Sabtu, 09 Juni 2012

Murah Boleh, Asal Jangan Murahan

Saat sekarang ini banyak sekolah, terutama sekolah-sekolah negeri yang sudah gratis. Mereka tidak lagi memungut bayaran ini dan itu. Hal ini berdasarkan pada pemikiran bahwa pendidikan adalah hak bagi setiap warga negara, maka sudah sewajarnya dan seharusnya ia gratis. Seharusnya memang pemerintah memperhatikan pendidikan rakyatnya. Tentu ini sangat membantu bagi mereka yang datang dari keluarga miskin. Karena mereka bisa mengecap pendidikan sebagaimana yang lainnya. Tapi, pertanyaannya, apakah penggratisan sekolah ini merupakan cara mendidik yang baik bagi orang tua secara psikologis? Jangan-jangan rasa tanggung jawab mereka kepada anak-anaknya dan daya juang untuk mempersembahkan yang terbaik untuk anak menjadi jauh melorot ke titik terendah.

Memang saat ini ada tren yang sedikit bergeser terutama pada mereka yang datang dari golongan menengah ke atas. Mereka justru meragukan sekolah-sekolah dengan label gratis, karena mereka khawatir karena anaknya tidak bayar maka gurunya akan mengajar dengan asal-asalan. Begitu juga dengan orang tua, karena ia merasa tidak bayar maka ia merasa tidak bisa menuntut apapun dari pihak sekolah agar memberikan yang terbaik buat anaknya. Dari sini kita bisa membuat klasifikasi sederhana. Yang pertama, bagi masyarakat kurang mampu, barangkali sekolah gratis menjadi pilihan yang tepat. Yang kedua, bagi masyarakat berada mungkin akan memilih sekolah-sekolah yang dianggap bagus walaupun harus merogoh kocek puluhan juta. Nah, sekarang tinggallah golongan menengah yang kebingungan. Mau memilih sekolah gratis ragu dengan kualitas, sedangkan kalau memilih sekolah mahal mereka belum mampu.

Dalam kondisi semacam ini tentu yang tepat bagi masyarakat dengan kemampuan menengah mereka akan melirik sekolah yang tetap bayar tapi terjangkau buat kantong mereka. Mereka memilih sekolah yang murah tapi tetap punya kualitas. Agaknya ini akan menjadi tantangan tersendiri bagi sekolah-sekolah yang membidik segmen ini, di satu sisi sekolah ini harus mempertahankan agar tetap terjangkau, di sisi lain harus tetap menjaga kualitas agar tidak kalah dengan sekolah-sekolah berkualitas yang mahal. Kalau ini masalahnya maka pihak sekolah harus pintar-pintar mensiasatinya.

Menurut saya, ada beberapa cara yang bisa dilakukan sekolah agar sekolahnya tetap murah tapi bukan murahan. Murah tapi tetap berkualitas. Walaupun sekolah tetap murah tentunya juga haram hukumnya mengabaikan hak-hak guru yang harus digaji dengan semestinya. Kita tidak bisa menjadikan alasan ikhlas untuk membayar mereka dengan murah. Pihak sekolah atau yayasan harus punya niatan untuk terus meningkatkan gaji para guru dan karyawan lain, sementara buat guru dan karyawan harus punya niatan untuk terus memberi kualitas terbaik bagi anak-anak didiknya. Bagaimana caranya? Sementara bayaran sekolahnya juga murah, apakah mungkin hal itu untuk dilakukan? Tentunya mungkin saja. Adapun langkah yang saya tawarkan adalah sebagai berikut.
  1. Menjalin komunikasi yang baik dengan berbagai pihak, terutama ulil amri (pemerintah), ulil albab (tokoh-tokoh cendekiawan), ulil anfus (SDM yang mumpuni), dan ulil amwal (pemilik harta). Kenapa dengan mereka? Apakah kita mau nyogok mereka? Sama sekali tidak. Dengan komunikasi yang baik dengan mereka diharapkan kita mendapatkan link kepada pihak-pihak dermawan yang mungkin bisa kita jadikan sebagai donatu, baik donatur tetap maupun yang sifatnya temporer. Karena pada kenyataannya, apalagi di kota-kota besar, banyak mereka yang sudah menyadari akan pentingnya bersedekah dan berbagi tapi mereka kadang bingung kepada siapa mereka akan menyalurkan hartanya dan siapa yang benar-benar membutuhkan.
  2. Hendaklah pihak sekolah atau yayasan mulai memikirkan untuk membuat sektor usaha milik sekolah atau yayasan yang keuntungannya dipakai untuk perbaikan kualitas sekolah, sarana prasarana, dan yang tidak kalah pentingnya adalah untuk kesejahteraan pendidik dan tenaga kependidikannya. Sebagai contoh konkrit tentang hal ini kita bisa lihat bagaimana Pondok Modern Gontor melakukannya. Kesan yang saya dapatkan ketika saya berjalan-jalan di kota Ponorogo adalah sebuah kesan yang luar biasa. Saya kagum kepada Pondok ini karena mereka alih-alih mengemis biaya, mereka justru membuat sektor usaha sendiri di berbagai bidang. Yang saya tahu mereka mempunyai mini market, toko buku yang lumayan besar, toko peralatan olehraga, bahkan mereka juga punyai kedai bakso. Luar biasa. Ini patut kita tiru sebagai sekolah yang akan tetap diminati karena terjangkau akan tetapi tetap punya kualitas yang tidak kalah dari sekolah mahal bahkan bisa jadi kulaitasnya lebih baik.
  3. Memberdayakan dan mengelola alumni. Bagi sekolah yang sudah berdiri lama tentu mempunyai alumni-alumni yang sudah berhasil di berbagai bidang. Tentu banyak di antara mereka yang peduli dengan sekolah asalnya kalau mereka juga diberi perhatian, dikelola dan diberdayakan. Menurut saya mereka akan sangat senang kalau punya kontribusi yang baik bagi almamaternya. Yang penting komunikasi yang terus menerus, apalagi dengan media komunikasi seperti sekarang yang sudah begitu terbuka baik lewat alat komunikasi ataupun lewat media sosial seperti facebook, twitter, website, blog email dan lain sebagainya.
Bagaimana menurut Sahabat? Mari kita memberi kontribusi yang baik untuk pendidikan yang lebih baik bagi generasi bangsa ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar