Prasangka adalah sangkaan awal yang kita buat berdasarkan asumsi yang tidak berdasarkan pada fakta dan biasanya lebih mengarah kepada hal yang negatif. Dalam terminologi Islam perbuatan semacam ini disebut dengan su'udzdzon (buruk sangka). Atau dalam bahasa lain kita menyebutnya dengan negatif thinking. Entah apa itu disebutnya, yang jelas sifat ini seringkali membawa pelakunya pada keadaan yang tidak baik.
Orang yang hidupnya penuh dengan prasangka, melihat apapun yang dilakukan oleh orang lain ia akan mengasumsikannya kepada hal yang negatif. Melihat orang tersenyum, ia anggap mentertawakan. Ada orang yang menatap, ia anggap menantang. Ada orang memberi kritik atau saran perbaikan, ia anggap sebagai upaya menjatuhkan. Dan banyak lagi yang lainnya.
Sikap yang selalu negatif thinking ini akan membawa pelakunya pada perasaan yang selalu gelisah dan tidak tenang. Bagaimana ia mau tenang toh ia merasa bahwa siapapun yang berada di sekitarnya akan selalu dianggapnya sebagai ancaman. Siapapun akan dicurigainya sebagai lawan yang berusaha mengkerdilkan atau mengancam dirinya. Sifat ini bisa dimiliki oleh siapapun, baik oleh seseorang yang mempunyai kedudukan yang tinggi, menengah, atau bahkan rakyat jelata.
Bagi seorang pimpinan dari sebuah lembaga, prasangka ini akan membawanya untuk mengatakan atau mengasumsikan bahwa orang yang mengkritiknya sebagai orang yang sedang berusaha menjatuhkannya. Ia beranggapan bahwa orang-orang di bawahnya selalu tidak setuju dengan kebijakannya. Tidak menganggapnya sebagai pimpinan. Menganggap bahwa ia sebagai pemimpin yang gagal, tidak merakyat, dan lain-lain. Padahal kalau ditelisik lebih jauh kemungkinan besar mungkin sekitar 95 %-nya hanyalah sebuah sangkaan yang tidak berdasar.
Apa yang menyebabkan seorang pimpinan sebuah lembaga-misalnya- berprasangka buruk kepada bawahannya? Sangat mungkin ia adalah pimpinan yang tidak paham masalah manajemen, ia tidak ahli administrasi, ia tidak bisa komunikasi yang efektif dengan bawahannya. Sehingga prasangkanya itu ia pakai untuk menutupi kekurangannya itu. Kemarahannya di setiap rapat akan ia gunakan agar dia dianggap superior dalam pandangan bawahannya. Dengan demikian diharapkan tidak ada orang yang berani melawan ataupun mengkritiknya.
Kalau bagi rakyat kecil, bisa kecil mentalnya ataupun kecil dari sisi ekonomi, ini bisa disebabkan karena rasa inferior atau rasa rendah diri yang berlebihan. Apa yang terjadi? Ia akan mengatakan kalau harta atau kekayaan yang dimiliki oleh orang lain sebagai hasil dari usaha yang tidak baik. Ia akan mengatakan bahwa tidak ada orang kaya yang baik. Semua orang kaya sombong, dan berbagai prasangka buruk lainnya.
Kedua contoh di atas sama-sama tidak baiknya. Maka, agar hidup kita lebih nyaman dan lebih tenang, hilangkanlah sifat suudzdzon tersebut. Selalulah husnudzdzon atau berbaik sangka atas apa yang dilakukan atau didapatkan oleh orang lain. Kita harus ridho dengan pemberian Allah kepada kita. Merasa cukup (qonaah) dengan yang saat ini kita miliki dengan terus berusaha dengan segenap kemampuan yang kita miliki untuk mendapatkan yang terbaik.
Wallahu a'lam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar