Sabtu, 17 Maret 2012

Melihat dengan Satu Mata

Dalam pembicaraan santai dengan salah seorang pimpinan suatu institusi pendidikan, di sebuah rumah makan, pimpinan tersebut sedikit bercerita kepada saya tentang sikap egoisme salah seorang pimpinan yang satu paket dengan beliau. Hal ini berkenaan dengan rencana resign salah seorang karyawan yang ada di bawah pimpinannya. Beliau mengatakan bahwa ia bersama pimpinan tertinggi di institusi tersebut ingin mempertahankan karyawan ini karena termasuk yang mempunyai kinerja cukup baik dan cepat dalam merespons perintah atau instruksi apapun dari pimpinan.

Singkat cerita, beliau dengan pimpinan tertinggi ini berencana mau menyampaikan kepada yayasan yang menaungi institusi ini agar ikut berusaha menahan karyawan yang hendak resign ini. Ternyata, belum sampai mereka menyampaikan maksudnya, sang ketua yayasan ini sudah tahu tentang si karyawan yang mau resign ini dari salah satu pimpinan yang dibilang agak egois ini. Ia sudah nyelonong duluan sebelum pimpinan dan wakil pimpinan institusi ini mendatangi ketua yayasan. mungkin karena merasa sangat dekat dengan ketua yayasan atau karena memang dia termasuk orang yayasan sehingga tanpa musyawarah terlebih dahulu ia sudah menyampaikan mengenai sang karyawan sesuai versi dia.

Celakanya, apa yang sang egois ini sampaikan kepada ketua yayasan berbeda 180 derajat dengan yang mau disampaikan oleh sang pimpinan dan wakilnya. Dari sinilah muncul sebuah pertanyaan besar, kenapa perbedaan ini bisa terjadi. Kalau saya lihat secara pribadi dan juga rekan kerja sang karyawan ini, sang karyawan ini sebenarnya termasuk yang sangat energik, responsif, punya idealisme yang tinggi dan termasuk karyawan yang cukup baik dalam bekerja. Tapi, sang egois tadi justru menyampaikan kepada ketua yayasan kalau karyawan ini memang kurang bagus kerjanya, gerasak gerusuk dan tidak layak dipertahankan. Kok jahat banget yach...???

Nah, dari sini kemudian saya coba menganalisa kenapa bisa sampai seperti itu. Kalau saya lihat, memang antara sang egois dengan karyawan ini selama ini tidak pernah ada komunikasi dan cenderung sang egois tidak suka dengan sang karyawan ini. Entah apa penyebabnya... Tapi, kalau kita lihat dari sudut pandang manapun tindakan sang egois ini tidak benar. Paling tidak ketidakbenaran itu bisa dilihat dari beberapa sudut pandang.

Pertama, sebagai bagian dari paket pimpinan ia tidak bermusyawarah dulu dengan pimpinan tertinggi di institusinya dan rekan pimpinan lainnya. Semestinya sekecil apapun yang mau disampaikan hendaknya dimusyawarahkan terlebih dahulu.

Kedua, sikap sok berkuasa dan egoismenya yang begitu over dosis.

Ketiga, dia cenderung tidak melihat kondisi objektif yang ada, bahkan sangat berbanding terbalik dengan kondisi yang sesungguhnya.

Empat, ia sudah berbohong kepada pimpinannya yang lebih tinggi.

Kelima, dia menyampaikan kedaan karyawan ini kelihatannya hanya karena rasa ketidaksukaan dia dan terlihat sepertinya dia takut ambisinya untuk menjadi pimpinan berikutnya terkandaskan oleh orang-orang yang agresif seperti sang karyawan ini.

Inilah yang saya katakan melihat dengan satu mata. Maksudnya, sang egois ini karena keegoisannya pada akhirnya melihat dengan sangat subjektif tanpa meminta pendapat pimpinan lainnya, apalagi ia bukanlah pimpinan tertinggi di institusi tersebut, walaupun di yayasan ia punya jabatan.

Yang ingin saya katakan dan saya sarankan di sini, bagi institusi manapun apalagi dengan kepemimpinan kolektif, hendaklah saling menghargai satu sama lain karena mereka bekerja dalam sebuah tim. Sehingga, kalau satu dari tim tersebut ingin lebih menonjol dari yang lain maka yang ada bukan lebih baik tapi kemungkinannya akan terpecah dan kalau ini terus berlarut-larut maka institusinya yang akan berantakan.

Kemudian, saya juga ingin sampaikan, janganlah memutuskan sesuatu atas dasar perasaan benci. Jangan karena kebencian/ ketidak sukaan kepada seseorang membuat kita berlaku tidak adil (baca: dzalim).

Semoga kita bisa lebih bijak dalam menyikapi semuanya...:)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar