Minggu, 27 Oktober 2013

Melukis Matahari (5)

Ukuran kebahagiaan seseorang memang tidak sama pada masing-masing orang atau masing-masing keluarga. Bagi orang lain dapat bertemu dengan orang-orang tercinta seperti anak atau istri mungkin merupakan hal biasa dan tidak begitu istimewa, karena barangkali itu hanya menjadi rutinitas biasa saja, apalagi kalau mereka tidak bisa meng-create itu sebagai pertemuan yang luar biasa. Tapi, bagi saya, anak saya, dan isteri saya pertemuan sehari atau dua hari saja merupakan kejadian yang istimewa dan sangat-sangat menggembirakan. Sungguh luar biasa. Saya sangat senang, isteri sangat bahagia, begitu juga anak kami begitu sangat ceria.

Sampai hari ini kami masih terus berdoa dan berharap untuk bisa berkumpul di satu rumah dengan penuh kenyamanan tanpa ada orang yang terus menghantui kehidupan keluarga kami. Tapi, dalam kondisi seperti sekarang ini kami berusaha untuk tetap merasakan betapa bahwa kita tetap bisa merasakan kebahagiaan yang tiada tara dalam kondisi masalah terberat sekalipun. Asalkan kita bisa mengelola hati kita dengan baik. 

Waktu awal Juli kemarin, anak dan isteri saya berkunjung ke rumah kontrakan saya yang lumayan sempit. hehe... Alhamdulillah. Kami semua merasa bahagia, apalagi Bapak dari kampung dan keponakan saya yang kerja di Senayan juga datang. Ditambah lagi malamnya ada acara tabligh akbar di Musholla Al-Falah depan kontrakan saya. Luar biasa senang.

Ada rasa bangga yang memenuhi dada melihat sang anak yang begitu baik, penuh pengertian, dan pintar. Saat kami orang tuanya mengeluh karena sesuatu hal dan anak kami tahu, hampir selalu dia mengatakan: "Ya, harus sabar." Kami seringkali sangat tersentuh dengan kata-kata sederhana itu. Kepolosan dan bahasanya yang tidak tendensius betul-betul menusuk dan masuk di hati kami.

Kami hampir tidak pasti kapan bisa bertemu, apalagi untuk mengaturnya dalam setiap berapa bulan sekali. Kadang 6 bulan sekali, bahkan kadang hanya setahun sekali. Itu pun hanya bertemu beberapa hari saja. Pertemuan yang berkualitaslah yang saya canangkan di dalam diri saya untuk mengobati semua rasa rindu yang membuncah di dada dan hati paling dalam. Kerelaan menerima setiap takdir Allah adalah menjadi kunci yang dahsyat untuk bisa menjalani semuanya. Rasa marah dan kesal tidak menjadikan semuanya menjadi lebih baik. Kami yakin kalau saatnya Allah memberikan jalan dimana kami bisa berkumpul bersama, maka tidak ada susahnya, pasti, 100% tidak susah.

Kesempatan ini memang harus benar-benar kami jadikan bahan introspeksi atas apa yang telah kami lakukan selama ini. Allah SWT memberikan waktu untuk kesadaran yang penuh. Banyak dosa yang masing-masing kami mungkin pernah melakukannya. Inilah saatnya flash back. Dosa apa yang mungkin pada masa yang lalu bahkan mungkin sampai saat ini pernah saya atau istri saya lakukan. Kesadaran ini harus menjadikan kami mampu menjadi manusia yang mau bertobat, berupaya sekuat tenaga untuk meninggalkan kesalahan, dosa, atau maksiat sekecil apapun itu. Karena dosa dan maksiat adalah salah satu penghalang dari keberkahan hidup.

Berikutnya, kami juga harus menimbang, sudahkah kita dengan konsisten melakukan kebaikan demi kebaikan. Siapa tahu ternyata kita memang orang yang pelit untuk berbuat baik. Maka kami harus mempertahankan kebaikan yang sudah biasa dilakukan dan mencoba terus meningkatkan kebaikan itu setiap hari dan setiap saat. Karena sabda Rasulullah SAW bahwa kebaikan yang kita lakukan setelah kita melakukan kesalahan maka ia akan bisa menghapus kesalahan yang sebelumnya kita lakukan. Maka mudah-mudahan dengan demikian rahmat dan keberkahan Allah SWT akan turun kepada kami. Aamiin...

*****

Apa sebenarnya yang mendekatkan kami bertiga? Pertama, tentu harus saling memahami dan memaklumi serta menjalani semua ini dengan ikhlas. Kedua, hampir setiap hari kami menyempatkan diri untuk saling menyapa lewat telpon atau pesan singkat. Bahkan, anak saya kadang kalau saya sudah telpon dia tidak mau atau lebih tepatnya seperti tidak rela kalau kami harus memutus telpon tersebut. Padahal kalau telpon kami bisa ngobrol minimal 25 menit sampai satu jam bahkan lebih.

Yang lebih megasyikkan dan membuat saya bahagia, seringkali ketika telpon di sore hari ba'da Asar kami menambah kedekatan itu dengan cara menyimak bacaan Al-Qur'an yang dibacakan anak saya sambil membetulkan bacaan yang masih salah. Syahduuu rasanya. Dekaaat sekali. Bahkan rasa haru tak jarang menyelimuti hati saya. Rasa syukur begitu penuh mengisi hati saya. Terima kasih ya Allah atas karunia yang luar biasa ini. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar