Minggu, 08 Juli 2012

Sekolah dan Pendidikan Kejujuran

Suatu hari ketika Umar bin Khattab berjalan keliling di wilayah kekuasaannya, beliau menemui seorang penggembala yang yang sedang menggembalakan kambingnya yang begitu banyak. Umar datang mendekati si anak penggembala ini seraya berkata,"Nak, bolehkah kalau saya membeli kambingmu, satuuu saja...". Si penggembala ini bilang,"Maaf tuan, ini bukan kambing saya, ini adalah kambing-kambing milik majikan saya." Umar berusaha membujuk penggembala ini," Kan kambingnya banyak sekali, kalaupun dijual satu saja majikanmu tidak akan mengetahuinya, nanti uangnya buat kamu saja."  Apa yang dikatakan si penggembala tersebut setelah Umar mengatakan semacam itu? Dia mengatakan dengan tegas,"Wahai Tuan, memang majikan saya tidak akan tahu kalau kambingnya ada yang dijual karena saking banyaknya kambing kepunyaannya. Tapi, tahukah Tuan, di atas sana ada Dzat Yang Mengetahui segalanya, yaitu Allah SWT."

Umar tersenyum mendengar jawaban yang diberikan oleh si penggembala tersebut. Umar senang mendengarnya. Karena apa yang beliau lakukan hanyalah menguji, beliau mua tahu sampai sejauh mana keimanan penggembala ini? Ternyata sungguh luar biasa. Ini membuktikan kalau keimanan dan kemuliaan seseorang itu tidak tergantung status sosialnya apa. Walaupun pekerjaannya seseorang dianggap rendah oleh sebagian orang, tapi kalau orang itu beriman dan bertaqwa boleh jadi ia akan lebih mulia dibanding orang yang mempunyai jabatan tinggi.

Nah, bagaimana konteksnya dengan saat ini? Masih adakah kejujuran di zaman yang sudah sebegini semrawutnya. Tentu, pernyataan ini agak sedikit lebay, tapi memang kalau lihat kondisi sekarang kadang muncul sikap pesimistis, dimana kejujuran sudah diperjualbelikan. Kejujuran sudah diabaikan. Kita memang prihatin dengan prilaku ketidakjujuran dan korup sebagian pejabat kita, tapi rasanya lebih miris lagi kalau ternyata kejujuran sudah dengan entengnya diabaikan oleh orang-orang atau pihak yang seharusnya mengawal kejujuran ini, seperti pihak sekolah, dinas pendidikan atau bahkan departemen agama. Astagfirullah...

Sahabat, kita sungguh sangat tahu, kalau sekolah punya peran sebagai garda terdepan dalam membentuk karakter anak-anak kita. Ia mengarahkan anak-anak agar menjadi manusia yang memegang teguh nilai-nilai kebaikan dan kejujuran. Mereka diharapkan bisa menggantikan generasi yang korup saat ini. Tapi keinginan itu seolah menjadi jauh panggang dari api ketika melihat kenyataan yang terjadi. Saya mendengar banyak anak yang punya kemampuan rendah di beberapa sekolah tapi kemudian nilai ujian nasionalnya di"mark up" menjadi nilai yang secara realitas sangat jauh dari gambaran kemampuannya sehari-hari. Nah lho, konon katanya ada bayaran-bayaran tertentu yang bisa menjadikan dia seperti itu. Saya sedih dengar semua ini. Buat apa mereka sekolah kalau ujung-ujungnya hanya untuk tidak jujur dan membohongi diri mereka sendiri. Kemana guru-guru yang katanya pengawal generasi bangsa ini. Sudah sebegitu bejadkah mereka? Tentu sebagiannya masih ada juga yang jujur ya... mudah-mudahan.

Belum lagi habis memikirkan kecurangan dalam ujian nasional dan mark up nilai, saya sudah dikejutkan kembali dengan sogok menyogok dalam rangka masuk sebuah sekolah. Allahu Akbar!!! Fenomena gila apalagi ini? Masak iya, mau masuk ke sebuah SMA negeri harus nyogok 9 juta. Gilaaa... sungguh-sungguh super gila... Mau dibawa kemana pendidikan di negeri ini? Mau dibawa kemana anak-anak kita ini? Apakah sekolah-sekolah kita akan dijadikan sekolah teladan dalam membentuk koruptor-koruptor ulung??? Perasaan saya sebagai pendidik rasanya hancur mendengar semua ini yang konon sudah jadi rahasia umum ini. 

Semoga masih ada celah bagi orang-orang yang jujur untuk memperbaiki dunia pendidikan di negeri kita tercinta ini. 

Wallahu a'lam...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar