Jumat, 06 Februari 2015

Memahami Prioritas

Sebuah kebijakan yang dibuat oleh seorang pemimpin biasanya akan menimbulkan pro dan kontra. Tidak semua pihak akan dengan begitu saja setuju dengan kebijakan tersebut. Satu contoh yang saya kemukakan di sini adalah kebijakan penerapan absen pinger print bagi seluruh peserta didik di suatu sekolah yang saya kenal. Di satu sisi hal ini cukup baik untuk diterapkan. Ada beberapa keuntungan yang bisa dirasakan oleh orang tua/wali peserta didik sehubungan dengan kebijakan ini. Di antaranya: 1) Bagi orang tua yang tidak sempat mengantar anaknya akan merasa tenang karena akan ada laporan ke ponselnya kalau anaknya sudah sampai di sekolah. 2) Orang tua akan tahu kalau anaknya sudah selesai KBM sehingga orang tua tahu kapan harus menjemput anaknya. 3) Sekolah dan orang tua akan tahu seandainya anaknya tidak sampai di sekolah atau pulang tidak pada waktunya. Dan beberapa manfaat positif lain yang bisa dirasakan.

Akan tetapi, ternyata ada orang tua yang menyoroti kebijakan ini dari sudut pandang yang lain. Seorang ibu yang dua anaknya bersekolah di sana sempat mencurahkan kegalauannya kepada saya. Dia mempertanyakan, kenapa harus absen yang canggih-canggih kalau untuk hal-hal kecil seperti sanitasi, kebersihan kelas, dan kebersihan WC saja belum maksimal. Memang hal-hal yang vital semacam itu tidak bisa kita abaikan. Sepertinya kelihatannya kecil akan tetapi biasanya itu menjadi penilaian awal dan utama orang tua memasukkan anaknya di sekolah kita. Maka, apapun itu, segala kebijakan haruslah menyentuh seluruh aspek yang akan mempengaruhi keamanan dan kenyamanan peserta didik di sekolah. Kita harus mampu membuat skala prioritas tentang mana yang paling penting, sangat penting, penting, kurang penting, dan tidak penting.

Ini memang tugas pemimpin untuk menggerakkan semua unsur yang ada di bawah wilayah kepemimpinannya. Bagaimana setiap orang di lingkungan sekolah mau dan mampu serta menyadari bahwa apapun yang ada di lingkungan sekolah merupakan tanggung jawab semuanya. Bukan hanya dilimpahkan kepada satu pihak semata. Kalau semua sudah bergerak secara "otomatis" maka semua akan merasa enak, merasa nyaman, dan berupaya untuk menjadi solusi dari segala permasalahan yang muncul. Semua akan ikut berpikir secara sukarela, tanpa harus disuruh apalagi dimarahi dulu. Akhirnya, sadarilah bahwa setiap kita adalah pemimpin yang akan dimintai pertanggungjawabannya dari setiap lingkup yang dipimpinnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar