Rabu, 02 Mei 2012

IQRO' BISMI RABBIK... (Renungan HARDIKNAS Seorang Pembelajar Hidup)


Di Hari Pendidikan Nasional ini mungkin saya belum bisa memberikan kontribusi apapun terhadap pendidikan kita. Sebagai seorang pendidik di salah satu SD yang mungkin belum begitu dikenal ingin menyampaikan selamat Hari Pendidikan Nasional kepada siapa pun yang terlibat dalam dunia pendidikan. Setiap kontribusi Anda semua sekecil apapun tentu sangat berguna untuk kemajuan pendidikan kita di masa yang akan datang. Kita semua harus saling mendukung di posisi manapun saat ini kita berperan. Dari mulai presiden, menteri dan jajarannya, para pendidik, tenaga kependidikan sampai ke tingkatan yang dianggap paling rendah sekalipun, percayalah Anda adalah orang yang punya peran besar dalam memajukan pendidikan ini. Setiap tingkatan hanyalah pembagian tugas semata. Hal itu sama sekali tidak menunjukkan bahwa derajat yang satu lebih tinggi dibanding yang lainnya.

Sahabat pendidik sekalian, memang kita masih merasakan banyak kekurangan dalam dunia pendidikan kita. Adanya dikotomi antara pendidikan umum dan agama adalah salah satunya. Bagi saya ini adalah salah satu penyebab mengapa kita tertinggal dalam menghasilkan lulusan yang berkualitas. Lulusan sekolah-sekolah kita seringkali kemampuannya timpang, di satu sisi ada sementara lulusan yang mengerti ilmu agama tapi sangat minim tentang ilmu-ilmu umum. Sebaliknya, ada orang-orang yang ilmu umumnya mumpuni tapi ia jauh dari pemahaman ilmu-ilmu agama. Hal ini kemudian mencuatkan sebuah "dosa" yang diwariskan para pendahulu kita berupa dosa politis. Penanganan yang berbeda antara sekolah agama dengan sekolah non agama dalam dua atap yang berbeda paling tidak memunculkan tanya pada teman-teman yang berada pada sekolah agama atau yang berlatar pendidikan agama,"apakah kami ini bukan anak negeri ini?" kenapa dalam penaganannya semua menjadi begitu ribet, seperti adanya pilih kasih di antara guru agama dan non agama.

Barangkali benar apa yang diusulkan oleh Prof. Armai, bahwa kita memang perlu mengadakan reformulasi pendidikan kita. Tapi masalahnya adakah yang mau mengalah untuk merelakan "proyeknya" diambil oleh pihak lain dan mengelola pendidikan dalam satu atap. Tapi untuk ke depannya saya cukup optimis bahwa hal ini akan terwujud. Munculnya sekolah-sekolah Islam yang notabene adalah sebagai anti tesis dari sekolah-sekolah umum yang sangat minim pelajaran agamanya merupakan salah satu jalan yang -menurut saya- akan sangat efektif pada saatnya nanti untuk mendobrak sistem yang ada untuk pendidikan anak generasi kita yang lebih baik.

Apapun kata orang, baik tentang kekurangan dan kebobrokan dunia pendidikan kita maupun kurangnya konsen pemerintah terhadap masalah-masalah kependidikan kita, saya tetap optimis bahwa di masa berikutnya kita akan bisa menghasilkan orang-orang yang berkualitas besar lewat sistem pendidikan kita. Jangan pernah pesimis dalam memandang dunia pendidkan apalagi mewariskan pesimisme itu pada generasi anak-anak kita. Mari kita menjadi orang-orang yang punya tanggung jawab terhadap nasib pendidikan generasi kita. Marilah kita menjadi bagian dari perbaikan sistem pendidikan kita demi masa depan Indonesia kita yang lebih gemilang. Sudah sepantasnya kita mengingat kembali akan gagasan-gagasan penting pendidikan yang dilontarkan oleh Bapak Pendidikan kita, Ki Hajar Dewantara.

Ki Hajar Dewantara dengan mengubah namanya ingin menunjukkan perubahan sikapnya dalam melaksanakan pendidikan yaitu dari satria pinandita ke pinandita satria yaitu dari pahlawan yang berwatak guru spiritual ke guru spiritual yang berjiwa ksatria, yang mempersiapkan diri dan peserta didik untuk melindungi bangsa dan negara. Bagi Ki Hajar Dewantara, para guru hendaknya menjadi pribadi yang bermutu dalam kepribadian dan kerohanian, baru kemudian menyediakan diri untuk menjadi pahlawan dan juga menyiapkan para peserta didik untuk menjadi pembela nusa dan bangsa. Dengan kata lain, yang diutamakan sebagai pendidik pertama-tama adalah fungsinya sebagai model atau figure keteladanan, baru kemudian sebagai fasilitator atau pengajar. Oleh karena itu, nama Hajar Dewantara sendiri memiliki makna sebagai guru yang mengajarkan kebaikan, keluhuran, keutamaan. Pendidik atau Sang Hajar adalah seseorang yang memiliki kelebihan di bidang keagamaan dan keimanan, sekaligus masalah-masalah sosial kemasyarakatan. Modelnya adalah Kyai Semar (menjadi perantara antara Tuhan dan manusia, mewujudkan kehendak Tuhan di dunia ini). Sebagai pendidik yang merupakan perantara Tuhan maka guru sejati sebenarnya adalah berwatak pandita juga, yaitu mampu menyampaikan kehendak Tuhan dan membawa keselamatan.

Manusia merdeka adalah tujuan pendidikan Taman Siswa. Merdeka baik secara fisik, mental dan kerohanian. Namun kemerdekaan pribadi ini dibatasi oleh tertib damainya kehidupan bersama dan ini mendukung sikap-sikap seperti keselarasan, kekeluargaan, musyawarah, toleransi, kebersamaan, demokrasi, tanggungjawab dan disiplin. Sedangkan maksud pendirian Taman Siswa adalah membangun budayanya sendiri, jalan hidup sendiri dengan mengembangkan rasa merdeka dalam hati setiap orang melalui media pendidikan yang berlandaskan pada aspek-aspek nasional. Landasan filosofisnya adalah nasionalistik dan universalistik. Nasionalistik maksudnya adalah budaya nasional, bangsa yang merdeka dan independen baik secara politis, ekonomis, maupun spiritual. Universal artinya berdasarkan pada hukum alam (natural law), segala sesuatu merupakan perwujudan dari kehendak Tuhan. Prinsip dasarnya adalah kemerdekaan, merdeka dari segala hambatan cinta, kebahagiaan, keadilan, dan kedamaian tumbuh dalam diri (hati) manusia. Suasana yang dibutuhkan dalam dunia pendidikan adalah suasana yang berprinsip pada kekeluargaan, kebaikan hati, empati, cintakasih dan penghargaan terhadap masing-masing anggotanya. Maka hak setiap individu hendaknya dihormati; pendidikan hendaknya membantu peserta didik untuk menjadi merdeka dan independen secara fisik, mental dan spiritual; pendidikan hendaknya tidak hanya mengembangkan aspek intelektual sebab akan memisahkan dari orang kebanyakan; pendidikan hendaknya memperkaya setiap individu tetapi perbedaan antara masing-masing pribadi harus tetap dipertimbangkan; pendidikan hendaknya memperkuat rasa percaya diri, mengembangkan hara diri; setiap orang harus hidup sederhana dan guru hendaknya rela mengorbankan kepentingan-kepentingan pribadinya demi kebahagiaan para peserta didiknya. Peserta didik yang dihasilkan adalah peserta didik yang berkepribadian merdeka, sehat fisik, sehat mental, cerdas, menjadi anggota masyarakat yang berguna, dan bertanggungjawab atas kebahagiaan dirinya dan kesejahteraan orang lain. Metode yang yang sesuai dengan sistem pendidikan ini adalah sistem among yaitu metode pengajaran dan pendidikan yang berdasarkan pada asih, asah dan asuh (care and dedication based on love). Yang dimaksud dengan manusia merdeka adalah seseorang yang mampu berkembang secara utuh dan selaras dari segala aspek kemanusiaannya dan yang mampu menghargai dan menghormati kemanusiaan setiap orang. Oleh karena itu bagi Ki Hajar Dewantara pepatah ini sangat tepat yaitu “educate the head, the heart, and the hand”.

Dua paragraf terakhir adalah kutipan saya dari artikelanya Br. Theo Riyanto, FIC dalam http://bruderfic.or.id/h-59/pemikiran-ki-hajar-dewantara-tentang-pendidikan.html
Entah ini sudah mewakili konsep pendidikan yang digagas Ki Hajar Dewantara atau belum, benar atau salah. Siapapun yang menyampaikan. Mari kita jadikan bahan renungan. Bagi kita orang muslim tentu kita juga mempunyai keteladanan yang lebih tinggi dalam dunia pendidikan. Rasulullah SAW adalah konseptor pendidikan ulung yang diarahkan oleh Sang Maha Agung Allah SWT. dalam konsep paling awal dan adiluhung. Dia mengisyaratkan bahwa pendidikan merupakan hal paling penting dalam menjalani hidup di dunia fana ini dan sebagai bekal menghadap kepada-Nya dalam rangkaian ayat-ayat pertama yang Dia turunkan kepada Rasul-Nya dalam surah Al-'Alaq ayat 1-5. Dimana di sana Allah SWT mengisyaratkan bahwa hal pertama yang harus kita lakukan adalah membaca dan mengumpulkan informasi sebanyak-banyaknya dengan tetap berada dalam bingkai Nama Tuhan Yang Maha Kuasa. Artinya, kepintaran kita jangan membuat kita berpaling dari Allah dan sepintar apapun kita, kita harus tetap ingat kepada Allah dan menambah kedekatan kita kepada-Nya serta meningkatkan kualitas pengabdian kita kepada-Nya sebagai hamba-Nya yang lemah. Semoga bermanfaat....

Wallahu a'lam...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar