Rabu, 16 April 2014

Pelajaran dari Tragedi Batu Koneng

Selama ini saya masih sering berpikir kalau musibah atau kematian itu masih jauh dari saya. Saya pikir paling juga terjadi kepada orang lain atau keluarga orang lain. Akan tetapi, ketika lebih kurang seminggu yang lalu musibah itu datang menimpa salah satu keluarga kami, disusul kematian yang terjadi seminggu setelah musibah itu, saya jadi tersadar dengan sepenuhnya bahwa kematian, cobaan, dan musibah itu begitu dekat dengan kita dan bisa menimpa siapa saja.


Dia yang terkena musibah itu adalah sepupu saya sendiri. Dia adalah orang yang sangat dekat dengan saya dari semenjak saya kecil. Di samping sebagai saudara, dia juga merupakan sahabat yang saya ketahui betul jejak langkah dan perjuangan hidupnya. Dari datar, landai, sampai perjuangan yang terjal dan curam pernah dialaminya. Bagi saya dia adalah pejuang kehidupan. Dia sempat merasakan pahit getir dan sulitnya mencari uang untuk memenuhi kebutuhan hidup rumah tangganya. 

Ia sempat mengenyam pendidikan MTs di Sagaranten, kemudian setelah itu takdir berkata lain. Dari yang awalnya merupakan keluarga yang lumayan berkecukupan berubah menjadi pas-pasan karena tulang punggung keluarga, yang dalam hal ini ayahnya, meninggal dunia ketika dia masih pendidikan MTs (setingkat SMP). Memang, ia sempat punya asa yang besar untuk melanjutkan pendidikannya sampai dia harus ngumpet-ngumpet dari ibunya untuk mendaftar ke Madrasah Aliyah (setingkat SMA) saking kemauannya yang kuat. Akan tetapi, keinginan itu kandas setelah setengah tahun dia tidak lagi mempunyai biaya untuk pendidikannya.

Seiring waktu kemudian ia banting stir untuk mengikuti jejak saudara-saudaranya yang berjualan di Jakarta. Mungkin sekilas Anda terkecoh mendengar kata Jakarta. Di sana dia mengikuti saudaranya -termasuk saudara saya juga tentunya- yang jualan asongan di Pasar Induk Kramat Jati. Cukup lama ia berjualan dan sempat berganti-ganti dari mulia jualan asongan rokok dan pernak perniknya, pernah jualan saputangan, jualan kopi dan teh, bahkan pernah ikut sebuah MLM di daerah Grogol sana. Dan dari ikut MLM ini juga ada satu musibah yang tidak akan saya lupakan yaitu ketika dia terjatuh dari bis sampai tangan kanannya patah dan dirawat beberapa bulan. Tapi, MLM ini pun ternyata belum bisa mengangkat taraf hidupnya.

Banyak pernak-pernik yang menghiasi sisi-sisi kehidupannya, sampai di kampung kami dihebohkan dengan penemuan adanya Batu Koneng/ Soap Stone yang harganya sangat fanatastis. Masyarakat banyak yang melakukan penambangan batu ini walaupun mungkin masih tergolong ilegal. Banyak masyarakat yang taraf hidupnya terangkat, termasuk saudara saya ini. Ia sudah bisa melakukan banyak hal, dari mulai membeli tanah, motor, pernah beli mobil, memperbaiki rumah dan lain sebagainya. Akan tetapi sayang, setelah ia sempat menikmati semuanya itu, ia harus menebusnya dengan nyawa. Tapi jangan salah tafsir, kami harus bisa menerima kejadian ini karena itu adalah takdir Allah yang mana kita tidak akan mampu lari daripadanya. Hanya memang dari sisi saya sebagai manusia biasa kadang masih terbersit berbagai tanya, kenapa dia hidupnya penuh dengan cobaan yang luar biasa berat? Kenapa baru sebentar dia merasakan nikmatnya hidup ia harus mengakhiri hidupnya dengan tragis? Kenapa dia harus meninggalkan kami di usinya yang relatif masih sangat muda? Dan berbagai tanya lainnya.

Akan tetapi, saya kemudian bisa mengambil hikmah dari kejadian ini. Tragedi yang menimpa saudara saya yang harus terbakar seluruh tubuhnya dengan api karena ledakan gas alam ini membuat saya tersadar bahwa inilah hidup yang penuh perjuangan. Kadang kita harus menebus perjuangan ini dengan luka, darah, air mata, bahkan nyawa. Bahwa hidup ini harus kita isi dengan amal yang bermanfaat karena kita tidak tahu kapan akhir hidup kita di dunia ini. Wallahu a'lam...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar