Senin, 09 April 2012

Kurang Renyah

Ketika saya selesai membuat tulisan, baik itu yang dibuat dari hasil perenungan ataupun yang dibuat dengan beberapa referensi, saya seringkali merasa kayaknya tulisan saya kok jelek banget ya... Rasanya kok kurang renyah. Apalagi kalau saya bandingkan dengan tulisan-tulisan orang lain. Saya coba baca tulisan yang serius, enaak banget rasanya. Lalu saya baca lagi tulisan yang santai, saya rasakan, enak juga.

Tapi, saya kemudian ingat kata-kata para penulis handal, bagaimana mereka dulu memulai tulisannya. Rata-rata mereka mengatakan kalau awalnya mereka pun sama seperti saya. Tulisannya kurang enak dibaca. Andrea Hirata pernah juga mengatakan, bahwa dia bukanlah orang yang pandai menulis atau orang yang paham teori-teori menulis yang njelimet. Tapi karena dia punya niat yang kuat untuk menuliskan pengalamannya dan ia menulis dengan hati, akhirnya ia bisa melahirkan karya besar nan monumental yang dikenal dan punya pengaruh yang luar biasa tidak hanya di Indonesia bahkan sampai ke mancanegara.

Penulis yang lain mengatakan,"menulislah dengan otak kanan, editlah dengan otak kiri. So, sangat simpel. Herien Priyono, penulis Mind Writing, dengan bahasa yang lain menyampaikan kalau kita menulis janganlah memakai pikiran, menulislah dengan hati. Biarkan semuanya mengalir secara spontan dan kita akan merasakan keajaiban bahwa betapa luar biasanya kita. Kita yang mungkin awalnya merasa tidak mampu untuk menulis, tapi karena kita menggunakan hati kita maka yang terjadi adalah keajaiban. Walaupun mungkin dari sisi bahasa kurang mengikuti teori yang ada tapi ia bisa menyentuh hati terdalam yang membacanya. Ibarat yang dikatakan Aa Gym bahwa apa yang keluar dari hati akan sampai ke hati.

Yang paling penting dari semua itu adalah action... action... dan action. Berlatih, berlatih, dan teruslah berlatih. Kalau otot fisik kita bisa dilatih, maka demikian juga dengan otot menulis kita. Semakin kita berlatih maka semakin terampillah kita dalam mengungkapkan isi hati kita dan juga pengetahuan yang kita miliki. Jangan ada hari yang kita lewati tanpa menulis. Seorang teman saya yang bernama M. Iqbal Dawami, seorang resensor yang sudah lama malang melintang di dunia penulisan, ketika saya minta untuk mengajari saya menulis beliau mengatakan,"Tulis saja apa yang Kang Amir pikirkan, mungkin kegelisahan atau apapun yang ingin ditulis, minimal satu paragraf setiap pagi...". Alhamdulillah, dari saran pendek itu saya jadi semangat untuk menulis. Bagi saya sekarang, tiada hari tanpa menulis... :)

2 komentar: