Rabu, 14 Maret 2012

Berorientasi pada Proses

"hrskah seorang guru diberi pertanyaan "haruskah qt membiarkan murid kita menyontek spy dpt nilai besar, atau memperketat pengawasan spy kita tau sejauh mana kemampuan mereka?!"...*hedeeh sy yg sok idealis ato mmg zaman sdh kebolak???!! "

Inilah bunyi status facebook teman saya yang sempat saya baca pagi ini. Ini adalah kenyataan yang sudah bukan merupakan rahasia lagi. Hal ini sering dan banyak terjadi di sekolah-sekolah kita pada berbagai tingkatannya. Kita mungkin sudah tidak aneh lagi mendengar guru yang memberi kunci jawaban ujian nasional. Dan bukan tidak mungkin kalau dalam skala kecil pun ini bisa terjadi. Mungkin wali kelas yang mencari bahan ujian dari guru mata pelajarannya agar dia bisa memberi tahu peserta didik yang ada di kelasnya atau guru mata pelajaran yang sengaja memberi tahu jawaban dari ujian pelajarannya agar dibilang berhasil menyampaikan pelajarannya sesuai kompetensi yang diharapkan. Saya kira ini seperti fenomena gunung es. Kecurangan-kecurangan itu sesungguhnya sudah sangat kronis dalam dunia pendidikan kita. Ketidakjujuran seolah justru diajarkan oleh para guru yang notabene berorientasi pada hasil ulangan dengan nilai-nilai yang "aduhai".

Sahabat...
Mari kita coba renungkan! Sekolah adalah sebuah institusi pendidikan, sekali lagi, p.e.n.d.i.d.i.k.a.n. yang diharapkan bisa menghasilkan anak-anak yang cerdas dan mempunyai moral dan budi pekerti yang baik (Akhlakul kariimah). Harus dua-dunya, jangan hanya salah satunya saja. Ya cerdas, ya berbudi baik juga. Kalau sudah salah satunya yang lebih diutamakan dengan mengabaikan yang satunya lagi maka akan terjadi ketimpangan. 

Pada kenyataannya, menjadi pendidik pada zaman seperti sekarang ini memang seringkali menjadi dilema. Ketika orientasi dari beberapa pihak di sekolah sudah berorientasi pada hasil dalam bentuk angka-angka (baca: nilai) bahkan pemerintah -dalam hal ini Dikbud- pun demikian, maka yang terjadi adalah tekanan mental bagi mereka yang mau mempertahankan kejujuran. Kalau mengikuti sistem berarti "ikut gila" kalau tidak mengikuti sistem kita akan dikatakan sok idealis lah, sok inilah, sok itulah, dan biasanya kita akan dikucilkan dalam pergaulan. Inilah beratnya. Tapi, bagaimana pun kita sebetulnya harus berusaha semaksimal mungkin untuk tetap berada di track kebenaran dan kejujuran. Sulit??? Memang betul... Tapi, sebagai umat Nabi Muhammad SAW Rasul kita tercinta kita harus tetap mengikuti teladan Beliau. Karena beliau pun sudah wanti-wanti kepada kita, sudah mengingatkan kepada kita bahwa berpegang teguh pada ajaran Islam dan sunnah Rasulullah di zaman dimana akhlak umat sudah rusak bagaikan kita memegang bara. Kalau dilepas berarti kita melepas iman dan ajaran kita, kalau kita tetap pegang teguh maka perlu kekuatan yang ekstra untuk mempertahannya.

Mereka yang benar dan hidup sesuai ajaran agama biasanya dianggap aneh. Ada orang yang rajin ke masjid, aneh. Ada wanita yang memakai pakaian yang menutup aurat dengan sempurna, aneh. Ada orang yang menemukan dompet dan dengan sukarela mengembalikan kepada si empunya, juga dianggap aneh. Intinya, apapun yang masih mengandung nilai-nilai kebenaran pasti dianggap aneh, termasuk di dalamnya sikap jujur. Maka, pilihannya, apakah kita mau ikut arus ketidakjujuran ataukah kita tetap bertahan walaupun harus menahan rasa sakit karena dicemooh dan dihina orang??

Sebagai pelanjut tonggak ajaran Sang Nabi SAW seharusnya kita tetap berpegang pada nilai-nilai kebenaran dan kejujuran seperti yang beliau ajarkan kepada kita. Rasulullah SAW juga sudah mengingatkan kita jauh-jauh hari : “Sesungguhnya Islam datang dalam keadaan asing dan akan kembali pula dalam keadaan asing, maka berbahagialah orang-orang dikatakan asing.” (HR. Muslim dari hadits Abu Hurairah dan Ibnu Umar radhiallahu ‘anhuma). Siapakah orang-orang yang dikatakan asing tersebut??? Merekalah orang-orang yang tetap berpegang pada sunnah (ajaran) Rasulullah (baca:Islam) di saat sebagian besar akhlak umat ini sudah rusak. 


Proses atau Hasil?

Apa yang menyebabkan seseorang berbuat curang?? Ini sebuah pertanyaan sederhana, tapi jawabannya tentu tidak sederhana. Betapa bahwa orang yang saat ini terkena kasus-kasus besar, menurut hemat saya bermula dari kesalahan orientasi. Ketika yang jadi fokus adalah yang penting hasilnya baik tanpa memikirkan baik atau tidaknya proses akan menyebabkan seseorang terjebak pada kecurangan dan keculasan. 

Seorang anak SD misalkan, kalau yang dia pikirkan saat ujian yang penting nilainya bagus tanpa mau berproses (baca: instan) maka kemungkinan besar yang ia lakukan untuk mendapatkan nilainya adalah dengan cara mencontek. Seorang guru yang hanya berpikir yang penting nilai anak didiknya bagus dan reputasi di hadapan kepala sekolah dan orang tua anak didik baik, maka kemungkinan ia akan menempuh jalan pintas dengan jalan memberi bocoran jawaban ujian, misalnya. 

Nah, kalau demikian adanya maka yang kita perlukan sebenarnya adalah bagaimana memperbaiki setiap proses dari apapun yang kita lakukan. Mau dapat nilai bagus, maka belajarlah dengan baik. Mau hasil mengajar yang bagus, maka perbaikilah cara mengajarnya. Dan masih banyak contoh lainnya. Intinya, perbaiki proses maka Anda tinggal menunggu hasil sesuai dengan upaya/proses yang Anda lakukan. Artinya, proses adalah upaya kita sedangkan hasil hanyalah akibat dari apa yang kita lakukan dalam proses tadi.

Sahabat...
Mari kita menjadi generasi pejuang, generasi yang mau berproses, generasi yang menghargai setiap proses yang dilalui. Jangan jadi generasi instan, karena yang instan-instan itu biasanya kurang sehat dan dalam jangka panjang ia akan menimbulkan penyakit yang kronis dan menyebabkan kematian produktifitas dan kreatifitas kita.


Mari kita mulai perbaikan bangsa ini dari tempat kita berpijak saat ini. Sebagai orang tua jangan ajari anak-anak kita kecurangan. Sebagai guru jangan ajari anak-anak didik kita ketidakjujuran dan keculasan. Jangan hanya dengan dalih kasihan kemudian masa depannya dirusak karena tanpa disadari dengan ketidak jujuran "kecil" itu kita sedang mengajarkan mereka korupsi, kolusi dan keculasan pada ranah yang lebih tinggi saat mereka nanti menduduki posisi penting di negara ini.


Wallahu a'lam...:)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar