Senin, 11 Juni 2012

Pemimpin yang Munafik

Rasulullah saw bersabda,"Tanda-tanda manusia munafik itu ada tiga macam; bila berkata berdusta, bila berjanji tidak ditepati, dan bila diamanati berkhianat."

Seorang pemimpin adalah sosok yang berdiri memikul harapan banyak orang yang dipimpinnya. Oleh karena itu, ia haruslah seorang yang dapat dipercaya karena ia sedang diberi amanah. Ia harus juga seorang yang benar karena ia diharapkan kebaikannya. Ia juga haruslah seorang yang cerdas karena ia harus dapat menyelesaikan permasalahan yang rumit sekalipun. Begitu juga ia haruslah seorang yang transparan karena ia membawa urusan orang-orang yang dipimpinnya. Inilah pemimpin ideal sebagaimana yang dicontohkan Rasulullah SAW dengan empat sifat luhurnya; siddiq, amanah, tablig, dan fathonah. Saat ini pemimpin dengan sifat-sifat seperti tadi sangat sulit ditemukan. Namun, bukan berarti tidak mungkin kita memiliki pemimpin semacam ini. Kita patut berharap kepada generasi yang akan menjadi pemimpin di masa yang akan datang, semoga di antara mereka masih ada sosok pemimpin amanah yang bisa menjalankan kepemimpinannya sesuai tuntunan Allah dan Rasul-Nya.

Saat ini, kita banyak menemukan para pemimpin dalam scope kecil sekalipun yang justru melanggar norma-norma tersebut. Sudah tidak aneh buat kita kalau mendengar pemimpin yang dengan santainya ia menelantarkan amanah yang dipikulnya dengan kebohongan-kebohongan yang ia perbuat baik secara lisan maupun tulisan. Dengan kasat mata kita bisa melihat bagaimana seorang pemimpin melanggar janjinya sendiri dan cenderung tidak transparan khususnya dalam masalah keuangan. Barangkali pantaslah pemimpin seperti ini sebagai pemimpin yang munafik, lain di mulut lain di hati. Di depan ia manis di belakang kata-katanya justru sebaliknya bahkan sangat pedas dan menyakitkan.  Coba renungkan kembali hadits Rasulullah SAW tentang ciri-ciri orang munafik di awal tulisan ini!

Sebuah organisasi atau lembaga apapun yang dipimpin oleh orang-orang dalam kategori munafik bisa saja mencapai "keberhasilan" yang besar, akan tetapi keberhasilan yang didapatkannya lambat laun akan hancur dan morat-marit. Percayalah!! Ia tidak akan membawa berkah baik buat lembaga tersebut maupun buat segenap orang yang ada di bawahnya. Bahkan dalam kepemimpinan kolektif seperti di lembaga sekolah yang terdiri dari kepala sekolah dan wakil-wakilnya, kemunafikan ini hendaknya dijauhi dengan sejauh-jauhnya. Soliditas kepemimpinan adalah cermin kemajuan lembaga sekolah. Kebersamaan adalah kunci keberhasilannya. Kalau saja ada di antara mereka salah satunya saja yang biasa berbohong atau khianat terhadap amanah kepemimpinan yang diembannya dapat dipastikan kalau lembaga sekolah tersebut akan hancur berantakan.

Terlebih kalau kepala sekolahnya lemah dan mudah terpengaruh oleh orang yang mengomporinya atau intens berkomunikasi dengannya, maka keputusannya akan banyak melenceng dan hanya memihak pada salah satu kelompok yang ia anggap mendukungnya. Ini pertanda tidak baik. Karena seorang kepala sekolah adalah milik semua steakholders yang ada di bawah koordinasi sekolah tersebut. Kebersamaan sangatlah diperlukan untuk mewujudkan sebuah sekolah yang kuat dan berwibawa.

Saya pernah menemukan kasus yang kurang lebih seperti yang disebutkan di atas. Dimana seorang di antara pemimpin sekolah tersebut ada yang merasa tersisihkan dari kelompok kepemimpinannya. Ia tidak pernah dilibatkan dalam rapat-rapat atau pengambilan-pengambilan keputusan yang penting. Hal ini tentu sangat menyakitkan. Kalau saja pemimpinnya tidak punya kepekaan sebagai seorang pemimpin yang profesional dan hanya mengandalkan perasaannya saja maka kemungkinannya adalah kepemimpinan akan terpecah menjadi masalah yang rumit dan cenderung akan merugikan tidak hanya pemimpin tersebut tapi juga bagi yang dipimpinnya. 

Maka, di zaman modern seperti sekarang ini, pemimpin yang lebih cenderung emosional, egois dan moody sudah semestinya berbenah diri. Pemimpin dengan sifat-sifat ini lambat laun akan ditinggalkan orang dan tidak disukai bawahannya. Dan pada akhirnya akan membawa kemerosotan mutu sebuah lembaga. Sepatutnya seorang pemimpin bekerja dengan profesional. Jangan mendahulukan rasa suka tidak suka tapi bekerjalah sesuai dengan tugas pokok dan fungsi yang ada, sesuai dengan aturan, sesuai dengan SOP, sesuai dengan panduan pelaksanaan yang ada.Nah, kalau sudah demikian kita tinggal memolesnya dengan mencoba mulai menghiasinya dengan nilai-nilai kebaikan dan akhlak yang baik. Padukan antara kecerdasan, profesionalisme, dan komunikasi yang intens. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar