Rabu, 27 Juni 2012

Pesan dari Film "Di Timur Matahari"

Awalnya saya tidak begitu paham kemana alur film "Di Timur Matahari" produksi Alenia mengarah. Diawali dengan lagu Pahlawan Tanpa Tanda Jasa yang dinyanyikan oleh putra-putra Papua saya mengira kalau film ini akan bercerita tentang perjuangan seorang guru. Tapi ternyata, setelah adegan demi adegan ditayangkan saya baru mulai paham apa sesungguhnya maksud dari film ini.

Setiap orang pasti punya penilaian tersendiri tentang pesan apa yang disampaikan oleh sebuah film atau tayangan. Masing-masing punya penekanan tersendiri. Bagi saya film "Di Timur Matahari" ini paling tidak membawa misi utama yang berupa ajakan untuk berdamai, terutama bagi pihak-pihak yang sedang bertikai  di Papua sana. 

Dalam pandangan saya film ini membawa beberapa pesan lain selain yang di atas:
  1. Film ini mengkritisi tentang jomplangnya jumlah guru yang ada di wilayah lain terutama di pulau Jawa dengan yang terjadi di Papua. Kalau di pulau Jawa kita sama-sama maklum kalau di pulau kecil nan padat ini sarjana-sarjana nganggur bertebaran di mana-mana. Mereka tidak punya pekerjaan karena saking banyaknya calon-calon guru yang tidak tertampung. Sementara di Papua sana justru kekurangan guru. Hal ini digambarkan secara apik di film ini dengan gambaran satu sekolah punya satu orang guru yang tidak datang-datang karena alasan tertentu, sehingga yang dilakukan anak-anak adalah bermain bola di dalam kelas.
  2. Di film ini tergambar kesenjangan ekonomi yang sangat jauh kalau dibandingkan dengan masyarakat di daerah lain. Di satu sisi penghasilan harian mereka begitu kecil, sementara harga-harga lebih mahal dibandingkan dengan harga barang di daerah lainnya. 
  3. Mereka yang pendidikannya rendah di Papua sana dijadikan alat pemerasan dan dibohongi oleh mereka yang mempunyai pengalaman dan pengetahuan lebih banyak.
  4. Pesan perdamaian tergambar jelas ketika Sang Pendeta (Lukman Sardi) berpesan: Pakai baju (lengkap) atau tidak (pakai koteka dll.) itu belum menggambarkan kita primitif atau tidak primitif. Tapi kalau kita saling berperang dan bertikai itu jelas cara-cara primitif.
  5. Film ini juga berpesan bahwa memaafkan itu lebih baik daripada bertikai yang tidak akan menguntungkan baik bagi pihak yang "menang" ataupun "kalah". Seperti pribahasa "Menang jadi arang, kalah jadi abu".
  6. Pada tayangan terakhir sebelum film ini selesai ada tanyangn yang membawa pesan kuat. Digambarkan ada seorang anak kecil tak berbaju denga ingus di hidungnya yang mengambil bendera merah putih kecil sambil dikibas-kibaskan. Tentu pesannya adalah: Siapapun kita, mari saling bermaafan, lupakan konflik-konflik yang ada dan tetaplah saling bergandengan tangan dan bersatu di bawah panji Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Memang ada sebagian orang yang mengatakan kalau film ini membawa misi kristenisasi, karena di dalamnya banyak disampaikan pesan-pesan dari Injil. Tapi, ini memang tergantung kita menginterpretasikan apa yang ada dalam film tersebut. Bagi saya, mungkin bisa dibilang wajar karena pengambilan filmnya memang di daerah yang notabene mayoritas kristiani. Bagi kita yang bisa memilah tentu akan dapat mengambil manfaat yang semestinya dibanding hanya meributkan masalah ini. Hanya saja bagi orang tua tentu bisa memberi penjelasan apa yang boleh diambil pelajaran dari film tersebut dan sisi mana yang tidak boleh diikuti.
Wallahu a'lam....

Tidak ada komentar:

Posting Komentar