Jumat, 08 Juni 2012

Sikap Kita adalah Teladan bagi Anak Kita

Kisah ini saya baca di buku AYAH EDY  "I LOVE U, Ayah Bunda" dengan judul Kisah sebuah Meja Kayu. Kisah yang sangat menarik dan begitu berkesan di hati saya. Tidak hanya karena ceritanya yang bagus, tapi juga karena kisah ini benar-benar memberi pelajaran berharga buat saya agar lebih berhati-hati dalam bersikap di manapun kita berada. Terutama kalau hal itu dilihat dan dilakukan di hadapan anak-anak. Sengaja di sini saya sampaikan kembali kisah ini dengan harapan akan membawa lebih banyak manfaat buat banyak orang. Dan, buat Ayah Edy saya mohon izin untuk menyampaikan sebagian isi buku Ayah ini, semoga jadi amal baik buat ayah. Amiin...

Suatu ketika, seorang kakek yang sudah sangat tua harus tinggal bersama di rumah anaknya. Selain itu tinggal pula menantu dan cucunya yang berusia 6 tahun. Tangan orang tua ini sudah begitu rapuh dan sering bergerak tak menentu. Penglihatannya pun sudah sangat buram, dan berjalnnya pun sudah tertatih-tatih. Keluarga ini biasa makan bersama di ruang makan. Namun, sang kakek yang sudah pikun ini sering mengacaukan segalanya. Tangannya yang bergetar dan mata yang rabun membuatnya susah untuk menyantap makanan. Sendok dan garpu kerap jatuh. Saat si orang tua ini meraih gelas, segera saja air yang ada di dalamnya tumpah membasahi taplak meja makan. 

Anak dan menantunya pun menjadi gusar. Mereka merasa direpotkan dengan semua ini. "Kita harus lakukan sesuatu," ujar sang istri, "aku sudah bosan membereskan semuanya untuk orangtua ini." Lalu, kedua suami-istri ini pun sepakat untuk membuatkan sebuah meja kecil di sudut ruangan. Di sana sang kakek akan duduk untuk makan sendirian, saat semuanya menyantap makanan.

Karena sering memecahkan piring, anak dan menantunya juga sepakat untuk memberikan mangkuk kayu untuk si kakek tua ini. Saat keluarga itu sibuk dengan makan malam, mereka sering mendengar isak tangis sang kakek dari sudut ruangan. Terlihat juga air mata yang tampak mengalir dari gurat keriput mata si kakek tua itu. Akan tetapi, hal ini sama sekali tidak menyentuh hati anak dan menantunya, malah selalu saja kata yang keluar dari anak dan menantunya ini adalah omelan agar dia tak menjatuhkan makanan lagi.

Cucu si kakek tua yang baru berusia 6 tahun sering dibuat tertegun memandangi semua perlakuan orang tuanya. Sampai pada suatu malam, ayah si anak ini tanpa sengaja melihat anaknya yang sedang bermain dengan peralatan kayu. Dengan lembut ditanyalah anak itu.
"Sayang, kamu sedang membuat apa?"
Lalu dengan lugunya anak ini menjawab,
"Aku sedang membuat meja kayu untuk makan ayah dan ibu nanti kelak aku sudah besar. Meja itu nanti akan aku letakkan di sudut sana, dekat tempat kakek biasa makan."

Sambil tersenyum anak itu segera melanjutkan permainannya. Sungguh jawaban anak ini telah membuat kedua orangtuanya sangat terpukul. Suara mereka tiba-tiba berubah menjadi parau, mulut mereka terkunci rapat dan tak mampu berkata-kata lagi. Perlahan-lahan air mata pun mulai menitik membasahi kedua pipi suami-istri ini. Walau tak ada kata-kata yang terucap, tapi mereka kini benar-benar telah menyadari ada sesuatu yang salah yang telah mereka lakukan pada orang tua mereka. Pada malam itu juga, mereka menuntun tangan orangtuanya untuk kembali makan bersama di meja makan. Tak ada lagi omelan yang keluar saat ada piring yang jatuh, makanan yang tumpah atau taplak yang ternoda. Kini mereka bisa makan bersama lagi di meja utama dengan bahagia.

Pelajaran apa yang bisa Anda dapatkan dari kisah di atas?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar