Jumat, 06 Desember 2013

Membangun Citra

Orang yang membangun citra dirinya dengan ketulusan akan meraih popularitasnya secara cuma-cuma.(Amir Mahmud)

Kita sering mendengar istilah "pencitraan", terutama sering dikaitkan dengan tokoh publik, politikus, dan orang-orang yang menduduki jabatan penting. Istilah itu banyak muncul terutama menjelang Pemilu, baik pemilu legislatif, pilpres, maupun pilkada. Hal itu dilakukan untuk memperkenalkan diri kepada masyarakat baik dari sisi pribadinya maupun program-program yang ditawarkan, dengan harapan bisa terpilih menjadi pemimpin atau salah satu wakil rakyat, di tingkat daerah maupun pusat.


Apakah ada yang salah dengan keadaan di atas? Kita belum bisa menilai salah atau benar sebelum kita melihat apa yang mereka lakukan secara menyeluruh. Kita harus menilainya secara objektif. Dalam hal ini, ada beberapa kategori orang-orang yang membangun citra dirinya (menurut kacamata saya): 

  1. Orang yang awalnya tidak dikenal, tapi karena ingin meraih jabatan atau tingkat status sosial tertentu, maka ia kenalkan dirinya dengan berbagai macam cara. Bisa melalui media massa, jejaring sosial, sampai bagi-bagi sembako gratis, bahkan datang ke acara-acara yang diadakan mayarakat dan ikut menyumbang. Belum cukup sampai di sana, mereka juga memasang foto-foto narsisnya di tempat-tempat yang kira-kira bisa dilihat dan diakses oleh banyak orang. Upaya-upaya seperti ini wajar dilakukan bagi mereka yang ingin mengkatrol popularitasnya demi mendapatkan apa yang ia cita-citakan. Ada dua tipe orang dalam kategori ini; Pertama, mereka yang melakukan semua ini dengan niat yang baik demi melakukan usaha untuk kemaslahatan banyak orang. Setelah mereka menduduki posisi yang diinginkannya, mereka akan berjuang dengan kewenangan yang dimilikinya untuk orang banyak, bukan untuk memperkaya diri atau keluarganya. Semua dilakukan dengan wajar tanpa ada kecurangan dan keculasan. Orang dalam tipe ini bisa dikategorikan baik, tapi ia harus membayar mahal untuk mencapainya. Kedua, mereka yang melakukannya hanya untuk meraih popularitas demi pujian dan kekayaan menjanjikan yang ingin didapatkan. Mereka bekerja semaunya dan cenderung banyak penyalahgunaan terhadap wewenang yang dimilikinya. Inilah tipe orang yang berada dalam upaya yang salah. Yang mereka dapatkan bukan lagi kemuliaan, tapi justru kehinaan di dunia dan di akhirat.
  2. Orang yang citranya terbangun dengan sendirinya karena karakter yang sudah melekat di dalam dirinya. Mereka yang mempunyai tipe ini tidak lagi berpikir untuk populer atau tidak, memiliki jabatan atau tidak. Mereka melakukannya karena kesadaran diri bahwa mereka hidup di dunia ini untuk berbagi manfaat sebanyak-banyaknya. Uang dan kekayaan bagi mereka bukanlah segalanya, mereka menganggapnya hanya sebagai sarana untuk menjadi manusia yang lebih bermanfaat untuk orang lain. Mereka paham betul apa yang disabdakan Rasulullah SAW. bahwa manusia yang paling baik adalah mereka yang paling banyak manfaatnya untuk sesama. Orang-orang dalam posisi ini biasanya tidak berambisi untuk menempati jabatan tertentu tapi biasanya mereka justru yang diminta bukan meminta. Mereka meraih popularitas secara alamiah, bukan dengan kasak kusuk kesana  kemari. Biaya "kampanye" mereka murah, karena mereka sudah membayarnya dengan dedikasi yang dilakukannya setiap saat dalam hidupnya. Mereka cenderung sangat dicintai.
Tipe kedua inilah yang kita butuhkan saat ini. Namun, keadaan zaman yang serba duniawi kerapkali membuatnya semakin sulit didapatkan. Tapi, bukan berarti tidak bisa. Kita harus membentuknya dengan menyadarkan tiap-tiap keluarga untuk mendidik anak-anak generasi calon-calon pemimpin menjadi manusia yang berkarakter dan berakhlak mulia. Mari sadari tugas ini.

Wallahu a'lam... :)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar