Jumat, 16 Maret 2012

Penggaris

Ini adalah inspirasi yang semapat tertunda. Ini adalah inspirasi tentang hal sederhana tapi punya makna yang sangat dalam.

Suatu pagi di saat kami mengadakan apel pagi bersama anak-anak didik kami sebelum masuk kelas, saya menemukan seorang anak yang memegang penggaris. Saya mengamatinya beberapa saat. Ternyata eh ternyata penggaris tersebut sudah tidak lurus, pasalnya mungkin karena sering dipukul-pukulkan ke meja saat di kelas. Saya ambil penggaris itu dan saya pun mulai berpikir, apa sih sebenarnya fungsi dari sebuah penggaris? Bukankah kegunaannya untuk meluruskan sebuah garis? Bagaimana mungkin sebuah garis bisa lurus kalau penggarisnya tidak lurus?

Mungkinkah seorang guru yang kurang baik akhlaknya mengharapkan anak didiknya mempunyai akhlak yang baik? Elokkah orang tua yang perokok misalnya, melarang anaknya untuk merokok? Bagaimana kalau seorang penceramah yang dengan berapi-api dia berbicara tentang keutamaan tahajjud dan mengajak orang untuk tahajjud sementara dia sendiri tidak pernah tahajjud? Mungkinkah dia akan diikuti?

Ini masalah sinkronisasi. Seorang yang ingin meluruskan akhlak orang lain, seyogyanya dia juga mempunyai akhlak yang lurus. Harus ada keselarasan antara yang dikatakan dengan yang dilakukan. Coba kita rasakan, ketika kita mendengarkan orang lain yang berbicara tentang nilai kebaikan. Kalau yang berbicara itu pembicaraannya sesuai dengan yang ia lakukan maka akan terasa lain dibandingkan dengan orang yang berbicara tapi pembicaraannya berbanding terbalik dengan apa yang ia lakukan. Maka, sehebat-hebatnya pun apa yang ia bicarakan kalau tidak match dengan yang dilakukan biasanya pembicaraannya akan terasa hambar.

Itulah makanya dalam Islam sendiri ini bisa dikategorikan perbuatan yang nista. Yang hina dalam pandangan Allah. Dalam Q.S. As-Shaff ayat 3 Allah SWT berfirman: "Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan". Sebelumnya Allah sudah bertanya: dengan nada yang retoris: Wahai orang-orang yang beriman kenapakah kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu kerjakan?? Dua ayat ini saya pikir sudah cukup jelas dan tegas untuk menampar kita yang biasa omdo (omong doang). Bagaimana tidak, Allah sangat benci kepada orang yang seperti ini.  Kalau Allah sudah sangat benci maka kita sebagai manusia, makhluk ciptaannya yang sangat lemah hendaklah mengikuti apa yang dikatakan Allah sebagai peraturan buat kita.

So, marilah kita mengaca diri, sudahkah perkataan kita sesuai dengan perbuatan kita? Barangkali ini juga punya kesesuaian dengan ungkapan yang juga sering terdengar tentang penegak hukum. Yaitu sebuah ungkapan yang mengatakan: Mungkinkah sapu yang kotor bisa membersihkan lantai? Maka seorang hakim yang korup tidak mungkin bisa menegakkan hukum dan menghilangkan korupsi di negeri ini.

Kalau mau meluruskan orang lain, sebaiknya luruskan diri sendiri dulu. Kalau mau jadi penegak hukum tegakkan dulu hukum itu dalam diri kita.Intinya, selaraskan ucapan dengan perbuatan kita. Dan lihatlah apa yang terjadi..

Wallahu a'lam...:)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar