Minggu, 15 Februari 2015

GURU DAN SISWA PEROKOK

Seorang siswa di sebuah sekolah tertangkap basah oleh gurunya sedang merokok di pojok sekolah yang sepi. Guru itu tentu sangat marah karena aturan di sekolah itu tidak memperbolehkan siswa untuk merokok.

Guru tersebut kemudian menginterogasi siswa ini.

Guru : Kamu tahu kan, kalau peraturan di sekolah ini tidak memperbolehkan siswa merokok?

Siswa : Tahu Pak... Tapi, saya mau tanya boleh ga Pak?

Guru : Mau tanya apa?

Siswa : Saya mau penjelasan Bapak, kenapa siswa di sini tidak boleh merokok?

Guru : Karena merokok itu tidak baik dan merusak kesehatan.

Siswa : Ooh... Gitu ya Pak... (dengan polos dia bertanya) Jadi, merokok itu tidak baik dan merusak kesehatannya hanya untuk siswa aja ya Pak.

Guru : Ya buat semua lah... Kamu ini gimana?

Siswa : Kalau begitu kenapa tidak ada peraturan ga boleh merokok juga buat guru? Terus... kemarin saya lihat guru-guru pada merokok di ruang OB...

Guru : ??@*&%$??@##?

Selasa, 10 Februari 2015

Rindu Berjamaah

Salah satu yang menjadi ciri khas sekolah yang berlabel Islam adalah adanya shalat berjamaah, terutama Shalat Dzuhur. Indah sekali saat kita bisa menyaksikan para peserta didik berwudhu dan berduyun-duyun masuk masjid, walaupun dengan kondisi mereka berisik. Tapi, inilah proses pembelajaran sesungguhnya. Kesabaran, pembiasaan, dan keteladananlah yang diperlukan oleh anak-anak didik kita. Walaupun mereka saat ini sampai keluar sekolah masih belum seperti yang kita harapkan tapi setidaknya di benak mereka akan tertanam dengan kuat pengajaran yang kita berikan dengan konsisten itu.

Namun, banyak di antara kita yang tidak sadar kalau kita perlu memberikan keteladanan dalam hal ini. Buktinya, ketika waktu shalat tiba, hanya satu dua orang guru saja yang peduli untuk menggiring anak ke masjid, memperhatikan mereka ketika berwudhu dan juga ketika shalat. Ini sebenarnya tugas yang sangat penting bagi semua guru, bukan hanya guru agama saja. 

Keteladanan guru ini akan sangat berpengaruh pada ketertiban anak-anak ketika shalat. Biasanya mereka akan lebih tertib kalau gurunya semua atau sebagian besar ikut serta dalam shalat berjamaah. Saya miris dengan kondisi yang ada di sekolah tempat saya mengajar SD maupun SMP yang ada saat ini. Sedih rasanya, kita yang berharap melahirkan generasi muslim Rabbani, yang tahu dan mau mengamalkan ajaran Islam, sementara kitanya sendiri yang diharapkan bisa membawa perubahan sikap, akhlak dan perilaku justru memberikan contoh yang tidak baik. Bahkan kadang shalat malah di akhir waktu. Dan itu juga tidak dilakukan di masjid tapi di kelas atau di kantor.

Saya rindu sekali, ketika waktu shalat tiba dan adzan sudah berkumandang, seluruh stakeholders , mulai dari kepala sekolah, pendidik, tenaga kependidikan, OB, dan lainnya meninggalkan semua pekerjaannya dan bergegas untuk melaksanakan shalat. Biarkan satpam atau security saja yang menjaga sekolah. Toh, tidak begitu lama kita shalat, maksimal 10 sampai 15 menit. Coba bayangkan, rasakan bagaimana damainya suasana sekolah kita kalau semuanya turun untuk memberi keteladanan yang baik kepada anak didik. Karena kita harus ingat bahwa pendidikan bukan hanya menyampaikan ilmu, bukan hanya membuat anak itu tahu, tapi juga yang lebih penting adalah bagaimana anak-anak kita bisa mengamalkan ilmu yang diperolehnya. Dan usia mereka membutuhkan keteladanan kita.

Ingat saudara-saudaraku, kenapa Indonesia carut marut saat ini? Menurut saya, salah satunya karena kita guru-gurunya lebih memperhatikan bagaimana mengasah otak anak, tapi kita lupa untuk mengasah watak dan karakter anak. Mengajar hanya untuk nilai di raport dan ijazah, tanpa berpikir bagaimana anak-anak kita bernilai baik dalam mengamalkan apa yang diketahuinya dalam kehidupan sesungguhnya. Maka, ketika kita mengajar mereka di depan kelas, hal terpenting yang harus ditekankan kepada anak adalah, apa yang bisa kita amalkan dari pembelajaran kita hari ini? Sebagai contoh, dalam hal ini, kalau anak kita ajarkan apa keutamaan shalat berjamaah dan bagaimana cara shalat berjamaah, maka hal terpenting setelah itu bagaimana agar anak mau melaksanakan shalat berjamaah tanpa harus dipaksa. Bagaimana mereka mau melakukannya tanpa harus dipaksa atau diomelin dulu.

Mari berjamaah lagi ya friend!!!

Minggu, 08 Februari 2015

Menembus Keterbatasan

Berulang kali saya mendengarkan pengalaman Mbak Asma Nadia di berbagai televisi juga di Youtube. Rasanya tidak ada rasa bosan di hati saya untuk terus menyimak dengan seksama. Seperti yang terjadi malam ini, Asma Nadia kembali muncul di tayangan TVONE di acara yang bertajuk "Satu Jam Lebih Dekat". Anehnya, saya bisa menyimaknya dengan baik dan antusias sehingga satu detikpun saya tidak mau terlewat. Padahal apa yang disampaikan oleh Asma Nadia sudah sering saya dengar disampaikan oleh beliau.

Bagi saya, ini adalah salah satu bukti bahwa saya, pertama, saya sangat mengidolakan Asma Nadia. Saya kagum sekali dengan beliau yang bisa menghasilkan begitu banyak karya yang hampir semuanya best seller. Subhanallah... Karya-karyanya (dalam bentuk buku) banyak menyentuh berbagai pihak. Karyanya mengalir bak air sungai yang tidak pernah kering. Padahal kalau kita dengar dari pengakuan beliau dan juga keluarganya, beliau tumbuh dan berkembang dalam keterbatasan. Bagaimana beliau waktu kecil begitu ingin untuk membaca sampai-sampai ia harus memungut kertas koran bungkus sayuran, bungkus cabe, tomat dan lain-lain hanya karena ingin membaca. Ia juga tiap hari hanya bisa melihat dari luar buku-buku yang ada di rumah baca dekat rumahnya karena ia tidak punya uang untuk menyewa buku-buku tersebut. Sampai suatu ketika ia dan kakaknya (Helvy Tiana Rosa) diusir oleh pihak pengelola rumah baca itu karena dianggap mengganggu karena tiap hari hanya melihat-lihat tanpa pernah meminjam buku. Dalam kondisi yang seperti itu Mbak Helvy bilang kepada adiknya ini bahwa suatu saat kita akan punya buku sebanyak ini dan kita akan membuat rumah baca yang bisa dinikmati oleh siapapun secara gratis. Dan cita-cita ini hari ini betul-betul terwujud, Asma Nadia dengan karyanya yang banyak dan rumah baca yang sudah tersebar di seluruh penjuru tanah air.

Kedua, karena saya punya keinginan besar untuk menjadi seorang penulis yang produktif. Asma Nadia adalah sosok inspiratif bagi saya. Sejak kecil saya menginginkan dan bercita-cita untuk menjadi seorang penulis, sehingga setiap kali membaca buku saya selalu membayangkan suatu saat saya bisa menulis buku yang bukan hanya menghasilkan buku yang bermutu tapi juga bisa produktif. Saya sempat mengatakan bahwa dari setiap sepuluh buku yang ada di rak buku saya akan terselip karya saya sendiri. Cita-cita inilah yang menjadikan saya setiap kali mendengar talk show atau membaca buku tentang cara menulis buku saya mendengar dan membacanya secara antusias. Dan salah satu yang paling sering saya dengar pengalamannya adalah tentang Mbak Asma Nadia ini. 

Saat ini, alhamdulillah saya sudah mencoba menerbitkan buku yang dibantu oleh Penerbit Maghza Books Yogyakarta. Walaupun belum bisa masuk toko-toko buku bonafide tapi paling tidak ini menjadi motivasi besar bagi saya untuk terus berkarya. Karena lahirnya buku ini juga merupakan pembuktian awal bahwa saya memang punya cita-cita yang terus saya peluk dan saya upayakan terus sampai saat ini. Ketidakpuasan dan kekurangan di sana-sini saya anggap sebagai sesuatu yang wajar dan itu dialami oleh semua penulis apalagi penulis pemula seperti saya. Saya berharap suatu saat nanti saya akan menghasilkan karya-karya yang berkualitas dan diburu banyak orang.

Saya menyimpulkan bahwa ternyata keterbatasan ekonomi bahkan keterbatasan kesehatan seperti yang dialami Mbak Asma Nadia harusnya tidak menghalangi kita untuk mencapai impian dan cita-cita kita. Bahkan tidak sampai di sana, beliau juga menularkan ini kepada keluarganya. Suami beliau, Bapak Isa Alamsyah, adalah penulis yang juga hebat. Selain itu anak-anak beliau Putri Salsa dan Adam juga menjadi penulis-penulis yang tentu membuat saya dan mungkin juga keluarga-keluarga yang lain iri. Pencapaiannya sudah luar biasa. Bayangkan Ibunya Asma Nadia sampai sempat tidak makan siang hanya agar bisa membeli kan buku untuk anaknya. Begitu juga dengan banyak penyakit yang dideritanya, mulai dari gegar otak, jantung, tumor, paru-paru dan lain-lain yang itu semua tidak mengurangi semangat hidupnya dan semangatnya untuk menulis. Subhanallah....

Terima kasih sudah membuka www.amirmahmud.com. Semoga bermanfaat...

Sabtu, 07 Februari 2015

Mengapa Anda Direkrut Sekolah?

Perencanakan diakui merupakan hal penting dalam mencapai sebuah target. Maka rencanakan segala sesuatunya dengan sebaik-baiknya. Karena gagal merencanakan bisa berarti merencanakan kegagalan. Begitu pula dalam sebuah lembaga pendidikan, perencanaan wajib dilakukan. Perencanaan awal yang harus dipersiapkan adalah penyediaan guru yang baik, punya kompetensi yang mumpuni dan profesional. 

Seorang guru harus tahu bagaimana cara memenuhi harapan sebuah sekolah yang akan dijadikan pilihan tempat kerjanya. Anda seorang guru? Kembangkan 5 sikap berikut ini untuk mencapai prestasi di sekolah Anda.

1. Bertujuan mencapai target
Sekolah baik tentu harus mempunyai target yang jelas. Seorang guru haruslah mendedikasikan diri secara maksimal untuk mencapai target-target yang ditetapkan sekolah. Guru harus mewujudkan pemahaman tentang sekolah yang diwujudkan dalam komitmen untuk menjalankan tugas sekolah secara total dan berkualitas.

2. Bekerja maksimal dan total
Sebuah sekolah merekrut guru tentu bukan untuk mendapatkan hasil kerja yang biasa-biasa saja. Sekolah berharap agar setiap guru yang ada harus bekerja dengan sungguh-sungguh, maksimal, total, dan sepenuh hati. Bukan menjadi guru yang hanya datang pagi pulang siang dengan rutinitas yang itu-itu saja. Tapi giliran urusan gaji sangat perhitungan, apalagi kalau penggajian telat.

3. Bersedia membantu
Seorang guru harus selalu siap membantu atasan (kepala sekolah) untuk memajukan sekolahnya. Dia selalu mempunyai inovasi-inovasi baru dan sangat kreatif. Dia selalu siap menyelesaikan tugas sebaik mungkin yang pada akhirnya bukan hanya bekerja karena atasan semata tapi juga karena tuntutan jiwa sebagai hamba Allah.

4. Bertanggung jawab hingga target tercapai
Bertanggung jawab berarti menyelesaikan tugas dan mencapai terget hingga tuntas, termasuk apapun masalah yang dihadapi baik di kelas, masalah sesama rekan guru, dan masalah apapun di lingkungan sekolahnya. Jadilah high achiever, peraih kemenangan tertinggi.

Di dalam sebuah instansi, tidak terkecuali itu sekolah, ada 2 jenis guru, yaitu tipe problem solver dan problem reporter. 

Seorang problem solver, ketika dia harus mengajar dia sudah siap dengan permasalahan sebagai guru yang akan ia hadapi. Dia menyadari betul bahwa setiap pekerjaan selalu ada rintangan dan halangan yang selalu menghadang. Di saat seperti itu ia sanggup untuk terus berupaya mencari solusi dari setiap permasalahan yang muncul. Tipe guru seperti ini pantang mengeluh apapun permasalahan yang ada. Ia betul-betul menikmati setiap detik yang dilewatinya.

Sebaliknya, seorang problem reporter senantiasa berharap kalau pekerjaan yang dilakukannya akan berjalan sesuai rencana, mulus, tanpa halangan yang merintangi. Dan di saat masalah muncul ia lebih sering bersungut-sungut dan marah dengan kondisi yang ada. Tipe ini lebih suka menyalahkan orang atau situasi yang ada dibandingkan harus menyelesaikan masalah yang muncul. Dia mempunyai daya juang yang rendah dan mencari berbagai alasan untuk menghindar dari tugas yang menjadi amanahnya.

Ada beberapa kiat yang bisa kita coba agar kita menjadi problem solver: 
  • Tidak takut menghadapi masalah.
  • Selalu menggunakan data yang akurat.
  • Senantiasa terus dan terus belajar.
  • Belajar teknik problem solving dan decision making.
  • Selalu mencari akar masalah.
  • Jangan mencari "kambing hitam.
Semoga bermanfaat. Sampai jumpa pada artikel berikutnya di www.amirmahmud.com


Jumat, 06 Februari 2015

Memahami Prioritas

Sebuah kebijakan yang dibuat oleh seorang pemimpin biasanya akan menimbulkan pro dan kontra. Tidak semua pihak akan dengan begitu saja setuju dengan kebijakan tersebut. Satu contoh yang saya kemukakan di sini adalah kebijakan penerapan absen pinger print bagi seluruh peserta didik di suatu sekolah yang saya kenal. Di satu sisi hal ini cukup baik untuk diterapkan. Ada beberapa keuntungan yang bisa dirasakan oleh orang tua/wali peserta didik sehubungan dengan kebijakan ini. Di antaranya: 1) Bagi orang tua yang tidak sempat mengantar anaknya akan merasa tenang karena akan ada laporan ke ponselnya kalau anaknya sudah sampai di sekolah. 2) Orang tua akan tahu kalau anaknya sudah selesai KBM sehingga orang tua tahu kapan harus menjemput anaknya. 3) Sekolah dan orang tua akan tahu seandainya anaknya tidak sampai di sekolah atau pulang tidak pada waktunya. Dan beberapa manfaat positif lain yang bisa dirasakan.

Akan tetapi, ternyata ada orang tua yang menyoroti kebijakan ini dari sudut pandang yang lain. Seorang ibu yang dua anaknya bersekolah di sana sempat mencurahkan kegalauannya kepada saya. Dia mempertanyakan, kenapa harus absen yang canggih-canggih kalau untuk hal-hal kecil seperti sanitasi, kebersihan kelas, dan kebersihan WC saja belum maksimal. Memang hal-hal yang vital semacam itu tidak bisa kita abaikan. Sepertinya kelihatannya kecil akan tetapi biasanya itu menjadi penilaian awal dan utama orang tua memasukkan anaknya di sekolah kita. Maka, apapun itu, segala kebijakan haruslah menyentuh seluruh aspek yang akan mempengaruhi keamanan dan kenyamanan peserta didik di sekolah. Kita harus mampu membuat skala prioritas tentang mana yang paling penting, sangat penting, penting, kurang penting, dan tidak penting.

Ini memang tugas pemimpin untuk menggerakkan semua unsur yang ada di bawah wilayah kepemimpinannya. Bagaimana setiap orang di lingkungan sekolah mau dan mampu serta menyadari bahwa apapun yang ada di lingkungan sekolah merupakan tanggung jawab semuanya. Bukan hanya dilimpahkan kepada satu pihak semata. Kalau semua sudah bergerak secara "otomatis" maka semua akan merasa enak, merasa nyaman, dan berupaya untuk menjadi solusi dari segala permasalahan yang muncul. Semua akan ikut berpikir secara sukarela, tanpa harus disuruh apalagi dimarahi dulu. Akhirnya, sadarilah bahwa setiap kita adalah pemimpin yang akan dimintai pertanggungjawabannya dari setiap lingkup yang dipimpinnya.

Selasa, 03 Februari 2015

Jangan Takut, Jangan Khawatir!!

Kekhawatiran seringkali muncul pada setiap keluarga, tidak terkecuali itu keluarga yang tingkat ekonominya cukup mapan maupun yang ekonominya rendah. Rasa khawatir biasanya muncul ketika kita mulai banyak kebutuhan dan mulai menghitung dengan hitungan yang rigid. Orang yang hitungannya sangat detail tentang kebutuhan keluarga tanpa dibarengi dengan kesadaran dan kesabaran, biasanya akan mengalami tingkat stress yang tinggi. Mereka akan dibayang-bayangi dengan rasa takut miskin, rasa takut hidup susah, rasa takut dihina orang, dan rasa-rasa yang lainnya. 

Menghitung kebutuhan pada dasarnya harus dan memang itu baik, agar kita bisa mempersiapkan segala kebutuhan di masa mendatang dengan lebih baik dan terencana. Perhitungan yang baik dan cukup mendetail menjadi baik selama itu dibarengi dengan upaya yang maksimal dan sikap tawakkal kepada Allah SWT dan mensyukuri dan merasa cukup dengan apa yang dimiliki saat ini. Tanpa tawakkal, syukur, dan merasa cukup dengan yang ada (qonaah) semuanya akan berubah jadi semacam pengingkaran terhadap ke-Maha Kuasaan Allah SWT. Hal ini akan merusak aqidah dan keimanan yang ada dalam diri kita.

Coba pikirkan, seberapa hebatkah kita menghitung rezeki yang kita terima? Seberapa dahsyatkah hitungan matematika kita dibandingkan dengan hitungan matematikanya Allah SWT? Apakah saat kita menghitung kurang jumlah rezeki kita satu bulan mendatang itu akan benar-benar terjadi? Apakah ketika perhitungan rezeki kita sudah kita tetapkan cukup akan benar-benar cukup? Tentu segala sesuatunya Allah-lah Yang Maha Tahu. Bukankah kita sering sekali melihat keajaiban saat kita menjalani hidup ini? Menurut kita uang segitu tidak akan cukup, tapi ternyata kenyataannya seringkali berbanding terbalik dengan hitungan kita. Berapa banyak orang tua yang penghasilannya tidak sampai satu juta per bulannya tapi mereka bisa menyekolahkan anak-anaknya sampai jenjang yang tinggi? Kalau kita hanya mengandalkan otak kita tentu tidak masuk akal.

Maka, yang kita perlukan dalam mengarungi rumah tangga maupun kehidupan secara umum yang paling penting adalah aqidah yang kuat. Inilah keyakinan yang akan melahirkan ketenangan di hati kita. Orang yang punya keyakinan yang kuat dan lurus pun tidak akan merasa ketakutan akan kekurangan. Yang terpenting bagi mereka adalah upaya yang sungguh-sungguh sebagai bagian dari pelaksanaan terhadap perintah Allah dan pengabdian/ibadah kepada-Nya. Setelah mereka berusaha dengan penuh kesungguhan mereka menyerahkan hasil dari usaha itu sepenuhnya kepada Allah SWT. Mereka hidupnya tidak ngoyo apalagi dihiasi dengan keluhan dan makian. Itu sangat jauh dari kamus mereka. Bahkan apapun yang terjadi terhadap upayanya itu orang-orang yang seperti ini mampu bersyukur dengan segenap kekurangan dan kelebihan yang ada.

Jadi, kuncinya agar kita tidak hidup di jurang kekhawatiran yang terus menerus adalah perkuat iman, istiqomah dalam kebaikan, selalu bersyukur, senantiasa bersabar, merasa cukup dengan yang didapatkan saat ini, tawakkal dan berusaha dengan sungguh-sungguh dan profesional tentunya. Insya Allah kita akan hidup dengan nikmat, enak, namun tetap DAHSYAT. Selamat berbahagia!!!

Kematian

Kematian. Sebuah kata yang menggetarkan siapapun yang mengucapkan, mendengar, atau menyaksikannya. Kematian adalah keniscayaan bagi siapapun yang sudah mengecap kehidupan. Hal ini ditegaskan oleh Sang Maha Hidup, "Setiap jiwa (yang bernyawa) pasti akan merasakan kematian...". Jadi, mau tidak mau, suka tidak suka setiap kita akan mengalaminya. Kematian adalah sebuah pintu yang akan dimasuki/dilalui oleh setiap manusia. Ingatlah peringatan Allah dalam kitab sucinya! "Sesungguhnya kematian yang kamu berusaha lari daripadanya sungguh ia akan menemuimu, kemudian kamu akan dikembalikan kepada Dzat Yang Maha Tahu terhadap yang gaib dan yang nampak, maka akan diberitahukan kepadamu tentang apa yang kalian kerjakan (selama hidup)."

Kematian memang ditakuti baik oleh orang yang beriman maupun oleh orang yang ingkar. Hanya saja bedanya kalau orang yang beriman takut kematian bukan karena kematiannya itu sendiri, akan tetapi ia takut kalau-kalau saat kematian menjemput ia belum siap dengan bekal ketaqwaan dan amal shalih yang akan menyelamatkannya di hadapan Allah SWT kelak. Sedangkan orang yang ingkar takut kalau kematian akan memutuskan dia dari kenikmatan yang selama ini sudah ia raih, baik berupa kekayaan, ketenaran, maupun pangkat dan jabatan. 

Dengan ketakutannya orang beriman akan berupaya terus untuk memperbaiki amal ibadahnya, menambah yang kurang dan menyempurnakan yang sudah baik. Kematian yang tidak diketahui kapan dan dimana datangnya membuat orang beriman selalu menjaga dirinya agar tetap dalam ketaatan, memelihara diri agar tidak terjerumus dalam dosa dan kemaksiatan. Ia sangat takut kalau kematian menjemput saat ia berbuat dosa yang menjadikannya mati dalam keadaan suul khaatimah (buruk akhir hidupnya). Ia senantiasa berharap dan berdo'a bisa mati dalam keadaan taat dan ibadah kepada Allah SWT. Rasulullah SAW bersabda: "Cukuplah kematian itu sebagai nasihat." Ketika seorang mukmin menyaksikan ada orang lain, baik keluarga maupun tetangga ia selalu menjadikan itu sebagai pengingat bahwa suatu saat ia akan mengalami seperti apa yang dialami oleh orang lain tersebut. Bahkan, kalaupun ia tidak melihat ada orang yang meninggal ia akan senantiasa mengingatnya untuk motivasi agar ia terus beramal kebaikan.

Secara psikologis, orang yang beriman akan menyadari kalau hidupnya di dunia ini sangat terbatas. Hidup ini dibatasi oleh waktu yang sudah ditetapkan Allah SWT. mungkin 60 tahun, 70 tahun, mungkin kurang atau lebih dari itu. Dengan keterbatasan waktu inilah ia menyadarkan dirinya andai waktu yang sebentar ini tidak digunakannya untuk ketaatan maka ia akan menderita selama-lamanya nanti di akhirat. Ngeri sungguh ngeri. Maka, orang yang beriman akan sangat bersemangat untuk melakukan ibadah dan ketaatan karena ia tidak pernah tahu kapan kematian itu akan menjemputnya. Oleh karena itu seharusnya "janji" kematian bukan menjadikan kita lemas dan tidak bersemangat, justru kematian harus bikin hidup lebih hidup. 

Dalam hadits yang sudah sangat populer, Rasulullah SAW bersabda, "Ingatlah 5 perkara sebelum datang 5 perkara, sehatmu sebelum sakitmu, kayamu sebelum miskinmu, lapangmu sebelum sempitmu, waktu luangmu sebelumwaktu  sibukmu, dan hidupmu sebelum matimu."

Wallahu a'lam... :)