Sabtu, 05 April 2014

Kenangan Kita (Sebuah Catatan Akhir) [1]

Banyak kenangan yang kita rajut bersama. Suka dan duka, tangis dan tawa, susah dan senang kita satukan dalam balutan kasih sayang. Kisah yang kita torehkan bak warna pelangi yang tidak hanya menggores satu warna, tapi memperlihatkan warna-warni yang indah. Kadang lucu, menggemaskan, kadang menyenangkan, kadang pula menyedihkan dan mengharukan.

Kenangan kita selama bersama-sama di SDI At-Taqwa Pamulang adalah kenangan yang tidak akan pernah kita lupakan sampai kapanpun. Menjadi wali kelas memang mempunyai tantangan tersendiri, banyak dan kompleks. Tiga tahun menjadi wali kelas 4, saya berkutat dengan beberapa permasalahan peralihan dari kelas tiga yang notabene masih termasuk kategori "anak kecil" menuju kelas empat dimana anak-anaknya cenderung sudah mulai "dewasa", sudah banyak yang ingin "terbebas" dari kemanjaan terhadap orang tuanya. Tak jarang komplain orang tua adalah seputar perubahan sikap dan hasil nilai yang diperoleh oleh anak-anaknya yang mempunyai kecenderungan menurun. Berbagai anak dengan karakter yang spesial pun saya rasakan di sana.

Di tahun kelima saya berada dan mengajar di SDI At-Taqwa, untuk keempat kalinya saya diberikan tugas untuk mengawal dan menjadi wali kelas kelas 6. Hal ini tentu menjadi tantangan tersendiri bagi saya yang selama ini hanya bersentuhan dengan anak-anak di bawah itu. Kelas 6 merupakan kelas "pertaruhan" bagi saya, apakah saya sukses mengawal mereka untuk lulus dengan predikat dan kesan yang baik, ataukah justru sebaliknya?

Bagaimanapun tantangan itu tetap harus saya ambil. Saya tidak boleh terjebak dalam zona nyaman yang minim tantangan. Di awal saya masuk, saya tidak begitu merasakan kesan asing atau berbeda dengan waktu saya menjadi wali kelas 4. Apalagi banyak anak-anak yang ketika kelas empatnya saya sebagai wali kelasnya. Karakter pun tidak jauh berbeda. Hanya saja, bagaimana pun mereka 2 tahun yang lalu dengan sekarang tentu sudah jauh berbeda. Mereka sudah lebih dewasa. Cara berpikirnya sudah banyak berubah.

Satu hal yang membuat saya sedikit kaget adalah ternyata anak-anak kelas 6 ini sudah mulai mengenal yang namanya "cinta", walaupun mungkin baru sebatas kulitnya saja dan dalam makna yang sangat dangkal, yaitu sekedar rasa suka semata. Konflik-konflik kecil mulai sering terjadi, rasa cemburu, rebutan "pacar", cinta tak sampai, sampai "penembakan" dan penolakan terjadi. Apa yang saya rasakan dengan semua ini? Di satu sisi, kadang saya sedikit memaklumi kondisi ini, artinya saya memahami bahwa perkembangan psikologis menyebabkan mereka sampai pada kondisi seperti ini. Namun, di sisi lain saya merasakan kekhawatiran yang luar biasa, jangan-jangan mereka yang "sudah mengenal cinta" kepada lawan jenis ini akan menurunkan gairah belajar mereka akibatnya prestasi mereka akan menurun.

Bersambung....

Tidak ada komentar:

Posting Komentar