Senin, 26 Maret 2012

Kasih Sayang dan Kesuksesan

Sudah banyak formula kesuksesan yang ditawarkan oleh para ahli, baik lewat buku-buku, training ataupun lewat talk show- talk show. Kalau kita perhatikan, sebenarnya secara umum apa yang mereka sampaikan mempunyai inti dan arah yang sama. Hanya saja barangkali gaya, cara ataupun metode penyampaian saja yang berbeda. Saya ingin melihat lebih mendasar apa sesungguhnya yang menjadi inti dari semuanya sehingga seseorang bisa mencapai kesuksesan. Tentunya bukan hanya kesuksesan yang diukur dari raihan materi atau uang semata, akan tetapi kesuksesan yang betul-betul membuat seseorang menjadi bahagia dan nyaman dalam menghadapi hidupnya.

Saya mulai melihat apa pendorong seseorang bisa sukses? Maka saya tidak mencoba melihat dalam skala besar terlebih dahulu, yang saya lihat adalah dimulai dari skala yang sangat kecil. Yang coba saya jadikan model adalah anak saya sendiri dan juga anak-anak yang saya ajari di sekolah, pengajian maupun di tempat-tempat privat. 

Dalam beberapa tahun terakhir ini, saya sangat kagum dengan perkembangan anak saya yang -bagi saya- sangat luar biasa. Dia memang beberapa tahun terakhir ini hidup berjauhan dengan saya sebagai Abinya. Awalnya saya dan juga Uminya merasa khawatir kalau-kalau hal itu bisa berpengaruh negatif terhadap perkembangan jiwanya. Untungnya, isteri saya terus mendampinginya dengan cinta dan kasih sayang yang penuh. Saya juga yakin bahwa rasa cinta dan kasih sayang saya yang tulus kepada dia akan Allah sempaikan dengan sangat baik. Dan itu semua terbukti, sungguh ajaib, anak saya sampai saat ini seolah tidak pernah berpisah ruang dengan saya. Walaupun kadang lama tidak bertemu, saat kita bertemu dia seolah biasa dan tidak ada rasa canggung sedikit pun. Dia pun tidak ragu untuk mengungkapkan bahwa ia sayang umi dan abinya. Satu kalimat yang tanpa disangka oleh kami berdua (saya dan isteri) adalah waktu terakhir kali kami bertemu sekitar seminggu yang lalu, anak saya menulis di laptop saya sebuah kata yang luar biasa, ia mengatakan: "Ihsan sayang umi juga abi karena kan kita sekeluarga". Membaca itu saya spontan meneteskan air mata, saya gembira betapa anak saya walaupun dia jauh tapi Allah selalu menyampaikan rasa kasih sayang saya kepadanya. Allahu Akbar... Terima kasih ya Allah..

Yang lebih menggembirakan lagi, melihat perkembangan belajar anak saya, saya seolah melihat keajaiban demi keajaiban yang Allah tunjukkan. Dia begitu cepat bisa membaca dengan sangat baik, menulis dengan sangat baik, bahkan baca Al-Qur'annya pun untuk ukuran seusianya yang baru 6 tahun (kelas 1 SD) sudah sangat baik. Alhamdulillah ia sampai saat tulisan ini dibuat sudah masuk surah Al-An'aam... Juz berapa tuh? Subhanallah... Saya tak henti-hentinya berucap syukur kepada Allah atas semua karunia ini. Di sekolah alhamdulillah anak saya juga semangat belajarnya, sehingga di semester pertama walaupun semapat lama tidak masuk karena sakit, ia memperoleh peringkat ke-2. 

Saya tidak bermaksud sombong dengan keadaan anak saya, saya hanya tahadduts binni'mah dan ingin mencoba share tentang kunci dari keberhasilannya. Bagi saya, keberhasilan anak saya melewati kritis psikologi sehingga tetap punya semangat dan prestasi di sekolah, suka baca, bisa baca Al-Qur'an dll itu semua kuncinya hanya satu saja yaitu kasih sayang yang tulus. Kita harus yakin dan percaya kepada Sang Maha Cinta. Jauh bukanlah halangan bagi kita untuk mengalirkan cinta kepada orang yang kita cintai. Dengan kemajuan teknologi yang ada, kita bisa membangun komunikasi yang intens untuk menunjukkan kasih sayang kepada anak kita walaupun terpisah jauh puluhan, ratusan bahkan ribuan kilometer sekalipun. Dan yang paling penting, jalin komunikasi yang terus menerus dengan Allah Sang Penggenggam hati orang-orang yang kita cintai dan kita sayangi. Karena sebetulnya cinta dan kasih sayang itulah kunci dari segalanya.

Apa yang saya temui dari ketahui dari anak saya ini juga ternyata berlaku untuk anak-anak yang lainnya yang belajar di tempat lain. Saya sudah mengajar beberapa anak di pengajian maupun di sekolah, ternyata yang berprestasi adalah anak-anak yang mendapatkan kasih sayang yang cukup dan benar dari kedua orang tuanya. Mereka yang orang tuanya sibuk dan tidak memperhatikan anaknya, rata-rata anaknya di sekolahnya bermasalah. 

Maka, saya mengamini temuan Bernie Siegel yang mengatakan bahwa anak-anak yang ketika pergi ke sekolahnya mendapatkan ciuman dan ungkapan kasih sayang dari orang tuanya, mereka menjadi anak-anak yang berprestasi di sekolahnya. Begitu dahsyatnya. Maka, dari sini kita paling tidak sudah bisa mengetahui, bahwa menempatkan masing-masing kita sesuai dengan porsi dan tugas masing-masing adalah menjadi bahan pemikiran yang harus kita pikirkan dengan serius. Bagaimana jadinya generasi ini kalau orang-orang tuanya sudah tidak mau peduli lagi kepada anak-anaknya untuk mengucapkan sekedar kata-kata sayang yang akan membuat mereka mempunyai kepercayaan diri dan berjalan menyongsong kesuksesannya di hari mendatang yang penuh dengan tantangan... Wallahu a'lam...:)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar