Kamis, 21 Juni 2012

"Smart" dalam Menyikapi Kegagalan

Hidup ini selalu menawarkan dua sisi yang berlawanan, susah-mudah, besar-kecil, atas-bawah, menang-kalah, sukses-gagal dan sebagainya. Di dalam melakukan sesuatu dimana kita dituntut untuk meraih prestasi yang baik kadang kita tidak siap untuk menghadapi situasi yang dalam pandangan kita merupakan situasi terburuk. Kita siap sukses tapi tidak pernah siap untuk gagal. Kita siap untung, tapi tidak siap rugi. Padahal keduanya merupakan paket yang tak terpisahkan, bagaikan dua sisi mata uang. Bob Sadino pernah mengatakan,"Kalau kita mau usaha, kita harus siap rugi." Ini memberi pesan yang bisa diterapkan tidak hanya di dunia usaha semata, tapi juga dalam setiap bidang kehidupan.

Tak terkecuali dalam dunia pendidikan, hal ini pun sering terjadi. Seorang anak yang kurang dalam beberapa hal, kemudian hasil belajarnya kurang dari standar di akhir tahun pelajaran, maka ia kemungkinan besar akan dinyatakan tidak naik kelas. Kalau ini yang terjadi maka kemungkinannya beragam, terutama tanggapan orangtua atas "kegagalan" anaknya untuk bisa naik kelas. Ada yang legowo, menerima semuanya sebagai sesuatu yang biasa. Ada yang menjadikannya sebagai cambuk untuk lebih memperhatikan anaknya lebih baik. Ada menerima dengan menyalahkan banyak pihak di sekolah. Ada juga yang tidak terima kemudian marah-marah, dan lain sebagainya. Pokoknya macam-macam deh... Tapi, kadang lucu juga kalau selama ini orang tuanya tidak pernah memperhatikan belajar anaknya, tiba-tiba ketika anaknya tidak naik kelas ia marah habis-habisan kepada pihak sekolah seolah-olah ia tidak salah.

Terus, bagaimana seharusnya menyikapi "kegagalan" anak-anak kita ini? Paling tidak ada beberapa hal yang harus diingat dan diperhatikan.
Pertama: Jangan berasumsi yang berlebihan (Don't be lebay). Orang tua yang mengatasnamakan kasih sayang kepada anaknya biasanya akan membela anaknya mati-matian agar tetap naik kelas. Bahkan cenderung berasumsi yang berlebihan. Mereka akan mengatakan kalau anaknya tidak dinaikkan takutnya frustasi, tidak mau sekolah, bahkan nanti akan terpuruk. Jangan lebay dech!!! Itu kan asumsi kita. Justru sebenarnya di sinilah peran orang tua dituntut. Jadilah orang tua yang bisa mendampingi anak baik dalam suka maupun duka. Jadilah motivator bagi mereka. Jadilah orang tua yang bisa memberikan kenyamanan dan ketenangan bagi mereka dalam kondisi terburuk sekalipun. Inilah saatnya mengajarkan tentang ketegaran dan ketabahan kepada anak. Ajarkan mereka tanggung jawab atas konsekuensi apapun yang harus mereka terima dari sikapnya dalam mengikuti pembelajaran selama ini.

Kedua: Ajarakan tanggung jawab kepada anak.  Banyak dari orang tua yang saya temui yang anaknya tidak naik kelas ternyata lebih banyak menyalahkan ini dan itu. Ada yang menyalahkan pihak sekolah, dalam hal ini kepala sekolah, wali kelas, guru-guru bahkan sistem pembelajaran. Kalau yang datang ke sekolah bapaknya si anak, ia cenderung menyalahkan isterinya, begitu pun sebaliknya. Mereka seolah tidak mau menjadi pihak yang dipersalahkan dalam hal ini. Ibarat peribahasa, lempar batu sembunyi tangan. Seperti yang saya katakan di poin pertama, semestinya orang tua mengajarkan anak tentang perlunya keberanian tanggung jawab atas apapun yang sudah kita lakukan. Dengan tidak adanya penerimaan dari orang tua membuktikan kualitas kedewasaan mereka masih dipertanyakan. Orang dewasa adalah orang yang berani berbuat berani bertanggung jawab. Kemana orang tua selama ini? Sudahkah mereka melakukan fungsinya sebagai orang tua dengan benar? Jangan sampai selama ini cuek akan perkembangan anak, tapi ketika anak dinyatakan tidak naik baru naik pitam dan menyalahkan ini dan itu dan mengaku-ngaku kalau selama ini sudah maksimal mengajari mereka.

Ketiga: Beri pemahaman bahwa "kegagalan" bukanlah akhir dari segalanya. Orang-orang yang bisa menyikapi kegagalan dengan baik justru akan menjadi orang yang lebih kuat dan bisa menjalani hidup ini dengan lebih baik dan sukses. Kegagalan sebenarnya memberi kita bayak pelajaran berharga, diantaranya:
  1. Kegagalan mengajarkan kita tentang mana cara yang tidak cocok dan mana cara yang cocok dalam melakukan suatu pekerjaan, termasuk di dalamnya cara belajar yang baik dan efektif.
  2. Kegagalan melatih kesabaran. Kita harus menyadari dengan sepenuh hati kalau hidup ini tidak selalu mulus, pasti banyak onak dan duri yang senantiasa menghadang kita. Kegagalan termasuk masalah hidup yang seringkali harus kita hadapi. Andai mau terhindar dari masalah sebaiknya Anda jangan hidup saja sekalian. Selama mau memilih hidup terimalah segala konsekuensinya. Bersabarlah dalam menghadapinya.
  3. Kegagalan merupakan sumber kreatifitas. Bagi yang mampu menyikapi kegagalan dengan smart, kegagalan adalah cara memacu dan memicu otak agar mencari jalan yang lebih kreatif dari apa yang sudah dilakukan selama ini. 
  4. Kegagalan akan mengoptimalkan potensi kita. Tantangan termasuk di dalamnya kegagalan akan memunculkan keratifitas yang akan mengoptimalkan potensi yang kita miliki. 
  5. Kegagalan akan memberikan kita latihan agar kita lebih kuat.
Saya hanya ingin berpesan kepada para orang tua dan siapapun yang anaknya "gagal" saat ini karena tidak bisa naik kelas karena alasan-alasan tertentu, janganlah berputus asa. Terimalah hal ini dengan baik. tetaplah berharap dan berjuang agar di masa berikutnya anak-anak kita akan menjadi lebih baik lagi. Amiiin...:)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar