Ini masalah
mimpi dan visualisasi. Sebelum melamar menjadi guru di SDI At-Taqwa saya sudah
mengajari les Bahasa Arab anak yang sekolah di sana. Setiap 2 kali dalam
seminggu saya mengajari mereka dan untuk ke rumahnya saya mesti melewati SDI
At-Taqwa, dan setiap kali saya lewat selalu terbersit di hati,” Suatu saat saya
akan mengajar di sini “. Dan, kata-kata ini saya sampaikan juga kepada
anak-anak SDI yang saya ajari.
Singkat cerita, tanggal 10 Juli
2009 saya diterima menjadi salah satu pengajar di SD Islam at-Taqwa Pamulang.
Alhamdulillah... Saya mulai merajut asa untuk menjadi guru yang di atas
rata-rata, tidak hanya sekedar guru yang melaksanakan tugasnya dengan standar.
Semangat itu begitu menggebu mengisi relung hati ini. Akan tetapi, ketika di
awal tahun pelajaran yang mau kami lewati saya diberi tugas untuk mengampu
pelajaran yang benar-benar jauh dari kompetensi yang saya miliki. Saya diberi
tugas untuk memegang mata pelajaran SBK kelas 5 -6 dan Bahasa Sunda –sekarang
sudah tidak ada- . Apa yang saya rasakan saat itu?? Mungkin pembaca sudah bisa
menebak. Saya merasa memegang pelajaran yang sebenarnya tidak perlu, dan saya
pun sudah down lebih dulu karena di bidang seni dan kreatifitas saya
terbilang tidak mumpuni. Saya mulai loyo, ogah-ogahan dan tidak semangat setiap
kali harus masuk kelas. Kelas seolah jadi neraka bagi saya. Setiap kali masuk
kelas saya seolah disepelekan dan tidak dihargai, padahal mungkin anak-anak
tidak ada maksud untuk itu. Hanya saya saja yang merasa seperti itu dan itu
bermula dari ketidakmampuan saya dalam menyampaikan materi.
Hal itu berlangsung selama
setahun. Bayangkan saudara-saudara... hehe... capek rasanya. Alhamdulillah, di
tahun kedua saya mengajar hal itu tidak terulang kembali. Saya sudah mulai
diberi kepercayaan mengajar sesuai dengan yang saya pelajari selama ini. Begitu
juga di tahun ketiga ini ( saat tulisan ini dibuat ).
PLUS MINUS
BEKERJA DI SD ISLAM AT-TAQWA
Bekerja di tempat yang baru
tentu ada plus minusnya. Hal ini berhubungan dengan pekerjaan atau aktifitas
sebelumnya. Kalau saya bandingkan dengan aktifitas sebelum mengajar di At-Taqwa
ini, barangkali bisa saya gambarkan seperti berikut ini :
I. Sebelum di SDI
1) Saya merasa ibadah saya lebih rapih dan tertata; salat berjamaah
hampir selalu setiap waktu. Salat sunnah juga alhamdulillah lebih sering
dijalankan. Membaca Al-Qur’an juga paling tidak 2 kali dalam satu hari.
2) Hidup saya lebih santai; tidak dikejar dengan tuntutan ini dan
itu. Inilah salah satu kejelekannya, saya jadi lebih sering tidur dan kehidupan
terasa tidak ada tantangannya. Dalam kondisi ini saya terjebak dalam comfort
zone (zona nyaman).
3) Saya lebih bisa meluangkan lebih banyak waktu untuk membaca dan
menambah banyak pengetahuan; dalam seminggu saya bisa menyelesaikan sedikitnya
satu buku untuk dibaca tuntas.
4) Saya lebih bebas ke manapun; tidak banyak terkendala waktu.
Bahkan ke toko buku pun saya bisa melakukannya hampir setiap minggu.
5) Lebih dekat dengan masyarakat; sebelum ini saya masih bisa sering
mengisi pengajian-pengajian baik di majlis ta’lim ibu-ibu, bapak-bapak bahkan
sampai ke tingkat pengajian para ustadz di FOSIM (Forum Silaturrahmi Muballigh)
dan MUI (Majlis Ulama Indonesia) kelurahan Serua.
6) Bisa meluangkan banyak waktu untuk mengelola dan memikirkan
kemajuan TKA/TPA Al-Ma’mur.
II. Setelah di SDI
1) Ibadah saya mulai berkurang intensitasnya; Awalnya memang karena
saya merasa kecapaian karena harus menyesuaikan dengan suasana kerja yang baru.
Shalat berjamaah mulai malas-malasan, baca Qur’an pun mulai berkurang.
Astagfirullaahal ‘Adziiim...
2) Kesibukan mulai meningkat drastis; Saya mulai harus bangun pagi,
berangkat pagi-pagi dan harus sampai di sekolah sebelum pukul 06.45. Artinya,
saya sudah tidak bisa santai dan tidur pagi lagi. Akibatnya, di awal-awal saya
menjadi guru saya seringkali ngantuk-ngantuk berat di meja guru. Tapi akhirnya
sedikit-sedikit saya mulai bisa menyesuaikan walaupun sampai sekarang kadang
masih suka mengantuk, namun intensitasnya sudah mulai berkurang. Lumayaaan...
3) Mulai hilang kesempatan untuk membaca buku; Kalau dulu setiap
kali saya membeli buku langsung saya baca sampai habis kalau sekarang paling
saya hanya membelinya saja, kalau bacanya wallahu a’lam. Saya seringkali
sampai rumah sudah kecapaian dan akhirnya hanya bisa tidur untuk kemudian
besoknya melakukan hal yang sama setiap harinya. Cenderung membosankan
memang..:)
4) Tidak punya kebebasan lagi untuk pergi sekedar refressing atau
memburu buku-buku baru; Hal ini juga yang membuat perasaan saya kadang suntuk
dan ingin mencari udara segar serta mencoba sekedar keluar dari kepenatan kerja
sehari-hari.
5) Jauh dari masyarakat sekitar dan kegiatan-kegiatan yang ada di
sana. Rindu rasanya kembali bercengkrama, bercanda bersama mereka menjalin
ukhuwah dan belajar memaknai hidup dalam kenyataan dan realitas yang jujur.
6)
Tidak bisa konsen lagi
dengan TKA/TPA Al-Ma’mur; Datang pun sekarang sudah sering dan hampir selalu
terlambat. Belum lagi di sana lebih banyak mengantuk dan tidak semangat lagi.
Ini saya
kemukakan bukan karena saya menyesali mengajar di SDI At-Taqwa, ini hanyalah
introspeksi atas semua yang terjadi dengan saya selama ini. Saya senang sudah
bisa mengajar di sini. Yang harus saya lakukan saat ini adalah bagaimana bisa
mengajar dengan baik (baca: profesional) di SD juga mengajar baik di TPA dengan
tetap bisa beribadah dengan maksimal, dekat dan berbaur dengan masyarakat, juga
tetap banyak membaca buku.
ΓΌ
Langkah-langkah Perbaikan
Saya
sudah mulai merasa tidak nyaman dengan rutinitas kehidupan yang saya jalani
saat ini. Saya harus mulai menata kembali waktu yang saya miliki dengan
kesibukan yang seolah tiada henti. Saya yakin sebenarnya kalau saya mau dengan
tekad yang kuat saya bisa memaksimalkan waktu yang saya punya untuk
menghasilkan karya terbaik untuk umat.
Saya
sering membayangkan andai saya bisa menjalani rutinitas seperti dulu rasanya
mungkin enaaak... Tapi, rasanya tidak adil kalau saya terus berpikir seperti
itu. Saya buru-buru menepis keinginan yang tidak seharusnya itu. Yang penting
saat ini adalah bagaimana saya bisa menatap masa depan dengan kehidupan yang
lebih tertata.
Ada
beberapa langkah perbaikan yang mendesak untuk saya lakukan, diantaranya yaitu:
·
Shalat harus tepat waktu. Wataknya memang kalau shalat sudah
ditunda dalam jangka waktu lebih dari setengah jam saja biasanya muncul rasa
malas yang besar, pada akhirnya shalatpun diakhirkan. Ini awal dari tahawwun
bissholaah (menganggap enteng shalat) yang pada gilirannya akan berakibat pada
perasaan tidak merasa berdosa ketika meninggalkan shalat. Sekali masih merasa
sangat berdosa, dua kali merasa berdosanya mulai berkurang, ketiga kalinya
sudah mulai biasa. Dan kalau sudah merasa biasa hati-hatilah karena dari sinilah
kita akan mulai sering meninggalkan shalat hanya karena alasan malas dan
ujungnya tidak shalat sama sekali. Na’udzubillah...
· Upayakan untuk selalu shalat berjama’ah. Shalat berjama’ah
memungkinkan kita untuk memetik hikmah yang banyak. Di samping kita bisa
bersilaturrahim dengan saudara sesama muslim kita juga akan terdorong untuk
melakukan kebaikan yang lebih banyak. Mulai dari wirid yang penuh, qabliyah dan
ba’diyah, membaca Al-Qur’an dan hikmah-hikmah lainnya.
· Jangan pernah tinggalkan berjama’ah shalat Subuh. Karena
shalat Subuh adalah shalat yang disaksikan. Shalat Subuh adalah tolok ukur
keimanan seseorang, kuat atau lemah, tinggi atau rendah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar