdalih bahwa karena kita masih muda terus kita pus-puasin karena merasa bahwa kehidupan kita masih panjang dan malaikat maut masih enggan mengambil nyawa kita. Sama sekali hitung-hitungannya tidak seperti itu.

Kematian adalah misteri yang disengaja oleh Allah SWT. agar mengingatkan kita untuk lebih kreatif dan produktif mengisi kehidupan ini. Kematian ada bukan untuk membuat kita malas dan lemas apalagi ketakutan. Kematian ada justru untuk memacu semangat kita untuk lebih berdaya. Dengan mengingat bahwa kapanpun kematian itu bisa menjemput, maka seberapapun waktu yang kita miliki harus benar-benar kita manfaatkan dengan baik dan diisi dengan perbuatan dan amal yang bermanfaat. Tidak ada ruang untuk kesia-siaan, karena orang yang beriman takut kalau-kalau saat dia melakukan dosa atau kesia-siaan itulah justru kematian datang menjemputnya. Na'udzubillah...

Maka, Islam menegaskan lewat lidah orang yang mulia Rasulullah SAW bahwa "Sebaik-baik orang adalah orang yang memberi banyak manfaat untuk orang lain." Bukan orang yang banyak harta tapi sedikit amalnya. Bukan orang yang tampan, cantik, rupawan, tapi buruk perilakunya. Dan bukan pula orang yang banyak omongannya tapi minim realisasinya. Bahkan dalam hadits lain dikatakan bahwa manusia yang baik itu adalah yang panjang umurnya dan banyak amal kebaikannya, sebaliknya manusia yang paling jelek adalah yang panjang umurnya tapi buruk amal perbuatannya. Oleh karena itu, mulai sekarang mari kita tidak usah berpikir umur kita akan panjang atau tidak yang paling penting adalah kita selalu berupaya setiap saat setiap waktu agar amal perbuatan yang kita lakukan adalah amal yang baik, produktif, kreatif, dan bermanfaat buat orang lain dan lingkungan sekitar kita. Sehingga andaikata umur kita di dunia ini pendek pun maka kita akan tetap hidup dan dikenang di hati orang-orang dan lingkungan yang kita tinggalkan. Insya Allah...

Sabtu, 05 April 2014

Kenangan Kita (Sebuah Catatan Akhir) [1]

Banyak kenangan yang kita rajut bersama. Suka dan duka, tangis dan tawa, susah dan senang kita satukan dalam balutan kasih sayang. Kisah yang kita torehkan bak warna pelangi yang tidak hanya menggores satu warna, tapi memperlihatkan warna-warni yang indah. Kadang lucu, menggemaskan, kadang menyenangkan, kadang pula menyedihkan dan mengharukan.

Kenangan kita selama bersama-sama di SDI At-Taqwa Pamulang adalah kenangan yang tidak akan pernah kita lupakan sampai kapanpun. Menjadi wali kelas memang mempunyai tantangan tersendiri, banyak dan kompleks. Tiga tahun menjadi wali kelas 4, saya berkutat dengan beberapa permasalahan peralihan dari kelas tiga yang notabene masih termasuk kategori "anak kecil" menuju kelas empat dimana anak-anaknya cenderung sudah mulai "dewasa", sudah banyak yang ingin "terbebas" dari kemanjaan terhadap orang tuanya. Tak jarang komplain orang tua adalah seputar perubahan sikap dan hasil nilai yang diperoleh oleh anak-anaknya yang mempunyai kecenderungan menurun. Berbagai anak dengan karakter yang spesial pun saya rasakan di sana.

Di tahun kelima saya berada dan mengajar di SDI At-Taqwa, untuk keempat kalinya saya diberikan tugas untuk mengawal dan menjadi wali kelas kelas 6. Hal ini tentu menjadi tantangan tersendiri bagi saya yang selama ini hanya bersentuhan dengan anak-anak di bawah itu. Kelas 6 merupakan kelas "pertaruhan" bagi saya, apakah saya sukses mengawal mereka untuk lulus dengan predikat dan kesan yang baik, ataukah justru sebaliknya?

Bagaimanapun tantangan itu tetap harus saya ambil. Saya tidak boleh terjebak dalam zona nyaman yang minim tantangan. Di awal saya masuk, saya tidak begitu merasakan kesan asing atau berbeda dengan waktu saya menjadi wali kelas 4. Apalagi banyak anak-anak yang ketika kelas empatnya saya sebagai wali kelasnya. Karakter pun tidak jauh berbeda. Hanya saja, bagaimana pun mereka 2 tahun yang lalu dengan sekarang tentu sudah jauh berbeda. Mereka sudah lebih dewasa. Cara berpikirnya sudah banyak berubah.

Satu hal yang membuat saya sedikit kaget adalah ternyata anak-anak kelas 6 ini sudah mulai mengenal yang namanya "cinta", walaupun mungkin baru sebatas kulitnya saja dan dalam makna yang sangat dangkal, yaitu sekedar rasa suka semata. Konflik-konflik kecil mulai sering terjadi, rasa cemburu, rebutan "pacar", cinta tak sampai, sampai "penembakan" dan penolakan terjadi. Apa yang saya rasakan dengan semua ini? Di satu sisi, kadang saya sedikit memaklumi kondisi ini, artinya saya memahami bahwa perkembangan psikologis menyebabkan mereka sampai pada kondisi seperti ini. Namun, di sisi lain saya merasakan kekhawatiran yang luar biasa, jangan-jangan mereka yang "sudah mengenal cinta" kepada lawan jenis ini akan menurunkan gairah belajar mereka akibatnya prestasi mereka akan menurun.

Bersambung....

Selasa, 01 April 2014

Responsif yang Nyebelin

Responsif. Kata ini bisa mengesankan dua hal, ada orang yang responsif terhadap suatu kejadian kemudian dia berusaha untuk memberi solusi cepat terhadap permasalahan yang ada. Di samping itu ada juga orang yang responsif tapi nyebelin. Kok bisa sih? Ya, bisa saja. Dan ini terjadi di lingkungan tempat saya bekerja. Ada beberapa contoh yang bisa menggambarkan sikapnya ini:

  • Hampir setiap ada yang jualan dengan penyampaian promosi yang menarik ia akan membelinya berapapun harga barang yang ditawarkan walaupun ia tahu kalau barang yang ia beli kurang begitu bermanfaat baginya.
  • Kalau temannya mempunyai barang yang menarik, seperti buku atau barang lainnya ia akan berusaha mendapatkannya walaupun temannya itu sudah berusaha menahannya.
  • Kalau ada perkataan atau sikap rekan kerjanya yang sedikit menyinggung ia akan meresponnya dengan sangat keras dan tanpa klarifikasi.
Nah, itu saudara-saudara sebagian dari sikapnya yang seringkali nyebelin bagi saya dan mungkin teman-teman yang lainnya. Dalam beberapa keadaan ia selalu menempatkan dirinya sebagai objek penderita atau sebagai korban. Kalau ada informasi yang terlambat ia ketahui dan kebanyakan orang lain sudah mengetahui ia akan langsung menyerang beberapa orang di sekitarnya dengan mengatakan bahwa teman-temannya sentiman kepadanya karena tidak memberikannya informasi. Ia selalu menempatkan dirinya seolah-olah dia diabaikan dan hanya dia yang diperlakukan seperti itu. 

Menghadapi orang seperti ini memang mudah-mudah sulit sebenarnya. Orang macam ini akan mudah terjebak dengan perkataannya sendiri, karena ia kurang memikirkan apa yang akan dia ucapkan apalagi dengan resiko yang akan ia peroleh dari perkataan dan sikapnya. Dia akan sangat sering dipermalukan karena sikapnya sendiri yang gegabah dan ceroboh. 

Untuk menghadapi orang seperti ini kita tidak usah mengikuti gayanya dia, santai saja. Emosinya yang seringkali meletup-letup akan memudahkan kita untuk mencari celah agar dia bisa "ditaklukkan". Celah itulah nanti yang akan membuatnya menyadari kekeliruannya. Jadi, sekali lagi, woles aja bro...